Aku berada dalam suatu ruangan, dengan seluruh tembok diruangan itu dikelilingi oleh warna putih, dan terkesan sedikit kusam di beberapa sudutnya. Aku tak tak tau apakah ini keputusan benar atau salah ketika aku memutuskan untuk datang kesini, tapi kupikir ini jalan satu-satunya yang bisa kutempuh untuk menghilangkan rasa sakit ini.
Ada seorang dokter duduk di depanku, kami di halangi oleh sebuah meja dan beberapa barang yang tertata rapi diatasnya. Dokter itu menanyakan beberapa pertanyaan dan juga apa yang kurasakan, dapatku lihat dokter itu mencoret kertas yang berada di depannya setelah mendengar jawabanku. Saat itu aku tau, kondisiku sudah sangat buruk. Perlahanku membuka suara, menanyakan hal yang membuat Dokter itu langsung menatap penuh kearahku.
"Bisakah kau menghilangkan kenanganku tentangnya?" Pertanyaan itu ku tanyakan dengan begitu lirih.
Perlahan dia melepaskan kaca matanya, sambil bertanya.
"Apa kau yakin? Kau tidak akan menyesalinya?"Kurasa semuanya akan mudah, tapi aku tersadar ketika pertanyaan itu membuatku terdiam. Apa semuanya akan menjadi lebih baik saat aku melupakanmu? Apa penyesalan itu akan datang?dan berbagai pertanyaan lain muncul dibenakku. Tidak ku pungkuri jika pertanyaan itu sedikit menggoyahkan pertahananku, tapi aku mencoba menguatkannya lagi, dengan berpikir jika tidak sekarang kapan lagi aku akan melakukannya, aku tidak ingin tersiksa lebih lama lagi karena kepedihan yang perlahan terasa membunuhku ini.
"Ya, aku sangat yakin. Dan tidak akan menyesali apapun" Dokter itu menatapku seolah mencari sedikit keraguan dalam mataku, tapi dia tidak akan menemukan keraguan itu, karena aku sudah sangat bertekad.
"Baiklah" diapun meletakkan metronome diantara kami, menyuruhku agar rileks dan memejamkan mataku. Perlahanku pejamkan mataku, dapatku dengar benda itu berbunyi seperti dentingan jarum jam, aku mengikuti intruksi Dokter itu.
Perlahan kenangan bersamamu datang kembali dalam benakku, mulai dari yang paling bahagia. Saat kita saling merajut kasih, menyalurkan kasih sayang dan cinta diantara kita, saat itu adalah saat paling bahagia bagi kita berdua, seolah kita memang ditakdirkan untuk bersama.
Hingga kenangan menyakitkan itu melintas dalam benakku. Aku masih ingat, hari itu malam yang dingin dimusim gugur, kau memintaku untuk bertemu disebuah atap gedung, aku kira kau akan memintaku untuk menemanimu melihat bintang, seperti yang selalu kita lakukan, dengan perasaan bahagia aku menemuimu malam itu. Tapi perasaan bahagia itu perlahan menjadi perasaan menyakitkan dalam hitungan detik saja, saat kau berkata ingin mengakhiri hubungan kita, aku mencoba untuk menahanmu, tapi kau perlahan melepaskan cincin pemberianku yang tersemat di jari manismu, kau genggam tanganku tapi genggaman itu terasa dingin bagiku, tidak hangat seperti biasanya. Dengan lirih kau ucapkan selamat tingal sambil meletakkan cincin itu di telapak tanganku, sebelum kau pergi meninggalkanku sendiri. Saat itu aku sadar, aku tak bisa menahanmu lagi.