BAB 1: Gadis Menawan

22 2 0
                                    


Malam berganti pagi. Matahari mulai menggantikan tugas sang penerang malam. Di pagi yang seharusnya hanya terdengar suara ayam berkokok sekarang telah tergantikan oleh suara kendaraan yang membuat bising telinga. Menyambut suasana pagi di perkotaan.

"Ma... dimana mama menyimpan seragamku ?" Teriak seorang gadis remaja dari kamarnya.

"Di dalam lemari". Sahut seseorang dari dapur.

Sebelum keluar kamar, gadis itu sekali lagi menengok ke arah kaca untuk memastikan penampilannya. Rambutnya yang pendek dan sedikit berwarna pirang di sisirnya dengan rapih. Semuanya ia rapihkan, tak ada yang luput dari perhatian mata hitam bulat kecil itu. Pipinya yang merona itu tersenyum saat menyadari tampilannya yang perfect layaknya seorang putri yang di dandani oleh sejuta selir yang memegang berbagai baju dan alat make up untuk di tawarkan padanya. Setelah merasa sempurna ia pun turun ke bawah untuk menyantap sarapan bersama ayah dan ibunya di meja makan.

Tangga kayu yang dihiasi ornamen khas cina itu membuat kesan yang berbeda di rumah tersebut. Karena hanya di tangga itulah setiap orang yang melewatinya akan merasakan etnis budaya cina yang begitu kental. Tentu saja itu bukan keinginan gadis itu. Bahkan ia tidak suka karena menurutnya tangga itu membuat suasana menjadi suram dan gelap karena warna merah yang terpantulkan dari pajangan yang di pasang di dinding sebelah tangga. Namun ia tak mampu menentang keinginan sang ayah. Karena menurut ayahnya hal itu sangat unik dan menarik. Ada lima belas anak tangga yang harus di lalui oleh gadis itu untuk sampai ke anak tangga yang terakhir dan langsung menuju meja makan.

"Hai ma, hai pa." Sapanya pada orang tuanya yang telah stand by di kursi mereka masing – masing.

"Hai sayang.." jawab mereka bersamaan.

Hanya tersedia empat buah kursi di meja itu. Ya, walaupun di rumah ini hanya dihuni oleh tiga orang. Di rumah ini tak memiliki seorang pembantu rumah tangga karena sang nyonya rumah hobi memasak dan membersihkan rumah, sehingga tentu saja mereka tak perlu membayar mahal untuk seorang pembantu rumah tangga.

Santapan pagi itu berjalan selayaknya hari – hari biasanya, dengan di selingi obrolan – obrolan ringan di pagi hari dan sedikit nasihat - nasihat yang selalu di ulang di setiap pagi sebelum kedua anggota keluarga berangkat ke luar rumah.

Setelah selesai menghabiskan sarapan, gadis itu yang bernama Bella Putri Nugroho yang sehari – harinya di panggil Bella, berangkat dengan mobil bersama ayahnya.

Setengah jam berlalu dengan cepat tak terasa, terlihat gerbang berwarna merah keemasan yang dengan sebuah pos satpam penjaga sekolah tepat di sampingnya.  Sebuah tugu besar yang bertuliskan SMA PURNAMA BAKTI menyambut mobil yang mereka kendarai.

SMA itu tidak terlalu megah, hanya saja karena warna gerbangnya yang merah keemasan membuatnya terlihat seperti sekolah elite para bangsawan. Di dalamnya hanya terdapat delapan belas ruang kelas, satu ruang guru, sebuah lab. IPA, lab.komputer, dan dua buah aula yang lumayan besar. Di tambah juga dengan lapangan yang multifungsi, yang biasanya digunakan oleh para siswa untuk bermain sepak bola, voly, basket, dan untuk upacara bendera. Ruang – ruang kelasnya tidak di tata berjajar melainkan acak – acakan dimana saja. Bagi orang yang baru pertama kali datang mungkin akan tersesat. Yang membuatnya menarik adalah sekolah ini memiliki kolam renang indoor pribadi yang cukup luas. Di belakang sekolah itu terdapat sebuah bukit kecil yang lumayan rimbun. Bukit yang begitu asri dengan pepohonan rindang yang saling merapat. Karena letaknya yang terhalang oleh bangunan sekolah, warga setempat tidak mengetahui bahwa ada bukit di sana. Namun tak seindah yang dibayangkan. Banyak gosip yang mengatakan hal-hal aneh tentang bukit itu. Bahkan ada juga gosip yang mengatakan siapapun yang masuk ke sana lewat dari matahari terbenam, maka tidak akan bisa keluar lagi untuk selamanya. Karena gosip-gosip itu pula para guru dan kepala sekolah SMA Purnama Bakti setuju untuk tidak mengizinkan siapapun untuk datang ke bukit itu.

"Back Side" : Di balik Keindahan yang TenangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang