~Bhayangkara Impian~

132 13 15
                                    

           Ketika pengumuman kelulusan tiba, semua teman temanku bersorak-bahagia,termasuk aku. Sekarang aku akan meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu dari SD ke SMP, aku akan meneruskannya ke sekolah pilihan Ayahku.
        Ditempat lain,di SMK tempat sekolah Kakakku sama halnya denganku dia sekarang sedang merayakan hasil kelulusannya bersama teman-temannya. Mungkin, ada yang berbeda antara aku dengan Kakakku, aku akan meneruskan sekolahku kembali, tetapi Kakakku entah melanjutkan ke Perguruan tinggi atau mencari kerja, aku tidak tahu tetapi Kakak pernah berbicara kepada aku,Ibu dan Ayah bahwa dia mempunyai cita cita menjadi seorang Polisi seperti kedua Pamanku. Apapun cita-citanya, aku akan selalu berdoa untuknya semoga Kakak bisa sukses di kemudian hari.
        Di malam hari setelah kelulusan usai, kami sekeluarga berkumpul di ruang tv.
       “Bang, Abang mau kerja atau kuliah?”tanyaku penasaran.
       “Abang sih niatnya pengen jadi Polisi gitu Dik, Ibu sama Ayah juga mendukung. Juga kan sebaik baiknya manusia itu bisa bermanfaat bagi orang lain, jadi abang rasa menjadi anggota Polisi merupakan salah satunya ” jawabnya dengan antusias juga dengan raut wajah yang penuh pengharapan.
       “Oh, tapi kan Abang lulusan SMK apa bisa ?” tanyaku lagi makin penasaran.
       “Dik, meskipun abang hanya lulusan SMK,  itu bukan alasan dan bukan hambatan” jawabnya dengan yakin.
      “Okeh kalau begitu, sukses Bang semoga apa yang Abang cita-citakan dapat terwujud” doaku padanya.
       “Amiin...” jawab Kakak,Ibu dan Ayah.
       “Doa kami akan selalu menyertaimu” sahut Ayah dengan penuh pengharapan.                           
        Tak terasa sudah hampir 2 tahun Kakak berjuang untuk meraih cita-citanya menjadi seseorang yang diimpikannya, tapi mungkin saat ini belum saatnya. Sudah beberapa kali dia mengikuti tes tapi kegagalan selalu dialaminya, mungkin takdir belum berpihak padanya.
        Aku selalu ingat, ketika sepulang sekolah aku tak jarang melihat Kakak sedang berolahraga, entah lari,push up,sit up atau  pull up yang aku tahu dia selalu melakukannya setiap hari . Aku sangat mengapresiasi ketekunan dan kerja kerasnya selama ini, kadang  aku selalu berpikir, “ mengapa takdir tak  selalu berpihak padanya ?”
          Aku juga menjadi teringat, ketika suara gemericik air di sepertiga malam tak pernah luput membangunkanku dari tidur lelapku, pelakunya tidak lain dan tidak bukan, dia adalah Kakak. Selain berusaha dengan berlatih keras, dia juga tidak lupa untuk berdoa kepada sang Pemilik takdir agar kelak apa yang dicita-citakannya dapat terwujud. Kakakku adalah orang yang pekerja keras ,selalu semangat dan yakin terhadap apa yang dicita-citakannya. Begitu banyak kegagalan yang pernah dihadapinya, bukan satu atau dua kali tapi beberapa kali. Tetapi Kakakku tidak pernah mengeluh ataupun putus harapan dan melampiaskannya dengan tangisan seperti kebanyakan orang pada umumnya, hanya senyum dan tawanyalah yang menjadi saksi manis , pahit perjuangannya.
        Orang bilang, orang sabar itu banyak sekali cobaannya. Mungkin inilah yang sedang Kakakku alami.  Kulihat Ayah sedang menungguku di halaman rumah ketika sepulang sekolah, aku merasa heran dan bingung karena aku melihat muka Ayah yang terlihat begitu cemas.
        “Ayah, sedang apa diluar? Ayah sedang menungguku? Tapi Ayah kelihatan cemas” tanyaku pada Ayah  penasaran.
        “Dik, bantu ayah kita harus bicara dengan Abang dia tidak boleh memutuskannya begitu saja “ sahut Ayah kepadaku dengan kecemasan tingkat tinggi.
        “Maksud Ayah ? Aku tidak mengerti yah” jawabku semakin penasaran.
        “Dik, besok Kakakmu akan pergi ke Kota bersama Uwa . Dia akan memberikan pekerjaan untuk Abang disana” jelasnya
         “Apa maksud Ayah ? terus bagaimana dengan impian Abang?  dan siapa yang memanggil Uwa kesini ?” tanyaku semakin cemas, jujur aku sangat tidak percaya.
          “Ibu yang memanggil Uwa, dia sangat cemas dengan masa depan Kakakmu jadi dia lakukan itu , Dan sepertinya Kakakmu setuju” jawab Ayah menjelaskan dengan raut wajah yang kecewa.
          Setelah itu, tidak butuh waktu lama, aku dan Ayah langsung bergegas menemui Kakak yang sedang berada di kamarnya. Kulihat dia sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya , Kulihat raut kesedihan dalam dirinya tapi dia tidak menunjukan itu, tapi Aku tahu itu. Tak perlu mengetuk pintu,  aku dan Ayah langsung saja masuk ke kamarnya. “Bang, kita perlu bicara “ sahut Ayah. Setelah itu, Kakak langsung menghentikan pekerjaannya dan memalingkan wajahnya ke arah kami.
          “Bang, apa kamu yakin akan melakukannya ?” tanya Ayah
          “Abang tidak bisa memutuskannya dengan begitu saja,yang Abang lakukan ini salah” tegasku menjelaskan kepada Kakak,dengan raut wajah yang serius.
           “Sudahlah Yah,Dik  ini bukan saatnya untuk memikirkan impian abang, tapi bagaimana caranya agar abang bisa mempunyai pekerjaan secepatnya dan membuat Ibu tidak khawatir” jawabnya dengan terlihat seperti meyakinkanku dan Ayah.
            “Bagaimana bisa Abang melakukannya?sedangkan hati Abang sendiri  sangat menolaknya?” tanyaku lagi dengan raut kekecewaan .
             “Abang bisa melakukannya karena Ibu” sahutnya dengan mencoba untuk meyakinkanku.
             “Bang, masa depan itu bukan untuk dicari tapi masa depan untuk diciptakan, karna  pada hakikatnya masa depan adalah milik kita sendiri kita yang harus menciptakannya” sahut Ayah mencoba meyakinkan Kakak.
             “Iyah Yah, abang mengerti tapi untuk pertama kalinya abang tidak bisa melakukannya untuk Ayah” jawab Kakakku menegaskan, tak lama setelah itu Kakak menggenggam tanganku.
            “Dik, jikalau abang tidak bisa meneruskan impian abang, satu permintaan dari abang tolong teruskanlah impian abang jadilah kamu seorang  Perwira” ucapnya kepadaku dengan penuh pengharapan.
           “ Apa yang Abang katakan? Kita akan meneruskannya bersama-sama dan bagaimana aku bisa melakukannya tanpa Abang? Abang ingat, ketika kita kecil dulu  aku sempat tidak bisa mengendarai sepeda, dan Abang yang bisa mengendarai sepeda mengajarkan aku hingga aku menjadi bisa seperti Abang. Bang itu sama halnya dengan situasi sekarang ini ,jikalau Abang tidak bisa bagaimana aku akan bisa melakukannya?” ucapku kepadanya dengan penuh pengharapan dan tidak sedikit air mataku yang menetes. Dan kulihat juga Kakakku merasakan kesedihan yang aku rasakan tapi dia mencoba untuk tegar.
         “Iyah Bang,  benar apa yang dikatakan Adikmu, apa salahnya untuk mencoba kembali?dengar ayah, meskipun Ibumu tidak mendukung, ayah dan Adik akan selalu mendukung Abang sampai kapanpun.  Jadi jangan takut  “ ucap Ayah yang semakin meyakinkan Kakak dan setelah itu Ayah memeluk aku dan Kakak, tangis kami pun pecah.
          Satu tahun kemudian, “Dik, cepat dong jalannya Nenek sama Uwa udah jalan kesana duluan “sahut Ibu padaku dengan jalan terburu-buru.
          “Aduh  iyah Bu,  ini juga berusaha buat cepet jalannya habisnya pake kebaya kayak gini kan gak biasa “ jawabku ketus .
          “Bu, ini buket bunganya biar Ibu...” belum beres Ayah berbicara, aku langsung menyerobot mengambil buket bunga mawar berwarna merah itu dari tangan Ayahku.
          “Biar sama aku saja Ayah” ucapku kepada Ayah.
          “Ya sudah, awas jatuh  hati hati” ucapnya mengingatkan.
         Sekarang aku dan segenap keluargaku sedang berpijak di tempat yang menjadi impian Kakakku, yaitu di sekolah Kepolisian Negara, iyah akhirnya Kakak berhasil meraih impiannya dan akhirnya takdir berpihak padanya . Di hari pelantikannya itu, tidak  luntur sedikit pun  rona kebahagiaan diwajahnya ku berikan sebuket mawar merah ini sebagai tanda cinta dan kasih sayang keluargaku kepadanya. Sebuket bunga ini melambangkan keindahan hasil dari perjuangannya selama ini. “Makasih  Dik ,bunganya gede juga yah?” ucapnya kepadaku .
         “Ah, itu belum seberapa Bang “ sahutku dengan nada candaan. Setelah itu, Kakak langsung memelukku dan berkata,
         “Raih impianmu setinggi langit dan jangan pernah sedikit pun goyah”tegasnya padaku.
          Beberapa tahun kemudian,  “Aduh,jujur yah sekarang aku deg-degan banget” sahut seseorang disampingku, Dia adalah temanku selama 3 tahun terakhir ini, kulihat  wajahnya  yang cemas dan sedikit pucat akibat dari kecemasan tingkat tingginya itu.
         “Kalem aja sih” sahutku dengan santainya.
         “Sifat kalemmu itu tidak bisa dikurangi apa ?sebentar lagi kita akan berpisah, bisa tidak hidupmu sedikit dramatis?” tanyanya ketus.
         “Yah, harusnya aku yang bilang itu, sifat cemasmu dari dulu tidak bisa dikurangi apa ?dan satu lagi hidupku ini sudah cukup dramatis tahu”ucapku membalikkan kata katanya barusan.
          Sekarang aku sedang berjalan menuju suatu ruangan yang akan mengantarkanku pada suatu tujuan. “ Sekarang giliranmu, jangan lupa ucap bismillah “sahutnya dan setelah itu kami berdua saling berpelukan. Tak butuh waktu lama aku langsung masuk ke ruangan itu, dengan sejuta rasa yang terlalu sulit untuk aku ungkapkan. Kulangkahkan kakiku kedepan dan setelah itu tidak lupa ku berikan hormat kepadanya ,
          “Lapor Aulia Pradipta pangkat Brigadir Taruna nomor Akademisi 103 siap melaksanakan ujian skripsi terbaik” ucapku dengan lantang dengan penuh rasa bangga .
          “Laksanakan!” ucapnya dengan tak kalah lantang,tegas dan mungkin tak kalah bangganya denganku,  kulihat senyum mengembang dibibirnya. Dia yang sedang berdiri dengan gagahnya tepat dihadapanku, Dia adalah sang Motivator bagik. iyah, Dia Aksa Pradipta Kakakku.
          Terima kasih Tuhan, aku dan Kakakku bisa sukses bersama sama dalam meraih impian kami. Dari pengalaman Kakakku banyak sekali pelajaran yang bisa aku ambil bahwa “Kegagalan bukanlah lawan dari kesuksesan tapi kegagalan adalah jalan menuju kesuksesan” jangan pernah berpikir , “Mengapa orang lain bisa?” tetapi brrpikirlah “ Mengapa kita tidak bisa seperti mereka ?”. Kakak mempunyai prinsip bahwa,  “Prestasi bukanlah suatukebetulan dan impian tidak akan pernah menjadi kenyataan tanpa kerja keras”

Bhayangkara Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang