2. Jemputan di bandara

0 0 0
                                    

Setelah acara kelulusanku di sekolah, kami mengadakan makan malam bersama di rumah. Mama membuat berbagai macam makanan kesukaan keluarga kami. "baiklah, semua makanan ini dibuat oleh tanganku sendiri. Tapi, satu hal yang tidak bisa aku buat. Aku takut bila membuatnya sendiri, malah menjadi berantakan.." kami tertawa kecil. "Maddie, bawakan kue yang tadi kita beli."

Madison berjalan ke dapur dan kembali dengan membawa kue cokelat yang lumayan besar untuk keluarga kecil ini. "astaga, kue cokelat! Tapi ini besar sekali, Ma."

"tenang saja. Papa yakin kau mampu menghabiskannya." kami semua tertawa. Aku memang ahlinya dalam memakan kue cokelat.

Setelah kami berdoa, kami makan hidangan pembuka, hidangan utama, hingga hidangan penutup. Papa mengambilkan potongan kue terbesar untukku. "itu terlalau besar, Papa." kataku protes.

"tidak apa..." Madison mengambil potongan kecil di kueku. "akan ku bantu kau menghabiskannya." kami kembali tertawa malam itu.

"baiklah, semuanya. Papa ingin berbicara sebentar..." lalu suasana tiba-tiba hening. "aku sangat bangga karena Beansie lulus dengan nilai yang sangat baik. Beansie juga tidak pernah berulah di sekolah. Aku bangga karena Beansie bisa menjadi anak yang baik di keluarga ini. Aku dan Mamamu sudah berbicara mengenai pendidikan yang akan kau lanjutkan setelah ini. Mama bilang, kau ingin melanjutkan pendidikan di Los Angeles. Bukan begitu, Bean?" aku mengangguk tersenyum. "kau ingin kembali bertemu dengan si Kembar itu, kan?" aku menatap wajah Mama. Dia tersenyun menandakan memang ia yang berkata itu semua kepada Papa. "Beansie, aku sangat ingin melihatmu bahagia. Kami juga berusaha sedemikian rupa agar kau mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tapi, dengan berat aku mengatakan..."

Aku tau. Papa tidak mungkin mengirimku ke LA untuk melanjutkan pendidikan. Apalagi alasan lainnya aku ingin bertemu Grayson dan Ethan. Aku tertunduk seolah mengetahui apa yang akan Papa katakan selanjutnya.

"aku mengizinkan Kau melanjutkan sekolah ke Los Angeles." lanjut Papa.

Aku menatap Papa dengan tatapan haru. Aku terloncat dari kursiku dan memeluk Papa erat-erat.

"terima kasih Papa. Ya Tuhan. Aku tidak percaya kau akan mengizinkanku. Aku mengira kau akan mengatakan yang sebaliknya." aku menangis haru.

"kami ingin kau memilih jalan hidupmu sendiri, Beansie. Jika memang kemauanmu itu baik, kami akan mewujudkannya." ujar Mama yang menghampiri aku dan Papa yang sedang berpelukan.

"jika Beansie di izinkan kuliah di LA, apakah aku akan di izinkan juga untuk sekolah di Paris?" tanya Madison.

"apa yang tidak untuk kedua putri kecilku..." jawab Papa. "kemarilah Maddie." kami berpelukan dengan hangat pada malam itu.

*beberapa bulan kemudian*

Mama, Papa dan Maddie mengantarku ke bandara pagi itu. Seketika, suasana berubah menjadi haru. Aku akan merindukan mereka. Dan dari hati kecilku, aku berharap bahwa Maddie akan ikut kesana bersamaku. Bagaimanapun juga, Maddie yang menjadi sahabatku dari kecil hingga seperti saat ini. Sekarang ia sudah kelas 2 SMA. Kami akan sangat jarang bertemu setelah ini. Apalagi dia juga memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolahnya di Paris.

Setengah jam lagi pesawat keberangkatanku akan terbang menuju LA. Perjalananku akan di tempuh dalam waktu sekitar 5 jam 20 menit. Cukup lama bukan?

Aku berpamitan kepada keluarga kecilku. "kabari kami setelah kau sampai, Bean." aku mengangguk lalu melambaikan tangan. Inilah saatnya aku untuk memulai cerita baru.

Sebelumnya aku sempat berfikir untuk mengubungi Grayson. Memberi tahunya bahwa aku akan tinggal disana selama beberapa tahun. Berkali-kali aku menulis pesan, lalu menghapusnya. Mungkin aku sudah melakukan ini beberapa kali. Tapi ku urungkan niatku. Aku ingin melupakannya, tidak ingin mengganggu waktunya.

Sesampainya aku di LAX, handphoneku berdering, Ethan?
Aku kebingungan. Dengan gemetar, aku menggeser layar handphoneku dan menjawab telefon darinya. "Bean?kau sudah sampai?" aku sadar bahwa itu suara Grayson, bukan Ethan.
"i..iya, aku.."
"aku sudah di bandara untuk menjemputmu. Masih ingat dengan wajahku kan?"
"iya aku masih ingat. Baiklah. Aku sedang menunggu koperku datang."

Ada sedih dan haru yang menyelimuti perasaanku. Aku harus bagaimana? Setelah satu tahun dan hampir 6 bulan kami tidak saling berkomunikasi. Bagaimana dia tahu aku disini.

Pada Akhirnya aku bertemu dengan si kembar favouriteku. Mereka menjemputku bersama dengan seorang gadis di dalam mobil. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya ke arahku. Apakah itu pacar Grayson?

Grayson memelukku dengan erat. Begitu juga Ethan. Grayson memelukku cukup lama, rasanya begitu hangat. "kau dingin sekali, Beanie." ujarnya.

"mungkin akan lebih baik jika kita bisa meminum sesuatu yang hangat. Ayo, masuklah ke mobil." ujar Ethan.

Gadis ini terlihat masih sangat muda. Ia duduk bersama Ethan di depan. "hai, aku Emma. Senang bertemu denganmu. Grayson dan Ethan banyak bercerita tentangmu." ujarnya. Oh, gadis itu Emma.

"hai, Emma. Senang bertemu denganmu. Aku pernah melihatmu di salah satu video yang.. Kalian buat." aku tertawa kecil.

"kau melihat kami? Dimana?" tanya Grayson.

"instagram, vine, youtube..." jawabku. "memangnya dimana lagi?"

"tapi aku tidak pernah melihatmu memberikan komentar di setiap postingan kami. Aku kira.. Kau sudah lupa."

"tentu saja tidak lupa!" seruku disertai suara tawa yang samar. "kalian berdua sangat keren, maksudku kalian semua."

"terimakasih, Beanie." Ethan menyahut. "kau mau makan apa, Bean?"

"aku belum lapar, Ethan."

"McDonalds sepertinya enak." saran Grayson.

"Junk Food lagi? Oh yang benar saja. Aku hanya butuh kopi saat ini." ujar Emma.

"kau sudah minum kopi tadi pagi, Em... " Ethan melirik Emma sekilas. " kita pesan yang lain saja.

Setelah pembicaraan itu keadaan mobil hening. Grayson menggenggam tangan di pangkuanku. "aku senang bisa melihatmu." kemudian ia bercerita bagaimana dia bisa tahu aku akan tinggal di LA. Papa berbicara kepada orang tua Grayson, dan mereka menyampaikan kembali kepada anaknya. Papa meminta agar Grayson memberikan kejutan untukku. Dan meminta untuk mencarikan tempat tinggal dekat kampusku. "mengapa kau memilih untuk kuliah disini?"

"aku ingin mencoba hal baru." jawabku.

"kukira agar kau bisa kembali dekat denganku." aku menoleh kearah Grayson yang tengah menatapku dan tersenyum. Aku memukul pelan lengannya.

Kau benar Gray, tapi aku malu untuk mengatakannya.

Kami membeli McD untuk di bawa pulang. Tujuan kami sekarang ke apartemen dimana Emma tinggal. Grayson dan Ethan membawakan semua koperku. Baik sekali bukan?sedangkan aku dan Emma berjalan lebih dulu di depan mereka. "ngomong-ngomong. Kau juga akan tinggal disini, Bean. Tapi kita akan berbeda beberapa lantai." ujar Emma.

Aku terkejut. Bagaimana bisa Papa membayar sewa apartemenku. Aku rasa, apartemen ini terlalu elit. Aku berfikir 2 kali untuk tinggal disini. "benarkah? Menurutku, apartmen ini terlalu besar. Aku pindah ke apartemen lain saja."

"Papamu sudah membayar setahun penuh untuk apartemen ini, Bean." kata Grayson.

Astaga, apakah aku terlalu memberatkan Papa untuk hal ini?

"baiklah, tidak perlu di pikirkan, Bean. Lebih baik kau makan, setelah itu beristirahat. Aku tau kau pasti lelah." ujar Grayson. Aku tersenyum pelan.

Kini aku berada di dalam apartemen milik Emma. Gray dan Ethan pulang apartemennya, dan berjanji akan kembali kesini saat makan malam tiba.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

How To Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang