Sebelum dimulai, di cerita ini shawn sama camila itu kea tony stark and pepper potts.
Lets get started.
.
.
.Gue, Shawn Mendes, anak dari Howard Mendes dan Maria Mendes. Kedua orang tua gue meninggal di kecelakaan mobil waktu gue umur 15 tahun.
Papa merupakan seorang ilmuwan yang terkenal. Gue dan papa nggak begitu deket, karena papa jarang banget di rumah. Selalu di labnya.
Sedangkan mama, dia asisten papa. Tapi mama lebih sering di rumah. Jadi, kalian bisa tahu gue lebih deket sama siapa.
Tapi ada hal yang bikin gue ingin berterima kasih sama papa. Dia nurunin kepinterannya buat gue.
Di umur 6 tahun, gue udah ngerancang mobil buatan gue. Dan umur 17 tahun, gue lulus kuliah di M. I. T atau Massachusetts Institute of Technology. Gue milih masuk situ karena ketertarikan dan keahlian gue di bidang mekanik dan teknologi.
Setelah itu, gue mulai mengoperasikan perusahaan papa yang sempet ditutup, Mendes Industry. Disana memproduksi berbagai macam senjata yang dijual di seluruh dunia.
Sekarang, di umur 21, gue menjadi pebisnis termuda yang sukses. Tapi kata orang, gue nggak patut untuk menjalankan perusahaan papa karena kelakuan gue.
Katanya, gue suka ngadain pesta yang liar, dan playboy. Memang gue suka pesta, tapi untuk bagian playboy, gue rasa salah.
Gue nggak playboy. Cewe - cewe aja yang suka deketin gue. Kadang ngajak gue pulang, kadang ngajak tidur. Masa mereka nggak gue layanin? Kasian nanti.
"Mr. Mendes."
"Udah berapa kali sih Mil, gue bilangin ke lo untuk panggil gue Shawn aja? Kita kan sepantaran. Gue merasa tua kalau dipanggil gitu."
"Uh, maaf."
Camila Cabello, asisten gue. Atau bukan? Umurnya sama kayak gue. Dia udah ikut gue sejak gue umur 18 tahun. It means, dari awal gue ngebangun perusahaan ini.
Gue nggak pernah anggap dia sebagai asisten. Dia selalu gue anggap sebagai sahabat. Selalu nemenin gue kapan pun itu.
Camila itu cantik, lo harus tau itu. Dan dia juga baik. Gue suka sama dia. Apalagi sama sifatnya yang lemah lembut dan dermawan. Karena dia juga, gue jadi cowo dermawan.
"Kenapa?"
"Lo nggak lupa, kan?"
"Apa?"
"Nanti malem, jam 7."
"Oh. Pestanya Charlie."
"Iya," kata Camila. "Jangan telat."
"Gue nggak janji, tapi gue usahain untuk nggak telat."
Gue lalu natap mata Camila. Memang, gue lagi benerin armor gue yang rusak.
"Itu, reactor lo kenapa?"
"Eh?"
Gue nunduk dan lihat reactor gue yang kedip - kedip. Kenapa ya? Sebelumnya nggak pernah gini.
Reactor ini gue dapatkan karena waktu itu mobil yang gue tumpangi di tembak oleh sekelompok gangster dan meledak. Beruntung, gue selamat. Cuma di jantung gue ada peluru yang kalau diambil, nanti bisa membunuh gue.
Gangster itulah yang masang arc reactor di dada gue, untuk menstabilkan jantung gue sementara. Tapi nyatanya, sampai sekarang masih gue pakai karena belum sempet gue operasi.
"Rusak kali, ya?" Tanya Camila.
"Coba gue lepas terus dibenerin."
"Eh, jangan. Nanti lo mati."