Aqhisa Kamilla Nahlaputri

70 3 0
                                    

Typo tandai yaa beb..

Masih pagi dan keadaan rumah sederhana itu sudah kacau. Di dapur terdapat seorang wanita yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, ia sibuk berkutat dengan berbagai alat masak, kedua tangannya dari tadi belum berhenti bergerak entah itu memotong atau mengaduk masakan yang ia masak.

Sedangkan di ruang keluarga merangkap ruang tamu rumah itu yang penampakannya seperti kapal yang baru saja menghantam karang besar, terdapat sosok bayi montok yang sedang asyik merangkak guna mengambil apapun yang menurutnya menarik.

Diiviannisha atau biasa di panggil Divi adalah perempuan usia 19 tahun, yang sedang sibuk dengan spatula dan wajan.

Prang... (?)

"Nak, apa lagi yang kamu jatuhin itu?" teriaknya kepada bayi 8 bulan yang lagi asyik merangkak kesana kemari.

Jelas teriakan wanita itu tak dihiraukan sang bayi. Bayi itu hanya menoleh sebentar karena merasa mendengar suara seseorang. Karena tak melihat siapapun didekatnya maka ia memutuskan untuk kembali merangkak guna mengambil bola karet yang dari tadi coba ia pegang tapi tak bisa.

Karena merasa tak direspon, Divi segera mangecilkan api kompornya dan bergegas menghampiri sang bayi. Dengan masih membawa spatula di tangan kanan Divi berlari menuju ruang keluarga dimana sang bayi berada. Sesampainya disana ia melihat gimana susahnya anak bayi 8 bulan yang berusaha untuk memegang sebuah bola karet berukuran kepalan orang dewasa. Divi cekikikan sendiri melihat bayi 8 bulan itu.

"Usaha yang sungguh-sungguh ya dek, hidup itu keras, hahaha" ucapnya sembari berjalan kembali kedapur.

Divi segera menyelesaikan memasaknya sebelum hari makin siang. Di meja sudah tersedia sayur bayam yang ditaroh disebuah baskom, lalu ada sayur gudeg, capcai, telur puyuh balado, telur dadar, mie goreng dan kering tempe. Tinggal tempe dan tahu goreng yang masih dimasak Divi saat ini.

Setelah tempe dan tahunya matang ia taroh dinampan lalu diletakkan disebelah makanan yang lainnya. Setelah semuanya selesai, ia berjalan menuju ruang keluarga, disana Divi melihat bayinya sedang menggigit teether sambil tiduran di atas boneka beruang coklat yang besarnya melebihi bayinya itu.

Divi menghampiri bayi 8 bulan yang sedang asik dengan dunianya sendiri. Dia jongkok didepan sang anak lalu sedikit membukukkan badannya dan menaruh kedua tangannya di samping sang anak lalu mensejajarkan wajahnya dengan perut buncit bayi itu. Tanpa aba-aba ia mendusel-duselkan wajahnya di perut bayinya sampai bayi 8 bulan itu memekik kesenengan.

"Anak ibu yang belum mandi" ucapnya sambil masih mendusel perut banyinya. "Masih asem ih, bau ompol lagi. Tapi subuh-subuh udah bangun ngajakin main, hah" dan direspos sang anak dengan tawa lebarnya.

Aqisha Kamilla Nahlaputri. Bayi montok yang Divi lahirkan 8 bulan yang lalu. Yang menjadi cahaya hidupnya, tujuan hidupnya serta semangat untuk menghadapi kerasnya hidup yang berliku ini.

"Mandi yuk sayang! Biar cantik lagi, wangi lagi, abis itu temenin ibu nganter makanan kewarung mak'e, yah yah yah" ucapnya sambil mengangkat tubuh montok itu. Divi berdiri dan kembali menggoda anaknya dengan menggigit lengan sang anak.

"Uluh uluh anak nya sapa sih ini, endut banget"

"Aaaa, huu wuu wu" jawab si kecil dengan bahasanya.

👣👣👣

Divi sedang menata makanan di meja warung mak'e. Mulai dari nasi yang berada di sebuah bakul besar diletakkan diujung paling kanan sampai lauk pauknya ditata serapi mungkin.

Setelah semuanya selesai. Divi menghampiri mak'e dan Qisha yang berada di teras warung. Mereka-mak'e dan Qisha- sedang asik bersenda gurau, mak'e mengajak Qisha bicara, dan direspon celotehan nggak jelas oleh Qisha. Divi tersenyum melihat mereka lalu berjalan dan duduk di samping mak'e.

"Udah selese nduk?" tanya Emak setelah Divi mendaratkan bokongnya.

"Udah mak, semuanya udah beres" Jawab Divi sambil menyodorkan pisang ke Qisha yang tersenyum melihat ibunya duduk.

"Eh iya, katane si Apip telat kesini nya, mau nganter Alin sekolah dulu, kamu berangkat jam berapa Pi?. Neh mbah buka ke" Kata Emak sambil mengambil pisang yang di genggam Qisha dan membukanya, lalu menyuapi Qisha sedikit demi sedikit.

Qisha memang favorit banget dengan semua hal berbau pisang, bahkan saat Mpasi makanan pertama yang paling disukai Qisha adalah bubur pisang. Dengan bubur pisang Qisha bisa menghabiskannya dalam waktu kurang dari 10 menit. Beda dengan Mpasi yang lain, Divi butuh tenaga lebih buat Qisha bisa habiskan Mpasinya.

"siang Mak, palingan jam satu an lah. Kenapa Afif nganter Alin Mak? Kan biasanya Alin berangkat sendiri pakai sepeda"

Afif itu gadis yang baru lulus SMA setahun lalu. Gadis dengan nama asli Afifah Azizah adalah seorang gadis tomboi yang lebih suka dipanggil Afif, yang notabene nama panggilan untuk laki-laki dibanding Fifah atau Zizah yang menurutnya nama cewek banget.

Dia kerja dengan Emak buat bantuin Emak jagain warung, dan sudah sekitar 2 bulan terakhir Afif lah yang jagain Qisha saat Divi lagi kerja di luar dan harus ninggalin Qisha di rumah.

Sedangkan Alin adalah anak dari kakaknya Afif. Selama kakak dan kakak iparnya bekerja, Afif yang merawat Alin.

"Tadi bilangnya Alin rada demam, jadi di anterin" kata Emak sambil tetap menyuapi Qisha dengan buah pisang.

"owalah. Palingan gara-gara kemaren ujan-ujanan. emang bandel tuh bocah, udah dibilangin nggak boleh ujan ujanan. Sakit kan sekarang".

"Ya gitu kalau anak kurang diurus sama orang tuanya, susah di bilangin. Makanya nduk, segiat giatnya kamu nyari duit, tetep perhatiin si genduk"

Divi tersenyum menatap putrinya yang lagi asyik mengunyah buah pisang. Mulutnya dimonyong monyongin, entah lagi menikmati buah pisangnya atau memang laper.

"Jangan sampe lepas pengawasannya. Anak itu luwih perlu perhatian orang tuane terutama ibu ne. Duit iso dicari, malah kadang teko dewe kalau emang uwes rejeki. Tapi perkembangan anak gak bakal iso di ulang meneh"

Sambil mendengarkan nasehat Emak yang memang mau nggak mau menggugah hatinya, Divi tertawa saat lagi-lagi melihat ekspresi putrinya yang berlebihan. Perasaan tadi sebelum pergi ke warung Qisha udah makan deh, tapi kok sekarang ekspresi makan Qisha kayak nggak di kasih makan 3 hari.

Kembali ke pembicaraannya dengan Emak, Divi hanya bisa menjawab 'Nggeh Mak, Insyaallah Divi saget terus prioritaske Qisha Mak' karena memang hanya Qisha yang sekarang menjadi prioritas utama Divi.

"Iyo emang kudu ngono tho" jawab Emak setelah mendengar jawaban Divi.

👣👣👣

"Uluh-Uluh Pica endut, si embem, si gembul" teriak Afif setelah meletakkan sepeda di samping warung Emak.

Saat sampai di depan Emak yang lagi gendong Qisha. Afif langsung merebut Qisha dari gendongan Emak. Dan yang jadi bahan rebutan malah seneng banget, di kira diajak main kali ya.

"Kak Afif gigit nih lengannya. Iiiihhh ini lengan apa roti lapis sih? Ginuk ginuk banget" ucap Afif sambil pura-pura menggigit lengan Qisha. Dan di sambut kekehan dari Bayi 8 bulan itu.

"Awuuu uu hoh hoh, eyeyyeyyeeeee"

"Apa? Mau ngomong apa sih?" tanya Afif sambil mencium pipi Qisha sampai kegencet.

"Aaaaaaaa" jeritnya tak terima.

"lhah malah njerit sih" Afif tertawa sambil meringis karena Qisha teriak pas di depan telinganya

"Abis dah Abis pipinya anakku" seru Divi yang melihat kebrutalan gadis tomboi itu mencium pipi Qisha yang gembul.

"Biarin habis. Salahnya empuk banget kayak bakpao pak jaya yang harga dua rebuan" kelakarnya sambil mengingat bakpao empuk yang rasanya enak, jadi laper deh pikir afif.

"Ya elah malah ngatain anak orang segala sih, enak aja di bilang kayak bakpao pak jaya, lebih empukan ini tauk" ucap Divi sambil memegang tangan kiri putrinya saat Afif duduk si sampingnya.

💓💓💓

Love,
Demak, 19-09-19

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

B O C I LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang