0.1|Jika Kita Tak Saling Mengenal

33 2 0
                                    

Siang ini kamu sedang duduk di kantin fakultas mu, mengerjakan sedikit tugas yang diberikan oleh dosen pengampu. Lalu,  kamu memutuskan untuk mematikan laptopmu, mengambil jus alpukat yang kamu pesan tadi, dan membiarkan cairan kental itu masuk melalui kerongkonganmu. Kamu berniat memesan semangkuk soto karena merasa lapar sehabis menyusun tugas laporan praktik itu. Namun, sebelum beranjak dari kursimu, kamu menegakkan punggungmu, matamu menyusuri kantin, tak ada yang begitu menarik. Hanya pemandangan biasa orang-orang yang mengantre di stand makanan, ada juga mereka yang berfokus pada ponsel, atau mungkin segelintir orang yang melakukan hal serupa dengan mu.

Kamu masih belum beranjak dan malah melepaskan kacamata bulat mu, karena merasa sedikit pusing atau karena kamu merasa kacamata mu berdebu. Kamu melipatnya dan menaruh kacamata itu di atas komputer lipatmu. Hal selanjutnya yang kamu lakukan adalah merogoh ponsel pintarmu dari saku jas almamater yang kamu pakai. Mengecek barangkali ada chat penting atau barangkali ada yang mencarimu. Lantas setelah itu, kamu membuka aplikasi Instagram, melihat story mereka-- hanya sebagian kecil.

Kamu menggulir jarimu, melihat feeds Instagram. Terkadang kamu tersenyum melihat foto mereka yang sukses dengan jalannya sendiri. Namun, seketika kamu berhenti menggulirkan jarimu pada layar ponsel pintarmu, ingin melihat sedikit lebih lama pada satu postingan seseorang yang sangat kamu kenali--



dulu.

Dia tampak bahagia, pikirmu. Memang tidak menatap pada kamera, tapi dia melihat seseorang di sebelahnya yang menatap kamera.
Dia telah mempunyai penggantimu, pikirmu lagi. Ah, memang sudah seperti itu siklusnya, bukan? Jika sudah tak ada yang menemani, lantas mencari kembali. Pikirmu lagi dan lagi. Kemudian, kamu tersadar mengapa kamu banyak berasumsi mengenai dia dan seseorang yang kamu anggap telah menggantikanmu.
Kamu menyederhanakan pikiranmu, merasa semua memang sudah seharusnya. Dia memang tak melupakanmu, dia hanya menyimpanmu dalam kotak ingatan masa lalu. Seiring dengan bunyi detik jam, kotak ingatan itu akan semakin terkubur dan mendapat tempat yang dalam di ingatannya.

Kamu melanjutkan menggulirkan jarimu sebentar sembari memikirkan hal-hal kecil yang membuat hidupmu berubah besar. Seperti,

Jika kita tak saling mengenal dulu, mungkin kamu tak akan menjadi dirimu saat ini.

Jika kita tak saling mengenal dulu, kamu tak akan memikirkan begitu dalam mengenai perkataan orang tuamu yang memintamu tak usah berpacaran sebelum kamu menyadari bahwa mereka begitu khawatir atas dirimu.

Jika kita tak saling mengenal dulu, kamu tak akan begitu menikmati waktu berharga yang kamu habiskan dengan kedua orang tuamu.

Jika kita tak saling mengenal dulu, kamu mungkin tak akan memasuki jurusan kuliah yang kamu dan orang tuamu harapkan.

Jika kita tak saling mengenal dulu, kamu mungkin tak akan duduk di kantin fakultasmu, lantas memikirkan banyak hal yang sudah kamu lewatkan dengan percuma, dan hari ini kamu mencoba menebus kesalahan yang kamu buat pada dirimu sendiri.

Jika kita tak saling mengenal dulu, kamu berpikir kamu tak akan memiliki pikiran untuk selalu mengambil sisi positif dari setiap fase kehidupan.

Maka, kamu menutup aplikasi Instagram lalu menyimpan kembali ponsel pintarmu, seraya merasa berterima kasih pada Tuhan karena telah membuat kamu dulu mengenalnya.

Sehingga membuat pribadimu lebih kuat di masa sekarang.

Kamu mengambil kembali kacamatamu dan memakainya. Sekarang kamu benar-benar beranjak untuk memesan semangkuk soto. Dan sekali lagi kamu begitu bersyukur pada Tuhan atas rencananya yang begitu menakjubkan lebih dari sekadar kata indah.


...

Bandung,
Sabtu, 26 Januari 2019
15.33 WIB

IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang