Berulangkali aku mengatur nafasku agar kembali normal. Pesan yang kuterima dua menit yang lalu adalah penyebab kenapa aku bisa sebegini paniknya. Tentu saja. Jimin memberitahukan bahwa ia sudah menunggu ku di depan sekolah tepat saat jam pulang. Dan, apa maksudnya ini? Kendati hubunganku dan Jimin sudah membaik dan seperti biasa, aku tidak bisa menampik jika masih gugup berada di dekatnya.
Jimin memang selalu bisa memporak-porandakan hatiku.
Pun Jieun sudah menyemangati ku dan memberiku saran agar pergi bersamanya. Maka dari itu, Jieun memilih untuk pulang terlebih dahulu. Meninggalkanku seorang yang meratapi diri di dalam ruang kelas yang diisi kesenyapan. Ah, tidak. Deru nafasku yang tidak teratur sebagai satu-satunya pemecah keheningan di dalam ruang ini.
"Tch!" Aku berdecak pelan sembari mengusap wajahku sadar. "Ayolah, Ji. Kenapa harus gugup? Keluar saja dan temui dia," ujarku menyemangati diri sendiri. Aku bahkan mulai merasakan keringat mengucur dari dahi ku. Ah, sial. Jika Jimin mengetahui bahwa aku mengatur ancang-ancang sebelum menemuinya, sudah dapat dipastikan ia menertawakan ku.
Aku butuh waktu satu menit lagi untuk menormalkan detak jantungku yang berpacu tak terkendali. Lantas aku mendudukkan diri di salah satu bangku. Memegang dadaku seraya menyimak bagaimana ritme detakannya.
Kenapa ... rasanya berbeda, ya?
Mengerjakan mata lembut, aku berpikir dalam diam. Detakan jantungku kali ini tidak terlalu cepat seperti saat bersamanya—maksudku, bersama Jungkook. Aku juga tidak tahu kenapa harus membandingkan dengan pria busuk itu, tapi aku hanya merasa heran dengan perbedaan bunyi yang cukup jauh terjadi. Untuk sekarang, kurang cepat. Tapi, lain lagi saat bersama Jungkook.
Rasanya ... jantungku ingin keluar.
Memikirkannya saja sudah mampu membuat tubuhku menegang dan lemas secara bersamaan. Aku tahu dia adalah lelaki brengsek yang pernah kutemui. Kenapa ibu harus berurusan dengan pria sepertinya—bahkan menikah? Apa ibu tidak tahu kebusukan yang ada di dalam—
Pikiranku sontak buyar saat merasakan getaran dalam saku seragam sekolahku. Lantas aku bergerak mengambilnya cepat. Mendapati satu pesan masuk lagi, dan tanpa pikir panjang aku segera membukanya.
Park Jimin.
Ji, jangan terlalu gugup seperti itu. Santai saja. Kita hanya bertemu sebentar, oke ;)"Hah?!" Tunggu sebentar. Darimana Jimin tahu jika aku mengalami kegugupan berat seperti sekarang.
Mungkin kepulangan ku yang lambat menjadi kejanggalan baginya. Sebab, sudah semua siswa-siswi yang beranjak untuk pulang dengan tergesa-gesa. Dan Jimin tidak melihat kehadiranku di sana.
Baiklah. Baiklah. Aku hanya butuh santai saja. Aku memejam lagi, menguatkan hati jika ini bukan apa-apa. Kami hanya bertemu. Ya, bertemu sebentar tidak akan membuatku mati, bukan? Aku saja yang terlalu menganggap semua ini berlebihan.
Ya, bukan sepenuhnya salahku, sih. Hanya saja, bayangkan sudah berapa lama kami tidak berkomunikasi. Lalu tiba-tiba Jimin datang lagi dan meminta satu kesempatan untuknya. Kami kembali dekat, dan pastinya kedekatan itu akan terasa canggung sebab sudah lama tidak bertemu dan saling tatap muka. Ini sama seperti awal mula aku menjalin hubungan dengannya.
Aku menghembuskan nafas kasar dengan kepalan tangan di udara. "Baiklah. Sudah cukup."
Memperbaiki ransel yang disandang, lantas aku menghirup udara lagi seraya memejamkan mata. Kerileksan lebih yang kubutuhkan. Setelah kupastikan benar-benar rileks, aku mulai melangkahkan kakiku teratur keluar kelas. Mengingatkan dalam otak agar aku tidak bersikap memalukan nanti di depan Jimin.
![](https://img.wattpad.com/cover/174323083-288-k48633.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Daddy ✔
FanficKetika kehidupan damai Park Jiyeon mulai terusik dengan kedatangan ayah barunya. Memporak-porandakan hatinya. © 2019 proudofjjkabs