dia

451 70 11
                                    

"Bulan bisa mendengar lho, aku bertanya-tanya apa yang ingin kamu katakan padanya?"

Lubuk hati dan pikiranku ingin sekali, ingin sekali berkata kencang-kencang; ada seorang pria dewasa yang datang duduk disampingku untuk memandang langit tengah malam dan menyapaku seolah kami berteman baik lalu dia tidak berhentinya berkomentar tentang orang-orang yang berisik di belakang kami.

Namun aku rasanya tak tegaan---bukan deh, agaknya terlalu tidak sopan dan menjengkelkan untuk menyatakan kalau kau tidak menyukai seseorang secara terang-terangan. Aku mengeluarkan nafasku, bergumam sejenak sebelum mengutarakan kata-kataku, "Aku mau bulan mengekspos orang toksik yang menumpang hidup di kehidupanku." ujarku. Asal, aku tahu, tapi itu yang ada di pikiranku sekarang. Memotong tali tak kasat sialan itu dari hidupku, aku mau buang talinya, sampai mataku tidak bisa melihat lagi.

"Mereka menyusahkanmu, ya?"

"Membuatku hampir mati, apa itu terdengar menyusahkan?"

Ujung bibirnya tertarik saat kami bersipandang. Aku dengan tatapan skeptisku dan dia yang merespon kalimat sarkastikku tanpa beban, bagai angin malam, "Wajahmu mengatakan itu lebih dari lebih menyusahkan." balasnya.

Begitulah, aku tidak bisa mengelak lagi, yang jelas lebihnya dari lebih lebih menyusahkan.  Sesaat mulutnya terdiam, kami hanya menatap langit di atas bukit menunggu pergantian tahun. Malam yang sebenarnya tidak ada bedanya dengan malam sebelumnya, orang-orang hanya melebihkannya dengan memasang banyak petasan dan kembang api yang disangkutkan di mana-mana. Hati terkecilku tergerak saat itu juga, mengingatkan diri untuk tidak terlalu apatis dalam lingkungan sosial dan aku bertanya kepadanya. "Kalau kamu? Apa yang ingin dikatakan?"

Dia menoleh kepadaku dan tersenyum tipis. "Hmm, ingin mencintai? Yeah, aku harus lebih terbuka. Mencoba belajar lagi."

Kalau aku tidak melakukan rem dadakan pada bibir tersayang ini, bisa saja aku menumpahkan kalimat jijik akibat orang ini terdengar saat dramatisir dan picisan. Tapi tidak, tolong Lim Mari, kendalikan dirimu. Aku mengangguk mengiyakan, "Tahun ini berat, ya?"

"Bukan hal yang baru, lagipula."

"Benar juga." Sayangnya begitu, ya, orang asing. Lekas itu aku baru menyadari kalau petasan yang ditembakkan semakin banyak lalu bermunculan sahutan meriah Happy New Year sangat kencang. Aku beranjak, membersihkan celana bagian bokongku dan mendongak ke atas untuk melihat banyak petasan yang bermunculan. Tak sadar kalau pria yang disampingku melakukan hal yang sama, hanya saja tiba-tiba dia sudah membawa dua cup minuman bersoda dan memintaku untuk bersulang bersamanya.

Berhasil menenggak soda dalam sekali teguk, aku mengangkat gelas plastikku ke udara dan bersorak, "Kamu tahu? Selektif untukku dan jauhkan insecurity untukmu!"

Dia menyahut riang setelahnya, "We deserve a happiest life!"

Secepat angin berlalu, secepat petasan yang diledakkan menuju langit malam, secepat tanganku mengamit tengkuknya dalam niat asal-asalan untuk menyerbu bibirnya dengan satu kali lumatan ciuman. Postur tubuh lelaki itu akhirnya tumbang dan sedikit menunduk untukku saat aku menjauhkan sedikit kepala kami dan dia berucap kecil. "Tapi ... pacarmu?"

"He's been fucking with my so-called best friend." Ucapku satu tarikan nafas, hendak menarik kepalanya lagi untuk lebih tetapi kepalaku berdenting cepat. "Hah?"

Oke, pertama; aku datang dengan Jungkook.

Kedua; kami mengajak Erline datang bersama kami.

Ketiga; mereka memang pergi untuk membeli makanan untuk kami dan aku hanya disuruh menunggu dengan alasan supaya tempat kami tidak hilang.

Lalu bagaimana aku tahu kalau mereka ... sialan, apa ini?

Aku terdiam seribu bahasa ketika bibirku memang mengucapkan hal itu tanpa berpikir dua kali dan di luar kepalaku, lelaki yang aku kecup bibirnya bahkan tidak berkutik selama tiga menit dan berakhir mengucapkan, "Mereka tidak akan kembali."

Benar, benar, harusnya itu cukup terlihat ketika selang tigapuluh menit kemudian bahkan batang hidung mereka tak terlihat lagi. Aku menunggu angin malam rupanya, ha, lucu sekali hidupmu, Lim Mari.

bulan, harapanku, dan kamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang