Bab 1

21.5K 1.1K 27
                                    

Malam ini, keluarga Widyatmoko tengah menjamu keluarga Danadyaksa di kediaman mereka untuk merencanakan pernikahan putra putri mereka. Melalui perjodohan kedua keluarga, Sinta dan Julian akan menikah akhir Desember tahun ini.

Meski keduanya tak memiliki minat satu sama lain, Sinta dan Julian bersedia menjalani pernikahan tersebut karena memang keduanya telah cukup umur dan tak memiliki kekasih.

Kedua keluarga sangat khawatir pada anak mereka hingga akhirnya merencanakan perjodohan ini. Awal mula rencana tersebut tercetus dari Ibu Sinta, yang merasa takut jika anak kedua dari tiga bersaudara itu akan menjadi perawan tua dan menjadi bahan ejekan masyarakat.

Lestari, Nyonya Widyatmoko menatap calon besannya dengan wajah berbinar. Ia dan suaminya berharap pernikahan antar kedua anak mereka terlaksana dan dapat menjalani pernikahan dengan baik. Ia amat yakin bahwa cinta akan hadir karena terbiasa dan seiring waktu berjalan.

"Dia pria yang baik dan bertanggung jawab, Sin, Mama yakin Julian bisa membahagiakanmu," bisik sang Ibu pada Sinta yang duduk di sebelahnya. Setelah berkata seperti itu, beliau kembali terlibat percakapan dengan Ibu Julian mengenai persiapan pernikahan dan hal penting lainnya.

Sinta merasa jenuh dan dadanya terasa sesak. Ia merasa terpaksa menjalani ini dan ingin segera keluar dari rumah orangtuanya meski ia harus menikah dengan pria pilihan Ibunya. Andai saja sang Ibu tahu jika ia masih mengharapkan kebersamaan dengan cinta pertamanya, ia takkan pernah diterima oleh seluruh keluarga dan akan terus mendapat hinaan. Ibu takkan sudi memberikan restunya dan akan membencinya seumur hidup. Dan ia tak mengharapkan itu terjadi.

Julian menatap calon istrinya yang cantik, terdiam dan tak tertarik sama sekali dengan obrolan para orangtua. Perlahan dia bangkit dan mohon izin dengan para orangtua untuk mengajak Sinta bicara di teras samping. Dengan enggan Sinta menurut dan mengikuti Julian dari belakang. Pria yang mengenakan kemeja katun berwarna biru muda dan celana pantalon hitam menatap Sinta penuh minat. Selama ini, dia merasa bahwa penampilannya dan perilakunya baik, dan ia juga memiliki paras yang good looking, namun calon istrinya sama sekali tak menunjukkan ketertarikan sama sekali padanya. Dan itu membuatnya merasa tertantang untuk menaklukan hati sang calon istri.

Sinta terduduk di kursi di samping Julian sambil menopang sisi wajahnya dengan telapak tangan, menatap taman luas rumah orangtuanya dengan pandangan datar. Julian merasa gemas dan ingin mengusik ketenangan diri sang calon istri.

"Kita harus sepakat untuk menjalani pernikahan ini dengan baik dan serius. Jadi aku harap kamu mau mengungkapkan segala hal yang mengganjal di hati sebelum kita menikah, Sin." Julian menahan nafas selama beberapa saat dan menghelanya sepelan mungkin.

Sinta menghempaskan nafasnya dengan lelah, berbalik setengah badan menghadap Julian dan menatap calon suaminya dengan intens. "Aku nggak masalah dengan perjodohan ini dan aku nggak punya masalah apapun."

Julian menyipitkan matanya dan membalas menatap Sinta. "Kamu bersedia menjadi istriku seutuhnya?"

"Tentu saja."

"Bersedia mengandung anakku?"

Nampak Sinta menelan saliva dengan berat. Ia hanya mengangguk tanpa menjawab.

"Apakah ada pria lain selain aku?"

"Tidak ada," jawab Sinta lemah.

Julian mengangguk. "Baiklah, kita akan tetap menikah dan membahagiakan kedua orangtua kita. Dengan restu mereka, aku akan membahagiakanmu. Menunaikan kewajibanku sebagai anak yang berbakti bagi mereka."

Sinta menatap iris mata Julian yang berkilat terkena sinar lampu taman. Ia terhipnotis. Dan merasa janji Julian akan ditepati oleh pria itu dengan sepenuh hati.

Usai keluarga Danadyaksa meninggalkan rumah orangtuanya, Sinta berbaring nyalang di tengah ranjang. Fikirannya berputar-putar, detak jantungnya berdegup seirama saat mengingat cinta pertamanya memeluknya erat dan membisikkan kata cinta padanya. Sang Ibu mengetahuinya dan tak merestui jalinan cinta mereka.

Dunia Sinta pun runtuh seketika. Dan Sinta merasa tak lagi sama seperti dulu.

***

Persiapan pernikahan Sinta dan Julian telah berjalan sesuai yang diharapkan oleh para orangtua. Seluruh keluarga menyambut suka cita resepsi pernikahan yang akan digelar malam ini di ballroom Hotel Mulia Senayan.

Akad nikah akan segera digelar setengah jam lagi dan degup jantung Julian berdentam-dentam menanti peristiwa sakral ini. Setelah menjalani ritual pingitan selama seminggu penuh, Julian nampak excited menyambut pernikahannya bersama Sinta. Ia yakin, calon istrinya akan mempesona dalam balutan gaun perancang ternama yang direkomendasikan sang Ibu padanya.

Kini Julian tengah berada di sebuah ruangan yang disiapkan oleh pihak Hotel untuk penyelenggaraan akad nikah. Ia diapit oleh Ayah dan Om Dharma, kakak dari Ayahnya, sementara di depannya telah dihadiri oleh dua orang pria selaku Penghulu dan petugas dari KUA, Pak Jagad Widyatmoko dan Rendi, kakak tertua Sinta.

Pak Penghulu bertanya padanya mengenai kesiapannya melangsungkan prosesi Ijab Qobul. Dengan tegas, ia menyatakan telah siap dan acara pun segera dimulai. Pak Jagad menjabat tangannya erat, menatap Julian dengan serius dan mengucap Basmallah.

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau Julian Hadie Danadyaksa bin Soeryo Hadie Danadyaksa dengan anak perempuan saya Sinta Juanita Widyatmoko binti Jagad Widyatmoko dengan mas kawin seperangkat perhiasan dua puluh lima gram dibayar Tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Sinta Juanita Widyatmoko binti Jagad Widyatmoko dengan mas kawin tersebut dibayar Tunai," jawab Julian tegas.

"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya sang Penghulu.

"SAH!!" jawab para saksi lantang.

"Alhamdulillah..." ucap Julian beserta para hadirin yang menyaksikan prosesi Ijab Qobul tersebut.

Di ruang yang berbeda, Nyonya Widyatmoko memeluk putrinya erat. Turut berbahagia karena putri keduanya telah menikah. Sementara wajah Sinta nampak datar dan wanita itu hanya tersenyum tipis ketika Ibu mertuanya turut memeluknya dan mengucapkan selamat berbahagia padanya. Hatinya merasa nyeri dan ia merasa tak kuasa menjalani pernikahan ini.

Tak lama kemudian, Sinta diarahkan untuk segera bergabung di ruangan akad nikah dan berdampingan dengan suaminya. Julian meliriknya dan terpana. Ia hampir saja menganga jika Ayahnya tidak menyenggol lengannya.

Istrinya mengenakan kebaya brokat berwarna putih dan kain Batik berwarna coklat tua yang menjuntai indah membalut tubuh bawahnya dengan sempurna. Sinta merasakan tatapan posesif Julian dari ekor matanya yang sipit.

Ketika ia menoleh ke kanan, ia terpaku. Suaminya nampak teramat tampan, gagah dengan setelan Beskap berwarna putih. Sesaat ia merasakan percikan yang menghangatkan dadanya dan kupu-kupu mengepak pelan di perutnya. Sinta kembali memusatkan perhatian kepada pak Penghulu yang berdeham maklum dan meminta Julian untuk menyematkan cincin kawin pada istrinya.

Jemari Sinta bergetar ketika Julian menyematkan lingkaran Platinum yang mengapit berlian di jarinya. Dadanya berdesir, jantungnya berdebar-debar dan ia merasa telah mengkhianati cinta pertamanya.

Rasa bersalah membuatnya menunduk dan ia tak mampu melihat wajah Julian ketika menyematkan cincin di jari manis suaminya. Senyum lebar Julian nampak di sudut bibirnya, bahkan sang istri terlihat malu-malu dan berusaha menunjukkan tak tertarik pada Julian. Pada saat itu, Julian berjanji dalam hati, ia akan menaklukan hati Sinta agar istrinya itu akan mencintainya suatu saat nanti.

Usai pembacaan sighat taklik dan menandatangani berkas-berkas pernikahan, kedua keluarga dan hadirin turut melantunkan doa untuk kedua mempelai. Sinta mencium punggung tangan Julian dengan khidmat dan Julian mengecup keningnya lembut.

Hanya Julian yang bahagia merasakan gegap gempita prosesi sakral itu dan Sinta merasa dadanya terhantam benda yang kasat mata hingga terasa nyeri. Ia yakin, ia akan bertahan dan menikmati peran barunya sebagai istri dari Julian.

***

Tbc

December 28, 2018.





The WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang