Lelaki itu menunggu dalam diam di depan sebuah nisan yang kini dipenuhi bunga-bunga indah. Matanya terpaku, bibirnya kelu, tangannya membeku sambil memegang seikat bunga matahari yang dirangkai indah.
Bunga yang, selalu menjadi favorite'nya'.
Isakannya perlahan terdengar. Sedikit demi sedikit terdengar semakin kencang. Dia, yang tidak pernah menangis kini terduduk sambil terus terisak. Menangisi dirinya sendiri. Menangisi kebodohan yang dulu dia perbuat.
Lama dia duduk tanpa bergerak. Tempat itu begitu sepi, hanya ada hembusan angin yang perlahan menerpa rambut pirangnya. Tangannya yang membeku terulur untuk menyimpan bunga yang sedari tadi dia pegang dengan erat. Masih terisak, seolah dia tidak tega melepaskan bunga itu dari tangannya.
Angin lagi-lagi berhembus. Namun dia tidak mengigil sama sekali. Wajahnya masih terlihat hancur, perlahan mengusap nisan itu dengan penuh kelembutan.
"Kau tidak ingin memberiku kesempatan kedua?" tanya lelaki itu lirih. Suaranya bergetar, tangannya yang pucat dia gunakan untuk mengelus nisan itu terus-menerus.
"Aku...." nafasnya tercekat. Dia tidak bisa melanjutkan kalimat selanjutnya. Bibirnya kelu, bukan karena membeku. Tapi karena hatinya tidak mampu untuk mengaku.
Matanya menatap kosong. Tubuhnya lemas, dia menyerah. Bingung harus melakukan apa lagi.
"Maafkan aku...." lirihnya pelan.
"......Lael"
-
-
Mata Noel terbuka dengan cepat saat pagi hari datang menjemputnya. Dia melompat dari tempat tidur, bersiap dengan cepat lalu turun untuk sarapan bersama dengan keluarganya.
Dan selingkuhan cantiknya.
Noel menuruni tangga dengan semangat. Tidak biasanya dia seperti ini, berjingkrak ria sambil bersenandung pelan. Membuat beberapa pelayan merasa mereka harus membasuh wajahnya lagi agar ilusi Tuan Muda mereka yang bahagia menghilang untuk secepatnya.
Namun Noel tidak peduli. Dia tetap turun dengan cepat, menatap wajah istrinya yang menunduk dengan senyuman.
"Pagi Lael" sapanya pertama. Membuat lelaki itu terkejut. Menatap Noel lama, dengan raut wajah yang lucu sekali menurut Noel.
Berapa lama dia tidak melihat wajah polos itu? Ah, rasanya senang sekali masih bisa melihat ekpresi manisnya di masa ini.
Namun berbanding terbalik dengan ekspresi berseri-seri Noel, kedua orang lain yang juga makan disana malah menampilkan wajah terkejut.
"Noel, kau baik Sayang?" Nyonya Fey, yang tidak mengerti apapun akhirnya bertanya.
Noel terdiam. Ah ya, dia tidak boleh terlihat terlalu mencurigakan. Wajahnya kembali mendatar, sedikit tersenyum ke arah Ibunya.
"Aku baik Ma. Hanya ingin menyapa penganggu rumah ini saja" ujar Noel santai. Diam-diam dia mengintip ekspresi Lael, yang tersenyum dalam hati terlukanya. Dia bahkan hanya diijinkan makan nasi dengan telur, sekalipun di meja makan terdapat begitu banyak makanan enak yang terlihat menggiurkan.
Hati Noel rasanya tercubit. Jadi beginikah yang dia lakukan pada Lael setiap hari? Menyiksanya?
Noel rasanya ingin menangis dan bersujud minta maaf saja sekarang.
"Hei! Apa yang kau lakukan?! Kita hampir beres makan, kenapa kau tidak segera membuatkan kami minuman?!"
Pikiran Noel terganggu dengan suara bentakan itu. Selingkuhan cantiknya, Siva menggebrak meja makan dan menatap garang Noel. Yang segera menundukan kepalanya dan pergi ke dapur meninggalkan makanannya yang terlihat sekali baru dimakan sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Oneshot] Snowdrop (boyxboy)
Short StoryNoel hanya ingin satu kesempatan kedua. Untuk mendekapnya, Untuk menciumnya, Untuk mengatakan, berapa Noel mencintai pria manis itu.