Dear...
Aku bisa jelaskan semua. Bisa kita bertemu sebentar saja, please!Gadis itu mendengus pasrah. Dia bisa saja memaafkan pemudanya dengan mudah. Hanya saja, dia tidak ingin pemudanya dengan mudah meremehkannya. Ia bukan gadis lembut yang murah senyum dan mudah mengatakan 'iya' pada siapa saja yang berbuat salah. Tapi dia gadis tegas yang membuat orang lain berfikir sebelum melakukan.
No.
Balasan singkat dia kirim tanpa hati. Dia kecewa? Tidak. Dia marah? Tidak juga. Dia hanya ingin pemudanya sadar, dia bukan boneka.
C'mon, Dear. Sudah lebih dari empat bulan kamu mendiamkan aku. Sedangkan aku ingin mendapat maaf darimu.
Sejenak gadis violet itu menatap kakak dinginnya yang tengah fokus pada gadget-nya kemudian kembali menatap ponselnya yamg menampilkan balasan dari pemudanya.
Liburan kurang dua hari lagi, Dear. Dan aku ingin kita bertemu untuk menyelesaikan perselisihan diantara kita. Aku mendengar dari Na dan Van bahwa kalian akan berlibur ke London. Aku yakin kamu tidak punya waktu untukku nantinya.
Jika pemudanya bukan manusia, mungkin dia sudah memakan habis lelaki itu tanpa hati dan tanpa ampun.
Bahkan sekarang aku juga tidak punya waktu untukmu. Dan, ya. Aku akan pergi ke London. Kamu sudah mempermainkanku Gavind.
"Siapa?" tanya Brother-cold-nya tanpa menatap sedikitpun.
"Gavind." jawab gadis violet itu sama dinginnya.
Pemuda itu menoleh, "kembali?" tanyanya heran pada adik kesayangannya.
Gadis violet itu balas menatap kakaknya, "belum pergi." jawabnya.
Pemuda itu hanya mengangguk paham untuk menjawab. Sedangkan adiknya kembali mengetik.
Aku hanya ingin tau.
Gavind membalas,
Dear, aku mencintaimu dan akan selalu begitu. Bisakah kamu memaafkanku? Itu hanya kesalah-pahaman. ku dan Viona tidak ada hubungan apapun.
Gadis itu mendengus—lagi. Dia tau, Gavind dan Viona tidak mempunyai hubungan apapun. Dia sudah memaafkan Gavind.
Jadi, apa ini?
Dalam artian kasar, dia hanya ingin memberi Gavind pelajaran.
Cemburu?
Bahkan kata itu sedikitpun tidak terjamah olehnya.
What do you think I don't know? I got it all is that. Never mind! I'm tired. Jika kamu masih mencintaiku, tunggu aku. Jika kamu lelah menunggu, banyak gadis yang sama sepertiku.
Baru saja dia akan melempar benda laknat itu, benda itu bergetar menampilkan balasan Gavind.
Aku mencintaimu, Dear. Akan aku buktikan dari apa yang kamu katakan. Aku akan menunggumu sampai kapanpun, aku janji. Tidak ada yang sepertimu.
Gadis itu memejamkan mata seraya menghembuskan nafas perlahan. Dia tau Gavind pemuda bertanggung jawab tinggi. Gavind tidak pernah berjanji kecuali dia keyakinan dia bisa.
Pemuda tampan yang menjadi incaran para siswi setelah McZurich. Tampan, mapan, dan mempunyai reputasi tinggi. Dia pemuda yang mahir menjalankan jemari-jemarinya diatas tust-tust piano. Genggamannya ringan diatas senar biola. Suaranya mengalun lembut dari dalam seruling. Namanya tersebar dimana-mana. Bahkan banyak Dekan dari Universitas mencarinya untuk menjadi tutor musik dalam bayaran yang tidak cuma-cuma. Hanya saja, dia pemuda acuh tak acuh seperti Couple-cold-McZurich. Tapi tidak sepenuhnya mirip. Dia akan tertawa lepas dihadapan teman akrab atau saudara.
Gavind pemuda setia. Dia belum pernah berpacaran sebelum mengenal gadis violet. Dia tempat kedua tempat gadis itu tertawa.
"Bagaiman keadaannya?"
Gadis itu menatap Brother-cold-nya, "aku pikir baik." ia mengedarkan matanya kesegala arah seolah tidak ada yang pas untuk pupilnya menetap, "tapi entah sebenarnya. Ku pikir terlalu buruk."
Pemuda itu menghela nafas seraya membenarkan sandarannya pada ranjang, "bagaimana rasanya ketika salah satu kakak meninggalkanmu?" tanyanya.
"I got it." jawab gadis itu, "inti dari pertanyaanmu adalah, bagaimana rasanya ketika kakaknya meninggalkan Gavind dan aku juga, begitu, kan?"
Pemuda itu mengacak rambut adiknya tersenyum, "ya. Itu maksudku."
Gadis itu menyamakan posisinya dengan kakaknya, "aku paham tentang itu, Brother. Aku hanya ingin dia lebih berhati-hati terhadap gadis lain." katanya menjawab pertanyaan kakaknya.
Pemuda itu mengangguk, "caramu salah. Kamu terlalu tegas. Kasihan Gavind." balasnya, "tapi," ia menggantung ucapannya seraya mengedikkan bahu, "itu bukan urusanku. Kamu udah dewasa. Jadi aku pikir, aku tidak perlu menjadi penasehatmu lagi."
Gadis itu menaikkan sebelah alisnya, "aku tidak pernah meminta itu darimu. Dan untuk kamu menjadi penasehat itu termasuk kesadaranmu, Kakak Sayang." ia mengakhiri paragrafnya dengan senyuman lebar.
Pemuda itu memutar mata hijau daunnya jengah, "whatever."
###

KAMU SEDANG MEMBACA
Metafora Cinta Violeth
Teen Fictionketika waktu memisahkan dua saudara, memberi mereka tabir agar keduanya mengerti arti dunia yang didasari waktu.