Chapter 2 ~Confession~

2.4K 24 1
                                    

Kami memulai pembelajaran di kelas dengan khidmat. Dari menyimak penjelasan guru, mengerjakan soal, hingga tugas kelompok. Tak terasa 2 jam pelajaran berlalu, bel istirahat berbunyi.

Suasana kelas pun kembali ramai ketika jam istirahat, tidak sehening saat jam pelajaran tadi, dan siswa-siswanya berpencar keluar kelas dengan tujuan masing-masing. Ada yang ke kantin, perpustakaan, toilet, kantor guru, ruangan bp dan ruangan kelas lainnya.

Tampak Sonia, Kayla, dan Yuni, berbondong-bondong menuju kantin, di sela menyantap makanan mereka tidak hanya diam untuk fokus memakannya. Sonia langsung memulai pembicaraan, mengisahkan tentang kisah asmaranya. Tiba-tiba Leni muncul di kantin, dan mereka langsung memanggilnya untuk bergabung dengan mereka.

"Leni, sini!" ajak Sonia.
"Duduklah!" perintah Yuni.
Leni lalu duduk sembari membawa makanan yang telah dipesannya tadi.
Sedangkan Kayla memperhatikan sesuatu yang mengkilap, indah, dan menarik di pergelangan tangan Sonia.
"Kau membeli jam tangan baru ya? Kau baru sekali ini memakainya, sangat imut," puji Kayla.
"Oh ini, aku tidak membelinya, tapi ini hadiah dari kekasihku," jawab Sonia.
"Oh, begitu, romantisnya, manis banget," tutur Kayla.
"Aku juga pengen dibelikan hadiah sama pacar," harapYuni.
"Kulihat kau kemarin sangat bahagia kencan dengan Beni," tandas Sonia.
"Jadi kau melihatku kemarin?"
"Ciee... Aku jadi iri melihat kalian berdua," ucap Kayla.
"Lalu, bagaimana denganmu?" tanya Sonia.
"Huh, benar-benar menyebalkan sifat Kelvin sekarang, dia sering marah-marah padaku, terlalu posesif berlebihan denganku, menuduhku selingkuh dengan laki-laki lain lah, padahal kan aku selalu setia," kesal Kayla.
"Itu tandanya kan dia sangat sayang padamu," ucapSonia.
"Tapi itu terlalu berlebihan, aku jadi muak sekarang. Sikapnya sekarang benar-benar berubah menjadi dingin tidak hangat seromantis dulu."
"Yang sabar ya Kayla, suatu saat dia pasti menyadari bahwa kau mencintainya dengan tulus," kata Yuni sambil mengusap punggung Kayla.
"Kami semua disini sudah mengisahkan tentang cinta kami. Bagaimana dengan hubunganmu Leni?" tanya Yuni.
"Kamu beneran gak tahu ya? Kan hanya Leni yang jomblo disini. Jadi jangan ajak dia untuk membicarakan masalah cinta," ucap Sonia.
"Apa kau masih tahan, tetap menjomblo sendirian tanpa adanya kekasih yang menghibur hati. Kenapa kau masih belum membukakan hatimu untuk seseorang sih?" tanya Kayla.
"Aku, sebenarnya aku masih sibuk dengan urusan pribadiku, jadi aku tidak mau memainkan perasaan seseorang."
"Maksudmu, kau takut tidak memberikan perhatian setiap hari lantaran kau terlalu sibuk, asyik dengan duniamu sendiri,begitu?" tanya Yuni.
"Ya benar."
"Haha, lucunya dirimu. Kalau begitu kau harus berlatih untuk bisa membagi waktumu untuk memberi kabar setiap harinya agar dia tak jenuh dan tak meninggalkanmu. Kau tau, cowok itu butuh perhatian, dan jika kau mengacuhkannya dia malah benci dan menjauhimu," saran Sonia.
"Tepat sekali, kau menanyakannya dengan pakar ahli cinta," ledek Kayla.
"Hei, kau ini bisa saja," balas Sonia.
"Semoga kau cepat dapat pacar ya," ucap Yuni.

Setelah mendengarkan penuturan mereka barusan, aku jadi terhasut ingin memiliki pacar, setelah dipikir-pikir jomblo itu sangat membosankan dan aku ingin merasakan apa itu cinta. Masa cowok-cowok disini tidak ada yang tertarik dengan paras cantikku yang selalu berpenampilan menarik, atau mungkin mereka takut mengungkapkannya karna aku adalah gadis polos, lugu, pendiam dan pemalu.

~Alfin's Pov~
Hari ini ibu guru Frischa menunjuk anggota kelompok tugas bahasa Inggris yang terdiri dari Olivia, Leni, Syarif ,Radhit, dan aku. Senang rasanya jika terus bersama dengan Leni seperti ini, apalagi berada di dalam satu kelompok. Jadi aku bisa mendekatinya berduaan saja. Aku harus segera memberitahukan Leni tentang tugas ini dan memutuskan di mana tempat belajar kelompoknya.

Aku mencarinya di sepanjang koridor sekolah, tapi tak menjumpainya, dan kulihat Olivia sebagai bestfriendnya dia pasti tau dimana keberadaan Leni.
"Olivia!" panggilku.
"Ada apa?"
"Apa kau melihat Leni?"
"Dia tidak bersamaku hari ini, tapi aku melihatnya pergi ke kantin tadi."
"Beneran, ok, aku kesana!"

Ia berlalu menuju kantin setelah mendapati informasi dari Olivia.
"Hah,sebenarnya dia kenapa selalu mencari Leni," gumam Olivia.

Alfin memasuki kantin dan melihat sekeliling, namun Leni tidak ada di ruangan. Ia kembali dan bertemu Olivia lagi.
"Apa kau menemukannya?" tanya Olivia.
"Dia tidak ada disana" jawab Alfin.
"Lalu dia dimana ya , by the way, kenapa kau selalu mencari-cari Leni sih?"
"Aku ingin memberitahukan tugas bahasa Inggris dan menentukan tempat belajarnya."
"Jadi kau mencarinya untuk menanyakan hal itu, kan kita sekelompok tanyakan padaku saja!"
"Tapi dia yang lebih pintar di pelajaran bahasa Inggris."
"Dasar, kau selalu membela dan memujinya. Sebenarnya ada hubungan apa antara kau dengannya, kenapa kau selalu terlihat akrab bersamanya."
"Kami hanya berteman, tidak lebih dari itu."
"Bohong, jika kau tak ada perasaan apa-apa padanya. Kau pasti menyukainya kan? Aku bisa mengetahui segalanya dari matamu itu yang menandakan bahwa kau jatuh cinta dengannya."
"Tidak, tidak seperti itu. Aku hanya menganggapnya sebagai sahabat saja."
"Aku selalu memperhatikanmu, memperhatikan kalian berdua yang selalu bersama ketika berangkat dan pulang sekolah, dan saat Leni membutuhkan pertolongan, kau selalu ada disampingnya untuk menolongnya. Sikapmu itu menunjukkan bahwa kau sangat menyayanginya kan?"
"Enggak lah......."
"Jujurlah sekarang, aku sebagai sahabat terbaiknya harus memastikanmu. Apakah kau benar-benar tulus mencintainya atau hanya main-main, jika kau serius kau boleh memacari sahabatku. Dia itu terlalu lugu sampai tidak peka akan perhatianmu padanya."
"Iya, aku akui aku memang mencintainya sejak dulu. Namun aku tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya karna dia sangat pemalu. Aku takut dia sampai menjauhiku karna menolakku, aku ingin selalu tetap bersamanya meski sebatas teman."
"Jadi kau memendamnya sendiri selama ini? Apa kau sanggup hanya menjadi secret admirenya? Apa kau tidak ada rencana untuk memberitahukan perasaanmu yang sesungguhnya padanya?"
"Sebenarnya aku ingin mengungkapkan langsung padanya, hanya saja aku menunggu waktu yang tepat saja."
"Kalau begitu, aku bersedia untuk membantumu secepatnya. Agar kau mengetahui perasaannya, bertolak belakang atau sama sepertimu. Fighting!" ucap Olivia memberi semangat.
"Ya, akan kuterima apapun keputusannya nanti."
***
Waktu yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba, moment saat-saat dimana Alfin menembak Leni untuk mengutarakan perasaannya dengan dibantu sahabatnya, Olivia untuk menyuruh Leni pergi ke ruangan lab yang sepi, dengan menyiasati tentang alat-alat tugas yang tertinggal disana, padahal Alfin telah menunggunya.

Leni memasuki ruangan lab itu, untuk mencari barang-barang tugas yang tertinggal, padahal Olivia telah membohonginya. Ia melihat Alfin langsung muncul dari balik lemari.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Leni keheranan.
"Sebenarnya aku telah menunggumu disini. Aku ingin bicara empat mata denganmu," ucap Alfin blak-blakan.
"Kenapa kita harus membicarakannya di ruangan sepi ini, bukan ditempat yang lain? Kau sepertinya serius sekali, sebenarnya apa yang ingin kau katakan?"
"Aku ingin jujur tentang perasaanku."
"Apa?"

Seketika jantung Leni berdetak kencang saat Alfin mengakui tentang perasaannya.

"Ya, sebenarnya aku telah lama menyukaimu. Aku sangat menyukai sifatmu yang polos itu, karna kau terlalu lugu, pemalu dan pendiam, bisa kusimpulkan bahwa kau adalah gadis yang berhati baik. Kau sangat berbeda dengan yang lainnya.

Karna keunikanmu itulah yang membuatku terpikat, dan aku ingin langsung secepatnya mengutarakannya padamu, namun aku malu, tak mempunyai keberanian. Aku takut kau akan menjauhiku jika kau menolakku. Maka dari itu hari ini, aku memberitahukan segalanya padamu. Bagaimana dengan perasaanmu?"

Aku benar-benar tidak tahu, rupanya aku dijebak di tempat ini berduaan dengannya. Dia mengungkapkan semuanya padaku, aku yang semula sangat bingung, gugup, hingga jantungku berdebar tak karuan dengan genggaman tanganku yang mulai dingin dan berkeringat di telapak tangan. Aku benar-benar bingung harus menjawab apa, dan harus siap dengan apa yang kuucapkan sebagai keputusannya.
***TBC***

Karma Seorang Cewek MatreWhere stories live. Discover now