Entweder Oder.
Rabu, 2 September 2020.
Dan sebuah peluru melesat ke arah betis Eth tepat sasaran. Eth berteriak namun tak menghentikan langkahnya dan terus berlari menjauhi 'sesuatu' itu, wujudnya adalah seorang pria bertopeng yang membawa revolver di tangan. Pria bertopeng itu pun tak mau kalah dan ikut berlari mengejar Eth yang mulai terseok-seok akibat kaki kanannya yang tertembak. Semakin lambat gerakan Eth, semakin cepat larinya pria bertopeng tersebut.
Lalu tak lama Eth tersandung sebuah akar pohon dan terbaring tak berdaya dengan napas memburu. Wajahnya yang pucat sangat terlihat kontras dengan debu yang menempel hingga membuatnya terlihat kotor, ditambah keringat yang membanjiri membuat helai rambutnya menempel lengket di kulit wajah. Netra merah terang Eth menatap tajam sang pria bertopeng yang berjarak hanya beberapa kaki saja darinya. Ia memejamkan matanya sejenak guna menetralkan detak jantungnya yang berdebar dengan sangat kencang. Ia pasrah.
Saat sang pria bertopeng itu sudah berada di depan wajahnya, ia hanya bergeming. Tanpa Eth duga, pria itu menyergap dan menduduki perutnya, lalu menyodorkan moncong revolver pada kepala Eth. "Siapa kau?" tanya pria bertopeng pada Eth.
Eth menatap lekat topeng yang menutupi wajah asli pria itu dan mencoba mencari tahu wajah siapa yang disembunyikan topeng tersebut. Tanpa berkedip, Eth menjawab. "Aku Alvar Ethelinda."
Satu tamparan keras menghantam pipi lengket Eth. Eth hanya diam tanpa berniat untuk melawan. Lagipula tak ada gunanya melawan, biarlah alam yang menentukan apakah ia pantas hidup atau mati. Ia sudah muak dengan dunia ini dan seisinya.
Tangan kekar pria bertopeng mencengkeram kuat rahang Eth. "Aku ingin jawaban yang sebenarnya, siapa kau?"
Eth meludah. "Aku Alvar—" belum selesai ia menjawab, tamparan keras kembali ia rasakan, bahkan kali ini lebih terasa kencang dari sebelumnya. Pria itu bertanya lagi. "Ini pertanyaanku yang terakhir, jika kau kembali tidak menjawab, maka kau akan kubunuh. Siapa kau sebenarnya, Eth?"
Eth tertawa kasar dan perlahan mengangkat kedua kakinya yang bebas dari tindihan pria tersebut. Untung sekali karena pria bertopeng itu hanya menduduki perutnya. Untuk membuat si pria terkecoh dan tidak menyadarinya, ia menarik tengkuk pria itu agar berhadapan dengan wajahnya. Pria itu tidak berontak dan memilih diam, ia tidak menyangka jika Eth akan mendorong kepalanya kencang yang lekas disambut oleh tendangan kaki Eth. Pria itu melenguh pelan akan terbentur kepalanya dengan ujung sepatu Eth. Lalu dengan gerakan yang amat lihai, Eth mengubah posisi. Kini pria tadi sudah terkapar dalam tindihan Eth. Netra Eth yang semula merah mulai berubah warna seluruhnya menjadi hitam pekat. Membuat siapapun bergidik ngeri jika melihatnya, tak terkecuali pria itu.
"Giliranku. Siapa kau?" Eth memandang topeng pria itu dengan gaya menantang.
"Mengapa?" lirih si pria tanpa berniat menjawab pertanyaan Eth.
Eth mengangkat sebelah alisnya, sebab pertanyaannya malah dibalas dengan pertanyaan lagi. "Apa maksudmu?"
Terlintas di benak Eth untuk membuka topeng pria tersebut. Maka dengan sedikit kasar, segera saja Eth menarik topeng kayu itu.
Ketika topeng itu terbuka sepenuhnya, Eth menelan ludah. Sangat tak disangka-sangka. Pria yang kini tak bertopeng lagi, berujar dengan suara bergetar. "Ada apa denganmu, Eth? Mengapa kau melakukan ini pada kami?"
"Seharusnya aku yang bertanya, mengapa kalian mencoba untuk membunuhku tempo hari? Kalian pikir aku tidak mengetahuinya? Sebuah pengkhianatan yang sangat menyakiti hatiku."
Eth membuang muka dan beranjak dari tubuh pria itu. Ia mengeluarkan sebuah revolver 733 dari holster pahanya, dan tanpa rasa gentar sedikit pun, sebuah peluru melesat mengenai jantung pria yang masih terbaring tadi. Sekali lagi Eth meludah. Meludahkan sepercik darah yang berwarna kehitaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Verrat Bringt Wunden #RAWSBestfriend
Short StoryCerpen untuk mengikuti lomba #RAWSBestfriend. Virus itu menghancurkan segalanya. Hanya menyisakan beberapa makhluk yang bisa bertahan diri dengan baik. Mereka menyebutnya sebagai virus Ad Mortem, atau menuju kematian. Lima sekawan itu salah satu con...