Seorang pemuda tengah duduk di kursi sebuah taman, memegang seikat bunga mawar merah yang segar, menunggu kedatangan orang yang sangat dicintainya. Wanita yang menjadi persinggahan hatinya selama satu tahun, yang selalu menemaninya ditengah senang maupun sedih.
Entah angin apa yang membawanya ke tempat itu. Malam-malam ia menelepon kekasihnya, memintanya datang ke taman, kemudian dia membawa seikat mawar. Aneh.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, ia sudah menunggu lebih dari satu jam di sana. Mungkin orang tua kekasihnya tidak akan mengijinkan kekasihnya untuk keluar malam seperti ini. Tapi entah mengapa dia masih setia duduk di kursi taman itu, ditemani sorot lampu taman dan seikat bunga.
Tring!
Sebuah pop-up chat terpampang di lockscreen handphone nya. Menampilkan kontak seseorang yang hanya di simbolkan dengan simbol hati berwarna merah muda dengan sebuah kalimat permintaan maaf di bawahnya.
Maaf aku ga bisa kesana, orang tuaku ga ngijinin..
Maaf ya..Begitulah isinya. Pemuda itu hanya menatap pesan kekasihnya, kemudian mengetikkan sebuah kalimat,
Gapapa
Kemudian mematikan handphonenya, memasukannya ke dalam kantong celananya, kemudian ia berdiri meninggalkan seikat bunga mawar merah itu lalu berjalan ke arah timur.
Jika kalian mengira arah timur adalah arah menuju rumahnya, kalian salah. Arah timur adalah arah menuju rumah salah satu sahabatnya. Dia tau sahabatnya itu masih terjaga saat ini. Dilihat dari story nya yang baru dipasang sekitar tiga menit yang lalu. Jika kalian bertanya mengapa dia kesana? Jawabannya ialah; untuk bermain permainan bersama. Ya, permainan android yang terkenal dikalangan anak muda zaman sekarang, berharap dengan begitu rasa bosannya akan hilang.
Siapa yang tidak tau permainan itu? Mungkin hanya anak yang sibuk belajar? Entahlah.-
Beberapa langkah lagi pemuda itu akan sampai di depan rumah bercat putih itu. Rumahnya sepi seperti biasanya. Mungkin orang tua dari sahabatnya itu sedang pergi? Entahlah, bukan urusannya.
Kini ia berada tepat di depan pintu rumah tersebut. Lampu salah satu kamar di lantai dua masih menyala; kamar sahabatnya, menandakan sahabatnya itu masih terjaga.
Tok tok tok!
Tidak ada jawaban.
Tok tok tok!
Nihil. Tidak ada jawaban.
Mungkin sahabatnya itu memakai headphone? Entahlah.
Pemuda itu kini berbalik menuju pagar rumah, bermaksud untuk keluar dari pekarangan rumah tersebut.
Kondisi jalanan kini sangat sepi. Hanya beberapa kendaraan yang lewat. Bahkan kendaraan yang lewat bisa dihitung dengan jari.
Kini pilihan terakhir si pemuda adalah pulang ke rumahnya. Orang tuanya sedang tidak ada di rumah, jadi dia bisa keluar dan pulang malam seperti hari ini.
Bress!
Entah mengapa hujan turun deras dengan tiba-tiba, membasahi seluruh pakaian yang dikenakannya. Jaket, kaos, celana, sandal, jam tangan, semuanya basah. Namun pemuda itu tetap berjalan santai menerobos hujan yang sedang mengguyurnya sekarang. Kini dia hanya bisa berharap agar hujan ini tidak bertambah deras.
-
Sepi.
Rumah bercat hijau muda itu sepi, sangat sepi tepatnya. Yah, seperti yang sudah dikatakan, tidak ada orang di rumah. Jika ada juga, mungkin tetap akan sepi. Sekarang larut malam, pukul sebelah tiga puluh. Perjalanan tak terduga sang pemuda telah berakhir, kembali ke titik awal; rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori Sang Dewa
Short Story"Sebuah kisah tentang seorang pemuda biasa." [SPECIAL SHORT STORY] ©angelineeeya