BILAL

15 1 0
                                    

Aku masih tertidur pagi ini. Tak lama, samar- samar kudengar suara beberapa lelaki yang sedang bercengkrama. Entah berapa usia mereka, namun suara mereka mengusik lelapku. Seseorang membuka pintu kamarku, ternyata kakekku.

Kakekku masih tergolong usia muda jika dalam kategori 'kakek', ya memang beliau adalah adik dari nenekku. Kakekku bahkan memiliki anak yang seumuran denganku, tepatnya sih salah satunya. Salah satunya lagi masih SD.

Entahlaah aku masih lesu hingga tak tau siapa saja yang masuk ke kamarku ini. Ku kerjapkan mataku beberapa kali. Ternyata benar, ada kakekku dan anak- anaknya. Tidak tau apa yang mereka lakukan, tidak ada yang menyapaku.

Hei, ada apa ini? Aku bergegas ke kamar mandi dan bersiap diri berangkat ke sekolah.

...

Aku sudah berada di sekolahku, sekolah yang elite dimana setiap kelas memiliki mini market dan tangga pribadi. Aku dengar guru pagi ini menjelaskan bahwa sekolah ini memiliki lebih dari 50 kelas, entah berapa lantai dan aku rasa sudah berapa kali tersesat disini.

Aku bahkan lupa sudah berapa lama aku sekolah disini. Guru-guru ataupun teman pun ku rasa tak ada yang ku kenal. Tapi aku masih dengan rajinnya berangkat sekolah. Satu- satunya orang yang kukenal ialah kakekku yang mengajar disini. Semua yang aku alami terasa dejavu setiap harinya. Tersesat di pagi hari ketika akan memasuki kelas, dan tersesat ketika akan pulang. Semakin lama aku merasa asing di sekolah ini.

Hari ini aku sedikit heran, kenapa anak- anak kakekku ikut menemaniku pergi ke sekolah. Aku sangat akrab dengan mereka, dan kami saling menyayangi. Aku memang yatim piatu, hanya mereka yang ku miliki dan kakak kandungku yang tak pernah akur denganku.

Sejujurnya aku sedikit lega, karena aku masih mengenal seseorang di sekolah ini. Lumayan bisa diajak mengobrol ketika jam istirahat.

...

Pulang sekolah pun tiba, semakin lama aku merasa sekolahku bagai neraka. Tak ada yang membuatku nyaman selain keluargaku yang ada di sini. Sebelum doa rutinan bersama sepulang sekolah yang entah sejak kapan diadakan, aku menuruni tangga lewat tangga khusus kelasku. Di kelasku memang terdapat dua tangga, yaitu khusus dan umum. Aku juga tidak paham apa efisiennya memiliki dua tangga dalam satu kelas.

Tapi aku sedikit takut, karena setiap kali aku menuruni tangga khusus pasti aku akan tersesat. Hatiku menolak berjalan, namun tubuhku tak bisa kuhentikan. Waktu berjalan cepat, bukannya turun dan mencapai lantai dasar, aku malah melewati kelas kelas di lantai kelasku. Aku sangat khawatir, dimana pintu keluar gedung ini.

Setelah ku ingat ingat lagi, sepertinya aku tidak pernah benar benar pulang. Aku tidak ingat dimana rumahku, bagaimana aku pulang dan berangkat sekolah. Hal tersebut semakin membuatku gelisah dan kebingungan.

Sesekali aku bertanya pada guru dan murid, tapi mereka menjawabku dengan bentakannya. Aku semakin takut, sama sekali tak ada yang kukenal. Jalanku semakin tak terarah, menyusuri tangga yang tak tau tujuannya. Nafasku semakin tak beraturan. Bangunan- bangunan juga semakin tua. Apa yang terjadi?

Aku berjalan semakin cepat, melewati pintu- pintu ukiran kuno. Ku kira ini kantor guru. Aku juga melewati ruang tamu dan dapur, yang perabotannya juga kuno. Ku kira yang ini ialah ruang kepala sekolah, kenapa sangat mirip hunian rumah tua?

Tak lama aku sampai di lantai ekskul, tak berpenghuni seperti ruang guru dan kepala sekolah. Aku hanya melihat dua murid yang sangat mesra. Mereka sangat familiar, tapi aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas, satu murid laki- laki sedang memainkan musik tradisional, dan si perempuan bernyanyi dengan cantiknya. Perempuan itu sangat cantik kukira, dengan suara dan jilbab putih panjangnya.

Aku melihat mereka hanya sekilas, kini teringat bahwa aku tersesat. Aku khawatir kakek akan kebingungan mencariku. Ku lihat kearah jendela, hari sudah gelap dan udaranya dingin. Jalanku semakin cepat ke sudut ruangan, sepertinya disana ada tangga. Tapi yang kudapati malah lubang persegi yang amat dalam. Hampir saja aku terjatuh, dan menyesali jalan cepatku.

Jantungku kian berdebar kencang, aku berbalik arah mencari sudut lain tempat tangga berada. Aku melewati dua murid tadi, namun si perempuan berlari ke jalan lubang persegi dan si laki- laki berusaha menghentikannya. Aku tidak peduli, aku harus bergegas pulang.

"AAAAAAAAAAAAAA.......!!!" suara perempuan menjerit, suaranya semakin menjauh. Entah mungkin aku yang menjauh.

Namun suara itu menghentikanku. Gelap. Kurasakan keringat membanjiri pelipisku.

...

Kubuka mataku masih dengan gelisah. Dimana aku? Kamar kuno dengan ranjang reot warna pink. Aku berlari keluar kamar, teringat aku harus pulang. Ini bukan rumahku.

Aku melewati dapur sempit, sepertinya aku pernah kesini. Seorang pria sedang memasak mi rebus, hei aku sangat suka mi rebus. Ah masa bodoh, aku melewati pria itu, ternyata ia pria yang ku temui di lantai ekskul. Sekilas aku berpikir, dimana si perempuannya.

BRAKK..! PYARR....

Tepat ketika aku berjalan di belakangnya, Pria itu membanting panci mi rebus yang masih diatas kompor.

"seharusnya aku lebih berhati- hati menjagamu dari lubang persegi itu" gumam pria itu.

Deg...

Langkahku terhenti, sepertinya jantungku juga terhenti. Pintu dapur terbuka akibat angin dengan dramanya mendobrak. Tubuhku bergtar hebat, mataku sudah tak kuat menampung genangan air mata. Kutolehkan kepalaku kebelakang, kutatap pria itu. Terlihat putus asa, dan menyesal.

"Ternyata itu kamu Bilal, kekasihku" ucapku gemetar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When I dieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang