Saatou

6 0 0
                                    

Macataa, 2433 AM


*menghelanafas*

"Kenapa ya aku bisa di sini sekarang?" keluhnya sambil mengingat-ingat kembali kehidupannya dua tahun silam, ketika ia menjalani hidup yang bahagia di rumahnya, dengan anak istrinya.

Dia bisa bermalas-malasan, kerja tidak perlu susah-susah, bangun bisa sewaktu-waktu, penghasilan cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Hidup serba tidak kekurangan dan gampang.

Dibanding keadaannya saat ini, di luar sana ada lebih dari seratus puluh ribu orang yang menunggu jawabannya.

Ya, jawaban yang akan menentukan masa depan mereka semua, apakah mereka akan terus dengan rencana semula, atau apakah ada rencana kedua.

Huh, jadi pemimpin itu susah dan tanggung jawab besar. Kenapa dulu dia mau menerimanya? Masih tidak habis pikir. Mungkin waktu itu kurang tanya detilnya. Atau pikirnya itu gampang. Atau...

Dia melihat kepada dua orang di kanan dan kirinya, aaboonya dan aabiinya. Mereka balik menatapnya. Aaboonya, jelas tatapannya mengatakan bahwa ia akan mendukungnya apa pun keputusannya.

Aabiinya, matanya penuh kasih sayang, seolah-olah mengatakan: Kamu sudah sangat capek. Semoga Eru memberimu kekuatan supaya bisa mengambil keputusan yang sulit ini.

Sudah seharian dia berada di dalam. Panas. Namun tidak sepanas di luar. Makan pagi dan makan siangnya tidak disentuh karena tidak ada nafsu. Hanya air yang diminumnya supaya ia bisa berpikir.

Akhirnya, setelah matahari sudah tenggelam di ufuk barat, keputusannya sudah datang. Ia melihatnya, dan menghela nafas lagi. Sang aaboo meletakkan tangan dan meremas pundaknya, dan disusul sang aabii yang memeluknya. Apakah itu air mata yang ia lihat di sudut matanya?

Dia keluar perlahan, namun dengan langkah yang tegap.

Semua orang menoleh kepadanya dan menunggu kata-kata yang akan ia ucapkan.

"Kita. Akan. Keluar."

Suaranya tegas dan lantang. Pendengarnya meneruskan kata-katanya hingga orang yang berdiri di paling belakang mendengar ucapannya.

Selang sedetik kemudian diikuti dengan gemuruh sorak-sorai dari kerumunan massa. Tapi tidak sedikit pula yang menundukkan kepala, bahkan beberapa wanita terisak pelan.

Akhirnya, cita-cita yang mereka idamkan akan mereka gapai.

Bebas!

Merdeka!

Tapi jalan mereka tidak akan mudah. Bahkan mungkin akan penuh dengan darah. Namun jika itu harga yang harus mereka bayar, maka mereka dengan sukarela akan melakukannya.

"Sheesh... tampaknya hari-hari tenangku akan benar-benar berakhir." gumamnya dalam hati. Sedikit menyesal, tapi apa daya, keputusan sudah diambil.

Ide menulisnya sudah ada sejak lama, tapi selalu berubah-ubah terus bagaikan warna bunglon

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ide menulisnya sudah ada sejak lama, tapi selalu berubah-ubah terus bagaikan warna bunglon.

Baru bergabung hari ini dan mencoba fitur menulis. Suka baca banyak novel di situs tetangga.

Kalau ada masukan, silakan tinggalkan komentar. Kalau ada cerita sejenis, silakan bagikan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 07, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cerita Lama: Menceritakan Suatu Cerita yang Lama Namun Lama-Lama Menarik DibacaWhere stories live. Discover now