01

10 0 0
                                    

🌛1

"Mamaaa."

Seorang gadis memasuki rumah dengan tangisan kencang. Masih memakai seragam sekolahnya, putih dan biru tua, dengan tas yang ia seret di lantai.

Pipinya yang dihiasi jerawat dan jepit rambut pink terpasang manis di rambut panjang hitamnya menunjukkan bahwa gadis itu masih menginjak masa SMP.

Dengan tangisannya yang mungkin saja sampai di dua atau tiga rumah setelah rumah sederhana mereka, seorang wanita datang dengan tergesa-gesa tanpa mempedulikan  celemek dan spatula di tangannya.

Diapun mendapati putri tersayangnya di tengah-tengah pintu tengah menangis, dan acak-acakan tentu saja.

"Ya ampun, Nevada. Kamu kenapa? Sini masuk."

"Mama." Nevada, dengan suara manja, terus menangis tersedu-sedu. Dia melemparkan asal tasnya, lalu menendangnya. Juga sepatu miliknya yang dilepas asal dan melemparnya sampai mengenai aquarium kura-kura besar di tengah ruang tamu.

"Astaga, Nevada! Kamu kenapa, sih? Cerita sini sama mama."

Wanita itu membimbing putrinya agar duduk di sofa. Namun setelah duduk di sofa, Nevada masih  melanjutkan menangisnya.

Butuh waktu sekitar tiga menit untuk wanita itu bersabar menunggu Nevada berhenti.

"Aku diputusin, ma." Nevada berujar lirih. Lalu dia merunduk setelah mengatakan itu.

"A-apa?"

"Hih, aku diputusin ma."

Tanpa disangka, Wanita itu menepuk keras punggung Nevada hingga gadis itu mengaduh dengan kencang. Dia mengusap-usap punggungnya yang kini terasa panas.

"Ih, sakit, ma!" Ujarnya sambil sedikit berteriak. Nevada menatap wanita itu dengan sedikit takut-takut karena wanita itu melotot padanya. Terlebih saat ini wanita itu berdiri dengan kedua tangannya di pinggang.

"Kamu" sambil menunjuk pada Nevada memakai spatula, "Nangis meraung-raung, lempar tas sama sepatu sampai kena aquarium kesayangan Papa, cuma karena diputusin pacar?!"

Nevada mengerang, dia mulai merasakan aura-aura tidak menyenangkan di sini.

"Ya ... gitu. Kenapa, sih, Ma. Harusnya aku tuh dihibur! Bukannya diginiin."

"Nevada." ujar Mama dengan suara tertahan, dan sedikit marah, "Kamu itu baru kelas 9 SMP! Masih–"

"Ya ampun, ibu! Marahnya nanti saja, itu masakannya gosong, bu."

Kedua perempuan itu menoleh ke arah seseorang wanita muda yang tengah menggendong seorang bayi, yang baru saja berasal dari dapur. Seakan menyadari sesuatu, Mama menepuk jidatnya dan segera berlari ke arah dapur diikuti Mbak yang sebelumnya menatap sekitar, fokus utama tas dan sepatu Nevada. 

Kini tinggal Margaretha di ruang tamu. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa kemudian menangis kembali. Kaki-kaki tidak tinggal diam, terus menendang-nendang udara untuk meluapkan kekesalannya.

"MARGARETHA!"

Gadis itu berhenti menangis, memberengut sebal dan berjalan ke kamar dengan menendang barang di lantai menuju kamarnya di lantai dua.

🌛🌚🌜

MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang