Prolog

64 11 17
                                    

"Alice !" Teriak seseorang dari ujung lorong.

Sosok yang dipanggilnya pun berhenti.  Memalingkan wajahnya ke arah sumber suara.

"Kamu tetap akan memaafkannya ?" Tanya seorang lelaki itu.

"Pastinya. Kenapa ?"

"Oh, gak sih. Aku cuma tanya aja, habisnya ku kira karna kejadian tadi kau akan mengingatnya sampai tua," perlahan lelaki tersebut berjalan mendekatinya, "jadi kau akan memusuhinya."

 "Gak kok, mungkin aku yang salah karena gak ada waktu untuknya akhir - akhir ini."

"Rumornya dia berkhianat lho." Entah apa yang ada dipikiran lelaki itu hingga berani memberitahu gosip yang beredar itu.

"Aku yakin dia gak begitu, aku percaya sepenuhnya sama dia."

"Mau dengar pendapatku tentangnya ?"

 "Tentu."

"Menurutku dia tidak sebaik yang kau pikirkan. Dia tak su-" tangan Alice seketika menutup mulut lelaki tersebut. Seolah memintanya berhenti.

"Berhenti menjelekkannya. Kau bahkan tidak berhak menilainya juga." Perlahan senyum Alice mengembang, "Jadi, aku mohon jangan ikut campuri dalam urusan ini."

Skak, lelaki itu bungkam tak bisa membalas ucapan Alice. Bahkan senyum Alice cukup mengisyaratkan jika ia tahu semua gosip yang beredar.

"Tapi," ditatapnya wajah lelaki tersebut dengan intens, "kamu siapa ya ?  Wajahmu itu familiar tapi aku lupa, maaf."

Pertanyaan Alice baru saja membuat lelaki tersebut menyadari bahwa  Alice tak mengenalnya.

"Panggil saja Jovan. Kita satu kelas, bahkan aku duduk dibelakangmu , dan maaf tadi aku ikut campur karna aku tak sengaja menguping pembicaraan kalian yang cukup keras sekali." Jovan pun kembali melanjutkan langkahnya.

"Ah, tidak apa apa. Seharusnya tadi aku menenangkannya dan membicarakan secara pribadi, tapi aku malah diam saja dan menerima semua kata - katanya. Lalu," Alice pun menahan pergelangan tangan Jovan, "Maaf, aku baru ingat kamu barusan." Dan setelahnya Alice pun membiarkan Jovan pergi.


SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang