"Lo kenapa? Diem bae dari tadi, ada masalah apa?" tanya Gina menghampiri dan duduk di kursi depan.
Aku hanya menatap sekilas wajah Gina, sebagai pertanda bahwa aku merespon pertanyaannya. Aku menarik nafas panjang dan mengubah posisi duduknya menjadi tegap.
"Gue baik-baik aja, tenang ae. Tumben enggak bareng Diva, dimana itu anak?" tanyaku berusaha membiarkan pertanyaan dari Gina. Aku bingung harus menjawab apa, haruskah aku bercerita atau diam saja seolah tidak ada masalah.
"Biasalah, anak band selalu ada di studio buat ngadem disana." jawabnya mengalihkan pandangan ke arah handphone.
Tring. Tring.
Ponselku bergetar di atas meja, spontan tanganku meraihnya. Memeriksa notifikasi yang muncul, terdapat 12 pesan dari 2 chat. Notifikasi yang paling membuatku tertarik adalah pesan dari Kakak laki-lakiku yang bernama Alvero Adi Gustave.
'Dek kamu nanti siang kakak mau jemput kamu, mulai jam 12.15 kamu izin.'
Itulah pesan dari Kak Vero, aku di izinkan untuk tidak mengikuti pelajaran seperti biasa. Surga dunia bagi murid sepertiku, kebetulan sekali aku sedang malas sekolah. Akhirnya Kakaku menyelamatkanku dari pelajaran Mantan (Matematika Peminatan).
"Asoy, gue izin dong dari jam 12.15 nanti." ucapku tersenyum kejam sambil meletakkan ponsel.
Spontan Gina menoleh. "Mau kemana lo? Gue ajak dong, mager nih pelajaran Mantan. Ntar gue ditunjuk mulu suruh maju." bujuk Gina.
Tak lama Talitha dan Diva masuk kelas membawa makanan ringan yang diduga baru balik dari kantin selepas dari studio. Mereka berdua menarik kursi selagi mencari posisi yang tepat. Senyumku yang belum hilang menimbulkan pertanyaan.
"Lo kenapa senyum-senyum sendiri, lagi bahagia?" tanya Talitha membuka bungkus roti yang ia beli.
Aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, jam menunjukan pukul 12.01 yang dimana kurang 14 menit lagi aku akan pulang ke rumah. "Gue mau izin dong sekarang, nikmati pelajaran mantannya. Oh ya, buruan cari pasangan sebelum bel masuk."
Aku membereskan buku pelajaranku dan memasukannya kedalam tas, mengemas semua barang yang kubawa dari rumah.
Tanganku melambaikan tangan, "Gue duluan guys, nanti gue chat kalian buat minta catatan hari ini."
"Ogah!"
***
Duk.
"AIH JIDATKU!" Rasanya berkedut-kedut. Aku mengusap-usap jidatku yang baru saja terpentok oleh kursi mobil yang berada di depanku.
"Sakit? Ngelamun ajah sih kamu." kata Kak Vero yang tertanya sedari tadi memperhatikanku. Aku hanya mendengus kesal.
"Kita mau kemana sih Kak? Dari tadi enggak sampe-sampe, tau enggak sih ini pantat rasanya udah panas." keluhku.
Kak Vero tak menjawab pertanyaan ku matanya hanya tertuju pada jalan raya, betul saja dia memang sedang mengendarai mobil. Tapi setidaknya dia menjawab pertanyaan ku, dasar orang.
Saat melihat ke luar jendela, aku seperti tahu jalan yang dilewati Kak Vero. Sepertinya jalan itu tidak asing bagiku, mungkin sudah 2 atau 3 kali aku melewati jalan ini.
"Jangan bilang ini jalan menuju rumah mereka?!" gumamku. Aku baru sadar bahwa Kak Vero sedari tadi melihat gerak bicara ku dari kaca.
"Mampus, semoga ajah Kak Vero enggak sadar aku bergumam apa tadi." batinku.
***
Cerita pertamaku gengs, jangan lupa buat vote and comment.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me?
Teen FictionTerkadang aku merasa bahwa Tuhan tidak adil. Aku merasa hidupku tidak di sertai dengan kebahagiaan. Pada awalnya aku selalu berharap bahwa seorang laki-laki yang ku sebut Papa bisa membawakan nasibku lebih baik dari yang lain. But it turned out tha...