Itu....Tipe pekerja keras

14.7K 127 8
                                    

Panggil saja dia "ZUL!!!"

Kenapa??

"Biar lebih keren, lebih gagah." Zul beralasan ketika ditanya perihal nama panggilannya. Toh emak dan adik-adiknya tidak pernah mempermasalahkan nama panggilannya. Seluruh keluarga Zul yang terdiri dari Emak dan ke-4 adiknya, Salamah, si kembar Nina dan Nanik, lalu si bungsu Anna selalu memanggilnya dengan sebutan Zul. Ia suka panggilan itu, karna Zul tak ingin dianggap lemah dengan nama Zulaikha yang menurutnya terlalu feminim.

"Masak kepala keluarga kok lemah lembut, ya harus tegas dan tegar kayak Zul dong Mak, bukan Zulaikha. " Emak hanya tersenyum mendengar cerocos anak sulungnya yang lebih mengeksploitasi dirinya sebagai seorang lelaki pemimpin keluarga.

Memang semenjak kepergian Bapak ke Sulawesi enam tahun yang lalu segala beban keluarga diurus oleh emaknya sendiri, mulai dari menyiapkan uang belanja sehari-hari, membiayai sekolah kelima anaknya, dan membayar hutang-hutang yang ditinggalkan bapak kepada seorang rentenir kelas kakap dikampungnya.  Ah bapak entah masih hidup dan ingat keluarganya atau tidak beliau disana, kabar terakhir yang di dengar Zul dan emak dari Lek Tarom tetangganya yang baru datang dari Sulawesi, bapak sekarang telah beristri lagi dan bekerja di sebuah pabrik kayu. Tapi, ah biarlah bapak begitu, dari pada harus tinggal bersama emak dan anak-anaknya hanya akan menjadi benalu keluarga yang selalu membuat repot dan masalah saja. Nyaris tak ada yang merasa kehilangan bapak walaupun mereka tak menginginkan hidup berkeluarga tanpa seorang ayah.

Akhirnya Zul merelakan melepas kuliahnya yang baru di tempuh dua semester, demi memberi kesempatan kepada keempat adik-nya yang masih berada di jenjang sekolah.  Salamah duduk dikelas tiga Aliyah, si kembar Nina dan Nanik masih kelas dua SMP, dan si bungsu Anna masih kelas lima SD. Rasanya tak adil bila salah satu dari adik-adik Zul harus putus sekolah dan tidak sampai mengenyam bangku Aliyah atau SMA seperti yang dirasakan Zul, makanya Zul mengalah untuk melepas kuliah, lalu memutuskan untuk bekerja membantu emak membiayai sekolah adik-adiknya.

"Pokoknya pendidikan nomer satu. " Begitulah Zul selalu mengingatkan keempat adiknya agar selalu semangat dalam menuntut ilmu.

Emak berjualan meracang di pasar, sementara Zul memutuskan merantau dan bekerja di sebuah Pabrik Tekstil dikota Jakarta. Jika hari libur tiba Zul biasa mengisi waktu luang dengan bekerja serabutan asalkan halal. Kadang ia mengirimkan karya-karyanya disebuah media massa, ya jadilah si Zul seorang penulis. Bila ia membantu mba Sri yang seorang juragan ikan di pasar, jadilah si Zul penjual ikan. Kadang dia juga bisa mengangkatkan dagangan para pelanggan mbak Sri, maka kala itu Zul menjadi seorang kuli atau  kerja apa saja yang penting itu bisa membantu Emak terutama buat biaya pendidikan adik-adiknya di kampung.

"Kalian tak boleh putus sekolah, kalian harus sungguh-sungguh biar menjadi orang yang berguna dan pinter. " keempat adik Zul mendengarkan nasihat yang diberikan olehnya. Semua sangat menghargai Zul dan perjuangannya. Terbukti selama ini adik-adik Zul selalu menjadi siswi yang berprestasi disekolah mereka masing-masing. Emak sangat membanggakan anak sulungnya itu. Sepertinya emak tak bisa membayangkan bila Zul tak ada disisi mereka.

Sudah 2 tahun lebih Zul mengadu nasib di Ibu Kota, mengais rezeki sebanyak-banyaknya demi keluarga di kampung, itulah alasan yang membuat semangatnya selalu membara untuk bekerja keras. Dia tidak mau keluarganya terlantar, biar dia saja yang merasakan susah disini, mengalah mengurangi jatah makanan untuk menyambung hari berikutnya, Zul tak pernah mengeluh pada Emak atau orang lain. Zul sudah terbiasa hidup sederhana, jadi susah baginya sudah biasa. Asalkan uang transfer selalu stabil dia kirim tiap bulannya.

"Halo salamah, emak sehat? " pertanyaan yang selalu diucapkan saat dia sedang menelfon salamah, adiknya. lalu di sambung dengan kalimat, " Gimana sekolah mu sama adik-adik yang lain?"

Terkadang Zul melakukan Video Call untuk melihat wajah keluarganya di kampung, yang sekaligus menjadi pelipur lara ditengah-tengah kesibukan bekerja. Setelah mengetahui semua dalam keadaan baik, hatinya baru bisa tenang. Ah sebegitu perhatiannya kamu dengan orang rumah Zul, Sampai lupa untuk mengurusi diri sendiri.

Membuat orang lain yang tak jauh darinya kadangkala khawatir, Lisa-Tetangga kost sekaligus rekan kerjanya, acapkali memperhatikan gerak-gerik Zul tanpa sepengetahuan nya. Seolah Zul memang sangat menarik perhatian perempuan berdarah Tasik itu, hanya saja Lisa belum punya cukup keberanian untuk berkontak langsung dengan Zul.

Jam menunjukan angka 18:10 WIB. Seperti biasa, Zul pulang agak larut karna material pabrik sedang banyak-banyaknya, sedangkan target belum mumpuni hingga beberapa line terpaksa harus lembur, berbeda dengan Lisa yang mendapat bagian QC shift 3 yang mulai masuk jam 10 malam jadi jarang lembur.

Tak pernah absen Lisa mengamati gerak-gerik Zul dari lubang kecil yang menjadi celah dinding keduanya. Di sana Zul membaringkan diri di kasur lantai, nampak kelelahan. Biasanya sepulang kerja Zul pasti menenteng sebungkus nasi uduk yang di belinya di sebrang jalan, lalu makan di kostan. Lisa sudah hafal betul dengan kegiatan sehari-sehari Zul, karna hampir tiap hari dia memperhatikannya.

Tapi kali ini Zul tidak membawa apa-apa untuk dimakan, "Apa dia sudah makan disana ya?" Batin Lisa kembali bersuara, cemas. Entah kenapa dia tidak ingin kalau sampai Zul jatuh sakit, dia tidak rela.

Tak lama Zul mengeluarkan erangan perih dalam tidurnya, membuat fokus Lisa kembali terserap ke cewe tomboy yang tengah berbaring sambil memegang perutnya, kesakitan sepertinya. Barulah Lisa tau kalau Zul memang belum makan apapun sedari sore.

Zul membuka mata dengan tiba-tiba, merasakan sakit tak tertahankan. Sepertinya penyakit maag yang di deritanya kumat lagi, perutnya seperti dililit perih. Zul memang belum makan dari pagi, hanya makan siang dari pabrik selepasnya ia tak membeli makanan apapun karna memang dia tak punya uang, sedangkan ini tanggal tua. Beras persediaan sudah habis begitupun stok makanan.

Zul tidak salah perhitungan, kemarin si bungsu Anna mendapat musibah kecelakaan dan masuk rumah sakit, jadi Zul harus mengirim uang lebih untuk pengobatan adiknya itu, syukur yang terpenting Anna masih bisa di selamatkan. Sekarang Anna mungkin sudah bisa kembali beraktifitas, kemarin saat Video Call Zul bisa melihat Anna sudah bisa berlari lari seperti biasanya.

"Alhamdulillah." Rapal Zul.

Tidak apa bila itu mengurangi uang makannya. Tidak apa bila dia jadi sering melakukan puasa senin kamis-selain bisa menghemat juga mendapatkan pahala, Zul ikhlas saja.

tok tok tok!!!!

Saat Zul membuka pintu, didapatinya tetangga samping kostan yang kalau Zul tidak salah ingat namanya Lisa, tengah menyodorkan sebuah rantang makanan kehadapannya. Tatapan cewe itu selalu tertunduk, sepertinya sepatu Zul jauh lebih menarik untuk di perhatikan.

"Untuk gue? " Ucap Zul ragu.

Lisa mengangguk saja tanpa mengeluarkan suara apapun, bahkan saat Zul mengambil alih rantang itu, Lisa malah bergegas kembali ke kamarnya dengan terburu-buru, menutup pintu dengan rapat seolah tak terjadi apapun, waktu berjalan begitu cepat sunyi kembali, padahal Zul belum mengucapkan terimakasih.

Bersambung......

Cerita ini terinspirasi dari temen kerja gue yang kebanyakan lesbian...

KARMA ITU....LESBI (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang