5

996 223 3
                                    

Semakin hari, semua perilaku Hyunjin semakin tidak masuk akal menurut Seungmin. Hyunjin seakan mengalami amnesia, namun tidak sepenuhnya. Pemuda itu tidak jarang melupakan hal-hal kecil.

Contohnya adalah saat ini, bagaimana  dengan polosnya pemuda itu mengatakan bahwa dia lupa cara mengikat tali sepatu yang benar.

Hyunjin tidak ingat dengan hal sesepele itu.

Dan Seungmin masih tidak tahu ada apa dengannya.

"Hyunjin, masa mengikat tali sepatu saja kau lupa?! Seriously, Hwang?! Astaga,"

Alih-alih tersinggung, Hyunjin justru menyengir lucu. Membuat helaan nafas kembali lolos dari bibir yang lebih muda.

"Lupakan. Jadi, kenapa datang kesini malam-malam? Kau--" ada jeda sejenak, "--tidak khawatir akan tersesat, lagi?" tanyanya kemudian, dengan sedikit ragu tentunya.

"Paman Jang yang mengantar, jadi aku tidak perlu khawatir. Dan, tujuanku kesini adalah, tentu saja untuk belajar bersamamu! Ujian dua minggu lagi, ingat?" ujarnya ceria, dengan tangan yang sibuk melepas sepatu dari kedua kakinya, lalu meletakkannya asal di balik pintu kamar Seungmin.

Bicara tentang ujian, tentu saja Seungmin tidak bisa melupakan tentang kegiatan terkutuk itu. Bahkan kepala si pemuda Kim terasa seperti akan meledak saja hanya dengan mengingatnya. Ya, meskipun intensinya berkurang sedikit karena kejadian malam itu, tapi tetap saja ia masih memikirkannya.

"Yeah, I remember it," tutur yang lebih muda. Ia menghela nafas, sedikit lupa tentang dirinya yang beberapa menit lalu sibuk dengan apa yang harus ia lakukan jika bertemu Hyunjin.

Seungmin kembali menempel pada permukaan kasurnya, melambaikan tangan kanannya, memberikan gestur menyuruh Hyunjin untuk duduk juga.

"Kita mau belajar apa dulu nih, Jin?"

Seungmin bertanya, tapi matanya sibuk mencari-cari objek lain untuk dipandang. Apapun itu asalkan bukan wajah tampan Hwang Hyunjin. Seungmin masih belum bisa menghilangkan bayang-bayang malam itu begitu saja. Tapi, sepertinya Hyunjin tidak. Ia bersikap biasa saja seolah malam itu tidak pernah ada, dan kejadian itu tidak pernah terjadi.

Seungmin sampai tidak bisa tidur hanya karena itu, tapi yang menjadi penyebabnya bahkan masih bersikap seperti biasa?

Seungmin ingin lenyap saja dari kehidupan ini.

Sebenarnya, Seungmin ingin sekali bertanya tentang itu. Sungguh, ia masih penasaran dengan alasan yang dimiliki sang sahabat sampai melakukan hal tersebut. Tapi, ia terlalu malu, bahkan hanya untuk sekedar membahasnya. Bagaimana jika itu hanya sebuah bentuk sayang diantara sahabat?

Memikirkannya lagi hanya membuat kepala Seungmin terasa berputar. Ia memijat pelipisnya pelan, dan itu mengundang tatapan cemas dari pemuda di depannya.

"Seungmin, what's wrong?"

Yang lebih muda tersentak, lalu menggeleng kecil.

"Nope. Hanya saja, aku sedikit lelah. Malam itu benar-benar melelahkan,"

Ups, apa yang baru saja Seungmin katakan? Bagaimana jika Hyunjin menyadari apa yang sedari tadi dipikirkan olehnya? Bagaimana jika Hyunjin tiba-tiba membahas kejadian malam itu? Seungmin rasa dirinya sudah gila karena terlalu banyak berpikir.

Tapi, kekhawatiran Seungmin bagaikan menguap begitu saja bersamaan dengan udara malam ini, tepat setelah si pemuda Hwang mengernyit dan mengatakan sesuatu yang membuat Seungmin semakin masuk ke dalam ketidak tahuannya.

"Malam itu? Malam yang mana?"

Satu pertanyaan, dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat kepala Seungmin seperti tersengat listrik. Seriously, Hwang Hyunjin tidak ingat dengan malam itu? Malam dimana ia sendiri yang meminta Seungmin untuk menjemputnya, lalu mereka pergi bersama ke festival kembang api. Dan kejadian dimana pemuda itu menciumnya, tepat di bibir, Hyunjin benar-benar lupa?

Seungmin tidak bisa berkata apapun. Ia bingung, sangat. Otaknya sama sekali tidak menemukan titik mana yang salah dengan diri sang sahabat hingga melupakan hal yang menurutnya sangat besar itu. Seungmin tidak memahami Hyunjin, tidak sama sekali.

"Jin, malam itu. Kita pergi ke festival kembang api, masa kau lupa?" tanya Seungmin, mencoba keberuntungan. Ia menerka, Hyunjin hanya sedang menjahilinya, dan jika itu benar maka Seungmin pastikan pemuda itu tidak akan tenang setelah ini.

Tapi yang ia dapat hanyalah gelengan polos dari pemuda Hwang. Hyunjin bahkan mengerjap polos, seakan meminta penjelasan.

Seungmin menghela nafas. "Serius kau lupa? Padahal baru kemarin, tapi sudah lupa? Kau itu memang pikun ya?"

Yang lebih muda kesal. Tidak seharusnya Hyunjin melupakan hal itu begitu saja. Seharusnya mereka berdua mengingatnya. Bukan hanya Seungmin, tapi Hyunjin juga.

Melihat Seungmin yang kesal begitu, membuat Hyunjin merasa bersalah, meski ia tidak mengetahui apa kesalahan yang telah ia perbuat hingga Seungmin merajuk. Hyunjin tidak mengingat apapun tentang malam itu, dan ia yakin itulah yang membuat Seungmin kesal.

"Maafkan aku, Seungmin. Maaf,"

Seungmin mencebik. "Untuk apa minta maaf jika kau saja tidak tahu apa kesalahanmu."

Seungmin bicara dengan ketus, dan Hyunjin sedikit tersentak akibatnya. Tapi, ia tahu jika itu juga karena kesalahannya. Maka dari itu, Hyunjin kembali berusaha membujuk Seungmin agar mau memaafkannya.

"Seungmin, aku memang pikun. Pelupa. Pemilik ingatan jangka pendek, atau apapun yang mau kau sebut, itu memang aku. But, please I'm sorry... sorry for making you disappointed,"

Seungmin ingin sekali melupakannya dan memaafkan Hyunjin, tapi egonya lebih besar. Ia mendengus, membuang muka, enggan menatap Hyunjin.

"Pulang sana! I'm not in a good mood to study with you." ujarnya final.

Membuat Hyunjin kembali tersentak. Dan berakhir dengan Hyunjin yang keluar dari kamar itu dengan seribu perasaan bersalah dan menyesal. Juga dengan setetes air dari matanya yang bahkan belum sempat mengalir karena sudah diseka terlebih dulu.

"Seungmin, I'm really sorry,"

𝗱𝗼𝗻'𝘁 𝗳𝗼𝗿𝗴𝗲𝘁. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang