03

239 20 11
                                    

"Hari ini kau cantik Yena, apa sih rahasianya?"

"kau tidak bosan cantik ya, kak?"

"Hai, Yena cantik. Bagi kontakmu dong!"

"bagaimana bisa setiap hari kau selalu nampak terlihat mempesona? Aku jadi iri"

Aku bosan dengan kalimat-kalimat itu. Ingin sekali memaki mereka untuk tidak setiap saat memujaku. Maksudku, aku ini sedang makan. Aku benci ketika kegiatan mengunyahku diinterupsi hanya untuk memamerkan senyumku. tahu dibalik sapaan itu mereka hanya memuja visualku saja, tidak ada yang begitu betul menyapaku.

Aku melanjutkan makanku sendirian. Aku tidak suka mengobrol ketika sedang makan jadi aku tidak pernah mengangkat kepalaku repot-repot memperhatikan keadaan kafetaria sebelum makananku habis.

Walaupun biasanya ada insiden meja penuh aku sering mengakhiri makanku tanpa menegur orang yang tidak sengaja duduk dimeja yang sama denganku, kebetulan bentuk meja kafetaria dibuat memanjang.

Maka tidak aneh jika aku duduk fokus dengan makanku di tengah ramainya kafetaria. Keributan yang disebabkan antrian yang panjang untuk mengambil menu makanan tidak kupedulikan.

Meja yang kutempati sudah penuh dengan mahasiswa lain yang datang setelah aku menempati meja ini. Aku tidak peduli, supku belum tuntas kuhabiskan.

"kau lagi" suara berat yang terdengar tidak antusias masuk ke indra pendengarku. Rasanya aneh sekali saat suara-suara lain terdengar memujaku kenapa yang satu ini seperti tidak suka. Sungguh aku kehilangan nafsu makan.

Penasaran siapa si suara berat ini, aku mengangkat kepalaku. Semua kekesalan yang ada dalam tubuhku menguar semua ke atas ubun-ubunku saat melihat wajah si tidak antusias itu.

Dia si mata empat.

"Kau menguntitku ya?!" semburku langsung ke hadapan wajahnya. Tidak ada yang lebih mengesalkan daripada melihat wajah datarnya itu.

Dia mengeluarkan seringaiannya, "kau memang percaya diri sekali, nona. Ini Kafetaria, dibuat untuk mahasiswa sefakultas. Bukan untuk dirimu saja."

Tolong, siapapun tahan aku untuk tidak menendang wajah cupu tapi tampannya itu.

"Hei, kau baik-baik sama senior!" kataku tidak mau kalah.

Suaraku sukses membuat orang-orang sekitar meja yang kutempati menaruh perhatian lebih ke arahku. Ah, kenapa sih junior ini membuat acara makanku jadi berantakan.

"kau bukan dari jurusanku, jadi kau bukan seniorku" dia kemudian menyumpit nasi memasukkannya ke dalam mulut. Dia tampak santai saja dengan tatapan aneh orang-orang terhadapnya.

Ohiya tentu saja, mereka pasti berpikir laki-laki ini aneh karena berhasil menginstrupsi acara makanku serta membuatku kesal. Padahal sejauh ini, jika aku kesal tidak pernah aku tampakkan sekalipun. Rusak sudah citraku.

Aku bangkit dengan gebrakan meja sehingga membuat nampan makanannya sedikit terguncang. "dengar ya baik-baik, cupu. Aku itu baik jika orang lain baik padaku. Tapi kalau orang lain kurang ajar, aku juga bisa lebih kurang ajar" setelah memberinya tatapan setajam pedang samurai, aku berlalu dengan sedikit hentakan pada tiap pijakan kakiku.

Aku bersumpah tidak akan memaafkan si mata empat itu.

***

"Iya, Bu. Astaga aku tidak akan mabuk lagi, tenang saja. Ibu juga jangan banyak menghabiskan tenaga dengan memarahiku terus. Sudah, sana ibu tidur. Besok akan ku hubungi balik"

Sambungan diputuskan oleh ibu.

Ibu tinggal bersama suami barunya yang kaya raya di jepang. Aku juga diajak tinggal bersama mereka disana, tetapi aku tidak mau harus meninggalkan korea dan terjebak bersama ibuku yang cerewet itu. Jadi, aku memutuskan untuk menyewa apartement dan tinggal disana seorang diri.

JungkookkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang