Just Wanna Touch You

524 51 25
                                    

Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto

Just Wanna Touch You © Black Hat

Warning: OOC, oneshoot, typo(s), AU, ide pasaran, bertele-tele, abal dan masih banyak lagi kekurangan lainnya di dalam fic ini.

A/N: Jika ada kesamaan cerita itu bukanlah kesengajaan. Plot fic ini murni punya saya dan jika menemukan kesamaan dengan cerita lain, mohon dikonfirmasi ke saya yah. Hope You like, Minna ^^
.
Don't like, don't read.
.
.
“Mau sampai kapan kau terus-terusan melajang seperti ini, Sasuke? Kau lihat, keriput di wajah okaa-san makin banyak. Okaa-san tidak mau berpenampilan jelek di pernikahanmu nanti.”

Uchiha Sasuke, 28 tahun, berprofesi sebagai CEO di salah satu perusahaan keluarganya, Uchiha Group sedang melahap nasi goreng buatan sang ibunda tercinta. Seperti biasa, ia dan ibunya akan melakukan ritual pagi dengan sarapan bersama-biasanya ayahnya juga akan bergabung namun semenjak tiga hari lalu kepala keluarga Uchiha itu sedang berada di luar kota-di rumah utama mereka. Bukan hanya sarapan, namun ceramah tentang ‘pernikahan’ telah menjadi ritual hariannya selama lima bulan terakhir ini.

Hal itu bermula ketika sang kakak, Uchiha Itachi telah memberikan ibunya seorang ponakan imut nan cantik dan teman sekaligus sahabatnya, Uzumaki Naruto telah menikah dua bulan yang lalu. Akibat dua kejadian ‘tragis’ itulah ibunya mulai sering merecokinya tentang pacar, istri, anak, cucu bahkan dengan teganya ibu yang begitu ia cintai menuduhnya seorang gay.

Oh ayolah, ia lelaki tulen. Ia masih memiliki ketertarikan dengan seorang wanita, dengan apa saja yang di ‘miliki’ oleh makhluk bergender perempuan. Masih suka membayangkan bagaimana lekuk tubuh sintal-oke stop! Ia tidak ingin berpikiran kotor di pagi yang cerah ini. Yang jelas ia masih normal. Sama sekali normal. Hanya saja ia belum menemukan wanita yang mampu menggetarkan hatinya-begitu kata Itachi.

Dicerocos dengan permintaan yang sama membuat bungsu Uchiha ini diambang batas kesabarannya. Pagi-pagi ia telah mendapat sarapan berupa ceramah singkat tentang pentingnya sebuah pernikahan, siangnya ia akan menghadapi para karyawannya yang selalu saja berhasil mempermainkan emosinya, dan malamnya ia kembali mendengar ceramah dari sang ibu, bahkan terkadang kakak tercintanya itu menemui dan meneleponnya hanya untuk memberikan list nama-nama wanita single cantik dan seksi kepadanya. Begitu seterusnya. Layaknya sebuah siklus metamorfosis tumbuhan yang terus menerus berulang, siklus kehidupan pria mapan ini hanya berkisaran seperti itu. Membosankan? Ya. Memancing emosi? Ya. Menguji kesabaran? Tentu saja!

“Jadi, cepatlah cari pacar dan perkenalkan pada okaa-san. Ingat, pacarmu harus perempuan, jangan pernah bermimpi untuk membawa seorang pria ke rumah ini.”

Sasuke menghela napas. “Iya, okaa-san. Aku akan mencari pacar dan memperkenalkannya padamu. Dan iya, aku jamin pacarku adalah wanita tulen,” ujar Sasuke yang sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini. Ia berusaha setenang mungkin, berusaha untuk tidak merusak mood-nya pagi ini hanya karena masalah ‘pernikahan’.

“Tapi kapan? Kau selalu berjanji seperti itu tapi tidak pernah menepatinya,” Uchiha Mikoto mulai tersulut emosi. Ia menatap tajam putra bungsunya berharap dengan itu Sasuke akan mendengarkannya dengan sungguh-sungguh.

“Iya aku akan lebih berusaha lagi.”

“Berusaha bagaimana? Kau bahkan sekalipun belum pernah membawa seorang gadis ke rumah ini! Apa jangan-jangan kau ini gay?”

Sudah, cukup. Ketenangan yang berusaha ia pertahankan sedari tadi hancur sudah. Akhir-akhir ini ia sangat sensitif dengan kata gay dan sejenisnya, membuat harga dirinya serasa terinjak.

Mood-nya sekarang benar-benar menjadi nol. Ia tidak berminat melanjutkan makannya dan ingin cepat-cepat menjauh dari ibunya untuk sementara waktu.

“Aku selesai,” ujar Sasuke seraya beranjak dari meja makan. Melihat itu Mikoto mendelik dan menahan tangan putranya. “Kau mau ke mana?”

“Aku langsung ke kantor, okaa-san.” Sasuke melepaskan tangan ibunya perlahan dan langsung berlari ke arah kamarnya untuk mengambil kunci mobilnya.

Wajah Mikoto sontak berubah horor melihat tingkah Sasuke yang langsung pakai acara ‘kabur’ begitu ia menyinggung masalah gay.

Apa jangan-jangan putra kesayangannya itu benar-benar tidak normal?
.
.
.
Sasuke langsung menghempaskan badannya di ranjang king size miliknya begitu ia mengunci pintu kamarnya. Pikirannya sekarang kalut. Apa yang harus ia lakukan agar ibu, kakak dan orang-orang disekitarnya berhenti menceramahi soal pernikahan?

Ia harus menikah.

Ya, hanya itu satu-satunya cara yang bisa meredakan desakan sang ibu. Tapi dengan siapa!?! Mencari wanita yang akan dijadikannya istri itu tidak seperti menandatangani kontrak tender berisi anggaran milyaran yen. Wanita itu harus sesuai kriteria Uchiha muda ini, harus bisa beradaptasi dengan kehidupannya dan yang terpenting harus bisa menggetarkan hatinya.

“Argh,” Sasuke meremas rambut raven-nya, tingkah yang akan ia lakukan jika sudah mengalami kebuntuan dalam masalah yang ia hadapi.

Onyx-nya menatap langit-langit kamarnya. Memikirkan apa yang sebaiknya ia lakukan sekarang. Pergi ke kantorpun rasanya percuma. Yang ada kepalanya menjadi makin sakit dan ia yakin itu sama sekali tak membantu. Siapa yang sering ia hubungi jika keadaan genting seperti ini?

Inuzuka Kiba.

Asisten pribadi yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri. Selama ini pria yang memiliki lima ekor anjing dirumahnya itulah yang selalu membantunya mencari jalan keluar maupun hanya berupa saran yang walau tak selalu mulus namun cukup membantunya.

Jemarinya merogoh kantong celananya, mencari ponsel pintarnya dan begitu ia menemukan benda berbentuk persegi panjang berwarna biru tua itu ia langsung menekan speed dial untuk bisa tersambung dengan asistennya.

“Halo, Kiba?”
.
.
.
Salah satu stasiun kereta di Tokyo hari ini nampak ramai dikunjungi oleh para penumpang yang datang dari segala penjuru arah. Selain warga lokal, beberapa turis nampak hadir untuk bepergian menikmati beberapa tempat yang ada di Jepang. Musim semi memang menjadi musim liburan yang menyenangkan bagi para turis yang ingin menikmati bunga sakura yang bermekaran secara langsung.

Salah satu dari sekian ratus penumpang tersebut adalah Sasuke. Setelah meminta nasehat dari Kiba, ia akhirnya berada di salah satu gerbong kereta tujuan Konoha, kota kecil berjarak kurang lebih 100 km dari Tokyo yang terkenal akan keindahan bunga sakuranya. Kiba memberikannya saran agar ia pergi berlibur di Konoha, selain untuk menenangkan pikiran, ia bisa juga untuk mencari jodoh katanya. Hah, dasar maniak anjing itu.

Dan disinilah ia. Hanya bermodalkan satu tas ransel yang berisikan beberapa lembar baju dan celana, dompet,  ponsel serta headphone ia nekat untuk pergi berlibur tanpa mengucapkan sepatah katapun untuk izin pada sang ibu. Mungkin ia akan menghubungi ibunya saat ia telah sampai.

Ia memilih tempat duduk di samping pintu. Dan ya, ia disarankan memilih kelas ekonomi oleh Kiba agar katanya ia benar-benar bisa merasakan yang namanya liburan ala rakyat sederhana, tidak seperti dirinya yang tiap bepergian harus berada di kelas bisnis atau eksekutif.

Just Wanna Touch YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang