Teror

47 3 3
                                    

Hari ini, hari saat tiga tahun lalu aku mengalami kejadian yang tidak semua orang mengalaminya. Bahkan mendengar ceritaku saja tidak ada yang akan percaya. Tetapi, entah mengapa, hari ini aku mengingat kembali kejadian itu dengan jelas. Hari ini, tanggal dua belas Oktober pikiran itu memenuhi kepalaku.

Kreek.. Bunyi deritan pintu menggugah lamunanku. Aku melihat kaki yang melangkah datang menuju kearahku secara perlahan.

"Kenapa kamu melamun lagi Han?" suara serak itu mengawali pembicaraan.

Suara dari seorang teman, sahabat, bahkan seperti kakakku itu membuat aku tersenyum.

"Engga Ratih, aku cuma mengingat kejadian tiga tahun lalu yang mengerikan itu," ucapku.

Ia melihatku heran, dia mungkin masih menganggap aku tidak benar-benar mengalaminya. Ratih memang tidak tau tentang kejadian tiga tahun yang lalu, kejadian dimana ayah ibuku terenggut nyawanya. Hanya tersisa aku sendiri dirumah ini, sampai Ratih datang dan menemaniku tinggal. Setelah menjawab singkat pertanyaan Ratih, aku bergegas menuju kamar mandi di ujung dapur.

Strakkk... "Aaaaaa.. " teriakku.

Jantungku berdetak 6 kali lebih cepat dari biasanya, keringat dingin mengalir membasahi dahiku, tubuhku gemetar. Sekarang hanya otakku yang bekerja terlalu keras untuk berpikir.

"Kenapa pisau itu terlempar dan menancap di sabun westafel? Siapa yang melemparnya?" gumamku.

Aku menjauh dari kamar mandi sambil melihat sekeliling. Tidak ada tanda-tanda orang yang melemparnya. Aku seperti benar-benar 'sendirian'.

"RATIHHHH," panggilku keras.
Tak ada suara apapun disini. Hanya dentingan jam yang menjawabku. Dengan rasa keberanian yang bahkan hampir hilang, aku hanya bisa berjalan menuju kamar.

Saat dikamar, aku berbaring di kasur dengan nyaman, namun ada suara yang menggangguku. Lagu favoritku terputar secara tiba-tiba dan berbunyi di ruang tamu. Itu adalah nada panggil teleponku. Aku bergegas pergi ke ruang tamu untuk mengangkatnya. namun, nada teleponku berhenti. Karena aku masih takut akan kejadian tadi, aku hanya kembali ke kamarku.

Tiba-tiba teleponku kembali berdering, aku kembali ke ruang tamu. Tetapi setelah sampai, teleponku kembali diam, aku memutuskan untuk mengambil teleponku dan kembali ke kamar.

Aku mengecek siapa orang jahil yang menelfonku berkali-kali. Saat membuka layar kunci HP, Ratih tiba-tiba menelfonku.

"KENAPA KAMU MEMATIKAN TELEPONKU? SESIBUK APA KAMU HARI INI?" teriak Ratih dari teleponku.

Deg.. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan dari Ratih. Bulu kudukku kembali meremang dan badanku terpaku.

"Sii..siapa yang mematikan telfonnya?" ucapku lirih.

"Mana aku tau Hana.." Ratih membalas melalui telfonnya.

Aku mematikan teleponku tanpa menjawab perkataan Ratih. Aku sekarang sangat yakin ini ada hubungannya dengan teror Keluarga Nasution tiga tahun yang lalu itu.

"Aku pulang,," sapa Ratih dari ruang depan.

"Maaf Hana tadi aku ke toko sebentar," lanjutnya.

Aku langsung bergegas menghampiri Ratih. "Ratihh, kita harus mencegah kejadian tiga tahun lalu terulang lagii!!" ucapku sambil terengah-engah.

"Apa lagi? Kejadian apa?"

"Teror keluarga Nasution,"

Setelah tiga kata itu terucap dari mulutku, kami berdua diam.

Malam harinya, aku dan Ratih berniat untuk melupakan waktu tidur untuk mencari penyebab keanehan-keanehan yang baru saja aku alami.

Teror Pisau Elizabeth [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang