4. Puncak

33 1 0
                                    

Mohon maaf sebelumnya karena sudah lama tidak update :") silakan dinikmati~

---

Aku ingin berbicara kepada angin yang berembus, tentang bagaimana rumitnya pikiranku, dan bagaimana harapanku kian pupus.❞

Aku meremas bagian kemeja yang dipakai Kak Min Hyun sementara dia mengusap-usap kepalaku. Iya, aku menangis sambil dipeluk olehnya di sofa ruang tengah Vila. Meracaukan hal-hal tidak jelas yang sulit didengar Kak Min Hyun, tetapi kakakku itu tetap diam mendengarkan. Hal yang sangat aku sukai darinya.

"Kak, aku pusing," gumamku pelan. Napasku sesak karena hidungku tersumbat ingus. Entah aku tidak tahu kenapa aku menangis sampai seperti itu. Dadaku sakit rasanya, dan satu hal yang harus kalian tahu, aku sangat benci dibentak.

"Hm? Pusing?" Kak Min Hyun menundukkan wajah, agar bisa sejajar dengan wajahku. Dia meletakkan punggung tangannya pada keningku yang masih diplester. Matanya mengerjap.

"Do Young---" panggil Kak Min Hyun yang langsung kuhentikan. Aku menggeleng. Tidak mau melihat wajah Kak Do Young yang sudah membentakku tadi.

Kakakku hanya berdecak kesal, "Jung Woo---" aku sekali lagi menghentikannya.

"Badan kamu panas, Dek." Kak Min Hyun menatapku khawatir.

"Ya tapi nggak usah manggil mantanku juga kali, Kak," gumamku, pelan sekali. Habis nangis entah berapa jam, tubuhku lemas rasanya.

"Oke, Kakak aja kalo gitu?" aku menggeleng. "Trus siapa dong? Dek, kebiasaan ih kalo begini pasti rewel. Nanti kalo Kakak nikah gimana---Aw!"

Rambut Kak Min Hyun dijambak oleh Kak Chae Yeon. "Sakit, Yang!" aku mendengus kesal. Jangan sampai Kakakku ini diambil dariku. Aku tidak suka.

Aku mengeratkan pelukanku saat tangan Kak Min Hyun ditarik kekasihnya itu. "Dek, lepasin."

Aku menggeleng lagi, "Tangan Kakak nanti patah kalo gini caranya." Aku diam. Habis menjambak kakakku, Kak Chae Yeon menarik tangan Kak Min Hyun, lalu melepasnya dan pergi entah ke mana.

"Kakak panggil Jae Min nih?" aku langsung melepaskan pelukanku pada Kakakku itu.

"Dih! Apaan sih!" aku cemberut.

"Udah udah, nih." Mulutku dimasukkan termometer, aku melirik kesal pada sang pelaku, Ji Eun.

Mataku mengerjap sambil memegangi benda itu, mengedarkan pandangan. Tumben sepi, batinku. "Kak---"

"Tunggu dulu bentar sampe hasilnya keluar, diem dulu kenapa sih." Kakakku langsung mengomel saat aku ingin membuka mulut. Aku mendengus.

"Lagian kamu kenapa sampe nangis segitunya sih, Ji?" kali ini Jae Ha yang tengah mengemil kentang goreng itu berbicara. Aku juga mau makan kentang goreng :(

Aku menggelengkan kepala dan tersenyum tipis. Kepalaku pusing, pikiranku rasanya sudah menjadi benang yang paling kusut di dunia. Aku ingin menjambak rambutku, tapi Kak Min Hyun pasti akan mengomel lagi.

Aku mencabut termometer dari mulutku. "Panasnya bisa buat telor ceplok," ucapku polos seraya menunjukkannya pada Kak Min Hyun.

No Longer - NCTWhere stories live. Discover now