Namaku Kaila. Seorang gadis berumur 21 tahun kelahiran Yogyakarta yang besar dan menetap di Jakarta.
Hari ini adalah hari Sabtu pukul setengah tujuh malam, aku sedang menunggu sahabatku di sebuah restoran outdoor yang unik bertemakan sebuah taman dengan meja makan antar tamu yang ditempatkan saling berjauhan, seperti setiap tamu dipercaya memiliki privasinya sendiri. Tempat ini dikelilingi lampu-lampu taman yang menjadikannya terlihat romatis. Aku sendiri terkagum mengetahui ada tempat seperti ini di tengah kota Jakrta yang padat.
Sahabat yang aku tunggu adalah Han JunHyo . Seorang laki-laki asli berdarah korea dan lahir di sana namun dibesarkan di Jakarta, ia tinggal di Indonesia sejak masih berumur 5 tahun untuk menemani neneknya yang harus tinggal sendiri di sini karena pekerjaannya. JunHyo adalah seroang laki-laki berwajah asli Korea yang tampan dengan sifat yang sangat baik hati dan ramah pada semua orang. Orang bilang aku sangat beruntung memiliki seorang sahabat seperti JunHyo, dan aku setuju. Bukan, bukan karena wajahnya, karena sesungguhnya aku merasa semua orang Korea memiliki wajah yang sama. Tapi aku sangat kagum dengan kepribadiannya.
Aku menunggu dengan tidak sabar sambil terus menggoyangkan kedua kakiku dengan bersamaan, aku gugup. Isi kepalaku kacau, begitu juga isi hatiku yang tak lebih baik dari apa yang ada di kepalaku. Aku sudah bersahabat hampir lima belas tahun tahun dengannya, tapi baru hari ini dia mengajak aku untuk bertemu di tempat seperti ini pada malam Minggu melalui sebuah fitur chatting dua hari yang lalu. Biasanya kalau hanya sekedar ingin mengajak makan dia akan langsung datang ke rumahku yang memang terletak persis di hadapan rumah neneknya. Bagaimana bisa aku tidak gugup memikirkan tentang hal itu?
Jangan ditebak, aku yakin pasti tebakan kalian benar tentang sebenarnya aku yang diam-diam menyimpan rasa pada JunHyo. Aku percaya dengan perkataan banyak orang bahwa laki-laki dan perempuan dewasa tidak bisa hanya bersahabat karena memang aku sedang merasakannya. Tumbuh besar bersamanya, membuat perasaanku terhadapnya juga perlahan-lahan berkembang. Terkadang aku bertanya-tanya kenapa aku bisa menyukainya? bahkan aku terkadang membenci diriku sendiri karena perasaan yang aku miliki, tapi entah mengapa hari ini aku menjadi sedikit menaruh harapan kalau selama ini JunHyo juga merasakan hal yang sama. Aku memeriksa pakaianku sekali lagi tanpa sadar. Semoga tidak terlihat aneh, gumamku pelan.
Untuk menutupi rasa gugup dan menghilangkan bosan aku membuka handphone dan mengecek sosial media yang aku punya. Saat ingin membalas sebuah pesan dari seorang teman, tiba-tiba seseorang muncul di hadapanku. Aku mengangkat kepalaku dan melihat Han JunHyo yang sedang menarik nafas pendek-pendek di sana sambil menunjukan gigi-giginya yang rapih, nyengir. Sepertinya dia habis berlari dari pintu depan restoran.
"Sorry Kai, gue telat," katanya sambil menarik kursi dihadapanku kemudian ia duduk di sana.
Aku tak menjawab, terpaku memperhatikannya tanpa jeda.
"Kai," panggilnya sambil menepuk pelan tanganku yang berada di atas meja.
Aku seperti tersengat listrik, terkejut. Suasana menjadi canggung ketika secara reflek aku menarik tanganku dan langsung mengalihkan padangan ke bawah meja karena malu.
Setelah kejadian itu aku segera memutuskan untuk segera memesan makanan dan menikmatinya dalam hening. Sial, lagi-lagi aku tak bisa mengalihkan pandanganku dari JunHyo, ia terlihat sangat tampan malam ini dengan kemeja putih tangan panjang yang dilipat sesiku dan juga rambut belah tengah andalannya, padahal bukan sekali dua kali aku menyaksikan secara langsung pemandangan ini tapi aku masih saja terpana dengan penampilannya. Dalam keheningan JunHyo menghabiskan makanannya saat makanan di piringku masih tersisa setengah.
"Diet?" tanyanya kepadaku dengan nada bercanda.
Aku menoleh ke arahnya, 'Aku tidak bisa fokus makan karena kamu tau!' kataku, tentu saja di dalam hati.
"Biar kaya cewe-cewe lain," jawabku asal yang dibalas dengan tawa oleh JunHyo. "Kenapa telat?" tanyaku berusaha menghilangkan rasa canggung.
JunHyo menceritakan semua alasan kenapa dia bisa telat sampai di sini, kemudian dilanjutkan dengan obrolan-obrolan ringan lainnya diselingi tawa yang akhirnya memecah kecanggungan yang ada di antara kita berdua.
Aku merekatkan jaket jeansku karena angin malam yang semakin terasa dingin. JunHyo mengalihkan padangan ke arah jam tangannya yang membuatku ikut mengintip jam tangan mungilku, sudah hampir jam 10 rupanya. Aku mengembalikan pandanganku ke arah JunHyo, ia sedang sibuk merubah posisi duduknya dengan wajah yang tiba-tiba serius. Aku kembali merasakan suasana yang berubah menjadi canggung. Debaran jantungku mulai tidak stabil dan aliran darah yang mendadak menjadi lebih cepat membuat seluruh tubuhku memanas dan telapak tanganku menjadi dingin.
JunHyo menatap ku sebentar sebelum ia mulai bicara, "Kai, gue mau ngomong sesuatu."
Aku mencoba terlihat biasa saja dengan tertawa pelan, "yaa ngomong lah haha," jawabku.
JunHyo mengerutkan keningnya sebentar terlihat seperti sedang berfikir tentang sesuatu, aku semakin gugup. Ah, kenapa sih, batinku mengeluh sambil merekatkan kedua telapak tanganku dan menautkan kesepuluh jari-jariku.
JunHyo menarik nafas panjang sebelum mulai bicara. Ia menegakan punggungnya, "Gue mau balik ke Seoul dan akan menetap di sana," katanya dengan suara agak pelan. "Besok." Ia melanjutkan kalimatnya.
Aku terdiam, mencoba mencerna perkataannya.
"Sebenernya rencana ini udah lama, tapi gue liat akhir-akhir ini lo lagi sibuk sama project kampus lo dan gue juga harus mengurus beberapa dokumen untuk kepindahan gue dan halmeoni, jadi baru bisa ngasih tau lo sekarang," katanya sambil menatap mataku.
Aku masih diam, organ tubuhku seakan tak berfungsi sempurna. Aku merasakan jantungku seperti berhenti dan nafasku menjadi berat. Tiba-tiba mataku memanas, menahan air mata yang ingin turun. "Ke-kenapa?" tanyaku akhirnya dengan suara sangat pelan, entah untuk pernyataan JunHyo yang mana.
"Appa* sama Eomma* nyuruh gue balik, karena semua kerjaan halmeoni* juga udah diurus sama keluarga yang lain dan gue juga harus lanjutin double degree gue di sana. Appa udah daftarin gue di salah satu Universitas di sana"
Aku mengangguk pelan, seakan mengerti. Padahal kenyataannya tidak. Aku mencoba untuk tetap tenang walaupun keuda mataku semakin memanas dan setetes demi setetes air mulai turun dari sana.
"Kai, are you okay?" Tanya JunHyo tiba-tiba menyentuh tanganku.
Aku reflek menariknya dan mengusap mataku sekali. "HaHa Iyalah, I'm okay." Jawabku cepat disertai tawa dengan suara bergetar. Tubuhku benar-benar sudah tidak bisa dikendalikan, aku kebingungan, dengan sedikit linglung aku segera bangkit dari tempat duduk sambil terus berusaha menahan sisa air mata yang mendesak ingin turun. Tanganku menyentuh meja agar untuk menjaga keseimbangan agar tubuhku tidak ambruk tiba-tiba.
JunHyo juga merasa bingung, "Kita masih tetap bersahabat kan Kai? masih tetap bisa teleponan sama video call kan?" JunHyo bertanya padaku dengan nada sedikit frustasi. Mungkin dia menyadari bahwa respon yang aku berikan tidak seperti perkiraannya atau malah dia sudah menduga sebelumnya?
Aku terdiam dan memejamkan mata sebelum menjawab pertanyaannya lalu mengangguk sambil tersenyum. "Lo yang traktir kan? Gue balik duluan ya," kataku pamit dan langsung meninggalkan JunHyo yang terkejut melihatku langsung berjalan membelakanginya ke arah luar dengan langkah cepat.
"Kai...Kaila... tunggu..." Itu kalimat terakhir yang aku dengar dari JunHyo malam itu, setelahnya aku sudah berada di parkiran restoran tersebut dan langsung masuk ke dalam mobilku, segera menyalakannya dan menuju ke rumah bersama dengan tangis yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Aku benci perpisahan, apalagi yang mendadak.
Aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi selain air mata yang turun dengan cepat di kedua pipiku, aku tidak bisa mendengar suara apa-apa lagi selain isak tangisku sendiri yang memenuhi setiap sudut di dalam mobilku. Hancur sudah perasaanku, menguap semua bayanganku tentang JunHyo.
Kenapa kamu bodoh sekali, Kaila? Memimpikan JunHyo menjadi milikmu? Mengharapkan JunHyo memiliki rasa yang sama denganmu? Memangnya kamu siapa?, semua pikiran-pikiran itu kini memenuhi kepalaku.
Siapa yang menyangka tentang apa yang akan terjadi pada hari ini?
—
*Appa = Ayah
*Eomma = Ibu
*Halmeoni = Nenek
YOU ARE READING
The Day
Short StoryPada hari itu.... Siapa yang tau tetang apa yang akan terjadi? Tidak kamu, tidak juga aku. - Ini cerita singkat pada suatu hari tentang Kaila dan Sahabatnya, Han JunHyo.