Part 1 - Pindah

189 8 1
                                    

---Happy Reading---

Bandung, 2018

Vina menatap ke luar jendela dari dalam kamarnya, menopang dagu dengan tangan kanannya yang disandarkan di tepi jendela itu. Ia terus menatap bunga-bunga dan pohon-pohon rindang di taman yang terus bergoyang diterpa semilir angin hujan. Hujan telah reda tapi . menyisakan rintik-rintiknya. Harusnya hari ini ia dan keempat sahabatnya akan jalan-jalan ke mall atau tempat lainnya, sesuai rencana mereka kemarin karena kebetulan hari ini sekolah mereka sedang libur. Tapi, semuanya tertunda akibat hujan deras yang terus mengguyur kota metropolitan ini sejak pagi tadi.

Vina melirik jam tangannya. Sekarang sudah jam tiga sore. Ternyata Ia sudah cukup lama mengurung diri di kamar yang didominasi oleh warna biru muda ini. Ia hanya keluar kamar saat perutnya keroncongan pagi tadi setelah itu, ia kembali ke kamarnya sampai sekarang.

Vina mulai jenuh sendiri terus-terusan di dalam kamar. Akhirnya ia memutuskan untuk ke bawah. Vina menuruni anak tangga rumahnya itu dan menuju ke dapur untuk mengisi perut yang dari tadi terus menyenandungkan suaranya pertanda meminta jatah.

"Bi, papa sama mama pada kemana?" tanyanya kepada bi Ina ketika kedua orangtuanya tidak kelihatan dari tadi. Saat ini ia sudah berada di lantai satu.

"Tuan sama Nyonya sedang keluar tadi, Non Vina," jawab bi Ina yang sedang beres-beres rumah.

Vina memutar kedua  bola  matanya malas. Ia kurang suka di panggil dengan embel-embel 'Nona' di depan namanya. Tapi, tak apalah. Dari pada bi Ina terus-terusan memanggilnya dengan 'Tuan Putri' itu sungguh lebih menjengkelkan.

"Vino ikut juga?"

"Iya, Non."

Pantas saja suasana rumah sepi. Ternyata kedua orang tuanya sedang keluar dan mengajak Vino, sedangkan ia tidak diajak? Hufth ... sungguh terlalu! Tapi, bukankah ia dan keempat sahabatnya tidak jadi pergi karena hujan? Oh, sudahlah ia tak jadi ambil pusing apalagi sampai merajuk kepada orang tuanya. Bukankah itu tingkah kekanak-kanakan?

Vina bergegas ke dapur, menuangkan air putih di gelas yang digenggamnya lalu meminumnya.

"Non Vina lapar?" tanya Bi Ina yang sudah berada di belakang Vina. Vina mengangguk. "Mau makan apa, Non?"

"Nasi goreng ada, Bi?"

"Masih ada, tapi sudah dingin. Tunggu sebentar, Non, biar bibi bikin dulu nasi gorengnya," tukasnya sambil berlalu hendak menyiapkannya.

"Nggak usah dibikin lagi, Bi. Biar aku makan yang itu saja."

"Tapi, Nnn ...."

"Bibi ...." Vina memotong ucapan Bi Ina sambil menunjukkan wajah memelasnya. "Perutku sudah keroncongan dari tadi. Aku bisa pingsan kalau masih harus menunggunya selesai."

"Ya sudah, tunggu sebentar biar bibi ambilkan dulu."

Bi Ina berlalu. Vina ke meja makan, menarik satu kursi ke belakang, lalu mendudukinya. Vina merogoh saku jeansnya, mengambil benda pipih berbentuk kotak-kotak itu. Ia mengusap layar ponselnya dan memeriksa satu persatu akun sosmednya.

Tidak ada satu pun chat atau notif yang masuk. Akhirnya Vina mematikan ponselnya lalu meletakkan di atas meja. Ia bersenandung kecil sambil menunggu Bi Ina membawakan nasi gorengnya.

Misteri Sekolah TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang