Prolog

1.7K 245 59
                                    

Mark selalu berbuat dan berpikir semaunya; pernah memiliki persepsi kalau setiap orang yang menggerakkan tubuh, memainkan raut wajah hingga menjadi buruk rupa, melengkingkan nada yang memekakkan telinga adalah pekerjaan orang gila.

Tetapi, pengecualian untuk pemuda di atas panggung sana.

Dia membuka mulutnya lebar, namun yang keluar dari bilah merah tersebut adalah lantunan melodi surga.

Dia memainkan raut wajahnya dengan ekspresif, namun yang ditangkap oleh Mark adalah ciptaan Tuhan yang terindah baginya.

Dia menggerakkan seluruh anggota tubuhnya—namun bukannya malah seperti cacing kepanasan; gerakannya kuat, lembut, dan penuh perasaan.

Di malam yang indah itu, tepat pada akhir bulan ketiga, Mark Lee dinyatakan telah jatuh cinta.

.

.

.

.

.

.

"Aku bisa gila."

"Kau memang gila, Mark."

Mark, pemuda blasteran Korea-Kanada tersebut mendecakkan lidahnya keras-keras. "Diam, Jen. Astaga, kira-kira dia anak kelas berapa, ya?"

Mendengar racauan Mark, Jeno tersenyum miring. "Makanya, jangan terlalu sering berdiam diri di perpustakaan. Anak selucu dia masa kau tidak kenal, sih?"

"Hah! Memangnya kau kenal dia?"

"Tentu saja," Mark seperti melihat lubang hidung sahabatnya itu mengembang dan mengempis, tanda sombong yang menyebalkan. "Si manis yang kau sukai itu adalah sahabat Jaemin, bodoh."

Mark mengernyitkan hidung bangirnya. Dia malah menangkap bagian yang tidak penting. "Uhh, aku tidak bilang kalau aku suka. Hanya penasaran saja," sangkalnya.

"Bah!" Jeno menuding Mark, mencemooh si kakak kelas yang cupu. "Lihat! Pipimu memerah!"

"H-hah? Tidak, kok! Mana, mana?" Mark yang panik sontak meraba-raba wajahnya—sampai kacamata bulatnya nyaris terjatuh—tetapi si empunya tidak merasakan panas sama sekali. Matanya mengerling sinis menatap Jeno, yang sedang terbahak-bahak dan nyaris menabrak salah satu murid di dekat mereka.

"Aduh, Mark Lee," Jeno menghapus setitik air mata imajinernya dengan dramatis. "Kau benar-benar cupu, bro."

"Shut the fuck up, you coward," umpat Mark selagi bibir tipisnya maju beberapa sentimeter. "Aku tidak ingin dihina oleh seseorang yang malah memendam rasa pada orang yang sudah punya kekasih."

"Hei, cinta datang tanpa tahu waktu, Lee!" Jeno mendelik, tanda protes. "Dan seorang cupu sepertimu seharusnya tidak boleh berkata kotor!"

Alis kanan Mark terangkat sinis. "Bah! Orang-orang memanggilku 'cupu', tetapi nyatanya kita sama saja, tuh. Selalu membaca buku bukan berarti aku si kutu buku pengecut yang kerjaannya hanya diam saja kalau dilempari apel mentah!"

Mendengar perkataan Mark, tiba-tiba bulu kuduk Jeno meremang dalam sekejap. Memang, Mark Lee terkenal sebagai si cupu pendiam yang kerjaannya hanya membaca buku saja. Namun, dia bukanlah seorang anti-sosial. Mark memang lebih suka ketenangan dan membaca buku di pojokan, itu bukan berarti dia adalah sosok kutu buku di film yang tidak memiliki banyak teman.

Mark Lee adalah lelaki tampan berkacamata bulat yang suka keheningan. Gemar tertawa karena hal remeh dan merupakan sosok pemuda yang tidak ada lucu-lucunya sama sekali. Si pecinta semangka yang memiliki kegemaran bermusik tinggi—handal memainkan gitar, bernyanyi maupun melakukan rapp. Meskipun dia senang bermain basket dan sepak bola, tetapi Mark tetap betah berkelut di bawah kukungan selimut hangatnya.

Pemuda blasteran itu juga jago berkelahi, lho! (Bermodalkan setumpuk film action, Mark berhasil menghajar sekelompok orang yang melemparinya dengan sebuah apel mentah.) Tubuhnya juga semampai dan memiliki wajah yang tampan. Sayang sekali, kacamata bulat dan tatanan rambut yang selalu menutupi mata membuat Mark kerap kali dijuluki sebagai 'si culun'.

"Tidak," Jeno bergidik ngeri. "Tidak usah aneh-aneh. Aku tidak mau ada yang kena patah tulang la—"

"LEE DONGHYUCK! KEMBALIKAN SEPATUKU, KEPARAT KECIL!"

"HAH! KALAU AKU ADALAH SEORANG KEPARAT, MAKA KAU PASTI ADALAH ORANG TERTOLOL SEPANJANG MASA, NA JAEMIN!"

"SIALAN!"

Ucapan Jeno terhenti begitu saja. Di persimpangan koridor depan mereka, ada dua pemuda yang tengah berlari kencang. (Mereka menabrak sebagian murid yang turut berlalu-lalang di koridor.) Salah satu pemuda tersebut memiliki surai berwarna merah muda. Keningnya yang terpampang nyata nampak berkilat karena keringat. Dia hanya memakai satu sepatu saja, karena—tentu saja pemuda di depannya adalah pelaku pencurian sepatu miliknya.

Si pencuri menghadap ke belakang, tersenyum lebar yang ditujukan kepada si korban. "Coba ambil kalau kau bisa, Nana!" Kemudian sosok itu melesat jauh menuruni tangga dengan cekatan.

Na Jaemin, pemuda yang menjadi korban kejahilan sahabatnya tersebut mendecakkan lidahnya keras-keras. "Hah! Baiklah kalau itu maumu!" Lalu dia pun menyusul Donghyuck—si pencuri—sembari berteriak keras. Suara mereka yang bersahut-sahutan terdengar semakin samar, kemudian menjadi hening seperti sediakala.

Jeno mengedipkan mata pelan-pelan. Pemandangan Jaemin yang berkeringat di depan matanya tentu saja tidak akan ia sia-siakan. "Woah, Jaemin. Dia terlihat seksi sekali kalau berkeringat, ya," Pemuda tersebut menoleh ke arah sahabatnya. "Ngomong-ngomong—hei, Mark?!"

Di sebelahnya, Mark Lee kini tengah tersenyum lebar. Pipinya bersemu lucu, sedangkan manik kembarnya berbinar terang. Tak lama kemudian, kepala itu bergerak menghadap ke arah Jeno. Sedangkan Jeno, yang tidak pernah melihat Mark seperti itu lantas menelan ludahnya dengan susah payah.

"Jen, itu dia bidadariku. Namanya Donghyuck, ya. Manis, hehehe."

"Bidadari kepalamu!"

Di pertengahan semester pertamanya pada jenjang akhir sekolah menengah atas, Mark Lee menemukan tambatan hatinya.

Jangan terlalu banyak berharap, karena ini hanyalah kisah klasik tentang Mark Lee, si pemuda berkacamata bulat yang kaku dan Lee Donghyuck, si penyanyi manis yang gemar berbuat onar di sekolah.

.

.

to be continued

.

.

[A/N]

Halo, halo!

Jadi aku bikin fic baru, fluff nih. (Yah, bidangku yang sebenernya, sih.)

Nah karena jadwalku makin sibuk, jadi mungkin Epoch bakalan dipending dulu soalnya temanya agak berat. Manusia gak berotak kayak aku kalau mikir kudu semedi dulu, bruh. Makanya aku bawain fic yang enteng-enteng dulu, lah.

Aku gak bakalan capek ngomong makasih banyak buat yang udah support semua ceritaku:* Tanpa kalian, aku hanyalah udang tanpa otak.

Nggak nyambung, kayak yang bikin.

Anyway, semoga kalian nikmatin cerita-ceritaku—yah, terutama cerita ini! See yaa~

p.s; sekadar info aja, sifat markhyuck nggak jauh-jauh dari real life, kok!

Hello, You Beautiful Thing • MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang