Chapter 1

403 49 17
                                    

Dia woojin, gadis tomboy yang ceria dan suka berlari kesana kemari.

"Hati-hati langkahmu woojin," seorang nenek tua mewanti gadis berambut pendek yang kini sedang berlarian.

BRAAKKK

"Aku tidak apa-apa," teriak woojin yang terjungkal karena tersandung kakinya sendiri.

"Aku sudah mengatakannya," ujar nenek itu sambil menepuk kepala woojin pelan. Memaklumi tingkah ajaib gadis itu.

.
.
.

Hari-hari begitu indah di desa itu sampai pada suatu hari ada serombongan orang dengan kendaraan besarnya datang mencoba menggusur bangunan disana.

Penduduk desa tersebut marah karena mereka datang tanpa ijin.

Berkali-kali penduduk setempat mengganggu mereka, agar segera menghentikan proyek tersebut, namun para penduduk tak bisa berbuat banyak. Mereka dibuat bungkam dan tak bisa melakukan sesuatu.

Karena kalau mereka mencoba menghentikan proyek itu, maka merekalah yang akan terluka.

Melihat hal itu membuat woojin yang biasanya ceria, menjadi murung. Dia jadi takut tiap kali melihat para pendatang itu. Sampai akhirnya dia bersembunyi di bangunan tua yang tidak digusur oleh pembangunan besar-besaran itu.

.

.

.

10 tahun kemudian

.

.

.

Desa yang dulu sempat terjadi pembangunan besar-besaran, kini sudah menjadi kota yang besar. Kota itu kini diberi nama Busan.

Meski tidak sebesar Seoul, namun pembangunan di Busan bisa dikatakan sebagai pembangunan paling berhasil di era ini.

Menjadikan kawasan terbengkalai menjadi sebuah kota yang indah dan nyaman.

.

Daniel, pemuda yang baru datang dari Seoul meletakkan tasnya yang cukup besar.

Dia menghela napas panjang ketika berhasil merebahkan badannya di kasur lipat.

Perjalanannya menuju Busan memang cukup panjang. Dipindah tugaskan ke kota yang tidak dikenalnya memang membuatnya bimbang. Tidak ada yang dia kenal disini. Ini seperti kota asing baginya.

Tabungan yang dia punya, dan gaji pas-pasan membuatnya terpaksa menyewa apartemen paling murah di kota ini. Bangunannya cukup tua, namun tempat ini tak jauh dari kantornya yang berada di pusat kota.

Bangunan modern yang menjulang di kiri dan kanannya membuat bangunan apartemennya terlihat mungil. Namun bentuk tradisionalnya yang begitu khas, membuat bangunan ini tetap dipertahankan. Karena tidak ada lift dan fasilitas yang sederhanalah yang membuatnya menjadi apartemen dengan harga termurah di kota itu.

Daniel berjalan kearah dapur yang hanya berlu beberapa langkah dari kasurnya. Sebagai catatan, apartemennya tipe tempat tidur, ruang tamu dan dapur menjadi satu ruangan. Dia membuat kopi kesukaannya. Namun tiba-tiba bulu kuduknya meremang. Dia merasa ada yang aneh dengannya, namun dia menghiraukannya. Mungkin karena tempat yang lama tidak ditempati.

Two Worlds - NielChamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang