05

15K 786 28
                                    

Lubang berkerut itu rasanya ingin kumakan saat ini juga, ditambah milikku yang sudah berdiri tegak sejak lima menit yang lalu.

Di depanku, di atas ranjang, Yoora sedang menungging dengan vagina yang dipenuhi vibrator dan cairannya sendiri. Aku tidak tahu persis seberapa banyak dia keluar dalam lima menit ini.

“Mendesah, Jeon Yoora!” aku berteriak, sedikit kesal sebab Yoora menahan desahannya. Melihat Yoora menggeleng dengan nata terpejam, lantas aku meninggalkan sofa dan menghampirinya.

Kuusap pantat putihnya sebelum mengecup dan menggigit gemas. “Ukh, kau sialan sekali. Benar-benar jalang!” kutampar pantat indahnya dengan keras sehingga menghasilkan erangan dari mulutnya. Aku terkikik, merasa menang setelah menyadari Yoora menangis. “Siapa suruh mau mengangkang di depan bosku itu?”

Dia liar sekali saat tidak bersamaku. Ah, ralat. Dia juga akan lebih liar saat berada di atas ranjang denganku.

Tadi sore aku memergokinya di ruang tamu sedang bermain dengan Min Yoongi—si manusia pucat sialan dan bisu. Bukannya memberontak, wanitaku ini malah terlihat menikmati. Kepalanya mendongak dan memejam, lalu desahan mengiringi saat lidah Yoongi yang kuyakini tak lebih panjang dariku mulai menyapu miliknya.

PLAK!

“Kenapa diam, Jalang?! Ayo, hitung berapa spank yang kuberikan,” teriakku.

Suara seraknya mengalun di runguku. “Sakit sekali, Jungkook. Hiks,”

Aku berdecih di saat tangisnya semakin kencang. “Apakah aku tidak sakit saat melihatmu disetubuhi pria lain, Yoora?! Rupanya kau memang sudah bosan padaku, ya? Atau sengaja minta dihukum?”

Yoora menggeleng. “A-aku tidak—aw sakith.”

Mau menyangkal kalau kau tidak disetubuhi Yoongi, begitu?!”

Aku menaiki ranjang, berlutu di belakangnya sebelum memegangi pinggul yang hendak terjatuh.

Jariku menyentil lubang berkerutnya, lantas mengusapnya lembut. “Mau tahu bagaimana penisku menghancurkan lubang yang satu ini, Yoo?”

Dia menggeleng, tangisannya tak kunjung berhenti ditambah jari tengahku yang perlahan masuk ke dalam lubang belakangnya setelah kubasahi dengan saliva.

“Jangan ... sakit sekali, hiks.

Aku bergerak mengacak lubangnya, tak memedulikan wanitaku yang tengah menangis kencang sambil terus menggeliat.

Setelah puas jariku dengan lubang belakangnya, aku lekas melucuti pakaian yang menutupi tubuhku. Memposisikan milikku di lubang yang kini berubah merah, lalu mulai mendorongnya perlahan.

“Terlalu sempit, Sayang.” Kabut berahi sudah menutupi semua akal sehatku. Aku berteriak seusai berhasil memasuki lubangnya yang sempit dan menghisap milikku terlalu kuat.

Aku bergerak perlahan agar lubangnya dapat beradaptasi dengan milikku di dalamnya.

“Apakah aku harus terus menghukummu, Yoo? Di mana kauletakkan otakmu jika menjaga perasaanku saja tidak bisa, huh?!”

Yoora lagi-lagi menggeleng, kemudian memekik. “Daddy—lepaskan benda ini. A-aku tidak—eungh,”

Aku terkesiap, buru-buru melepaskan vibrator yang masih menyumpal vaginanya.

Aku mulai menggerakkan pinggulku cepat, menekan milikku semakin dalam saat Yoora kian merengek dan mendesah.

Tidak ada yang lebih nikmat dari lubangnya. Wanitaku tak pernah mengecewakan saat berada di atas ranjang.

Ketika milikku dijepit olehnya dan milikku yang sudah berkedut, aku menaikkan tempo gerakan dan ... “Akh, nikmat.” Milikku melebur di dalam sana.

Aku melepas penisku seiring dengan tubuhnya yang merosot dan ambruk di atas ranjang. “Berbalik. Kaupikir hukumanmu sudah selesai?”

Aku bisa dengar napasnya yang tercekat, lalu berbalik telentang.

Matanya menatapku sayu seolah berkata bahwa dia sudah lelah. Namun aku lekas menggeleng dan melebarkan pahanya.

Aku mencium bibirnya, mengalihkan rasa sakit yang mendera saat penisku perlahan memasuki vaginanya.

Dan di ambang cumbuanku, Yoora mengisak sambil berkata, “Aku mencintai Daddy Jeon. Selamanya, hanya dirimu.”

PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang