Part Pengantar

66 3 2
                                    

Sosoknya tidak dipungkiri sudah menyedot lebih banyak waktuku. Namanya Bang Riza, orang sekampung memanggilnya Bang Haji. Bukan tanpa sebab karena dia memang sudah berhaji, celananya cingkrang, jenggotnya panjang, dan ada tanda hitam di keningnya. Dia dikagumi bukan hanya karena ibadahnya, tapi juga karena kedermawanannya. Ditambah dengan usahanya yang maju sehingga dia menjadi yang terkaya di kampung. Satu lagi nilai plusnya. Dia masih muda dan dia.....

TAMPAN!

Usianya baru menginjak 36 tahun, anaknya sudah empat dari mantan istrinya. Cerai mati 1,5 tahun lalu. Sepeninggal istrinya banyak yang antri untuk menggantikan tempat istrinya tapi dia sama sekali tidak bergeming. Belum menemukan yang cocok, ujarnya.

Usaha yang dia punya adalah sebuah toko material dan sebuah usaha rumah tangga pembuatan kerupuk. Karyawannya lumayan banyak.

Aku adalah salah satu pengagumnya.

Namaku Aji, tetangga Bang Haji. Aku sudah lulus SMA 3 tahun yang lalu. Aku bekerja di toko materialnya Bang Haji, sebagai kasir. Aku dipercaya Bang haji lebih dari yang lain. Aku juga cukup dekat dengan anak-anak Bang Haji, apalagi sama si bungsu, Ghazi namanya, baru 1,5 tahun. Ibunya meninggal setelah melahirkan Ghazi ini.

Aku juga dekat dengan Hasna si anak sulung yang sudah kelas kelas 1 SMP, juga dengan Syafik dan Haula.

Suatu hari aku menemani Bang Haji bertemu dengan temannya di luar kota. Rupanya Bang Haji mau melebarkan sayap bisnisnya. Ini adalah perjalanan bisnis ke sekian dimana aku diminta menemaninya. Biasanya urusan di luar kota baru selesai setelah 3 hari, otomatis kami harus menginap. Kadang menginap di tempat temannya, tapi tak jarang juga menyewa penginapan atau hotel.

Ada satu kebiasaan Bang Haji yang tidak semua orang tahu. Bang Haji senang tidur hanya mengenakan celana pendek atau boxer saja. Katanya dia tidak bisa tidur kalau harus berpakaian lengkap.

Jelas ini adalah siksaan bagiku.

Bang Haji tidak paham bahwa ada predator di sampingnya yang bisa memakannya kapan saja, termasuk malam ini.

Aku gelisah tidur di samping Bang Haji yang tidur terlentang bertelanjang dada, sementara Bang Haji sudah terlelap dengan dengkuran halusnya. Wajahnya tampan sekali dengan jenggot dan jambang yang lebat, sementara kumisnya tipis menghiasi bibir merahnya. Mataku beralih ke dadanya yang bidang serta perut yang rata karena sering mengangkat barang. Tidak ada six packs di situ. Badannya berisi dihiasi dengan bulu-bulu halus. Di bagian pusar terdapat bulu yang lurus ke bawah sehingga hilang ditelan celana boxernya. Dan di sana ada gundukan yang sepertinya sedang menggeliat. Pertanda dia pria yang masih normal.

Aku duduk menikmati pemandangan itu semua. Milikku jangan ditanya, sudah tegang sedari tadi.

Apa yang harus aku lakukan?

Akal sehatku kalah, tanganku perlahan mendekati bagian luar boxernya. Pelan sekali. Kemudian aku mengusapnya. Gundukan itu semakin membesar. Dengkuran halus masih terdengar. Aku tidak kuat. Akhirnya tanganku nakal memegang paha dan masuk ke dalam boxer. Aku bisa merasakan hangatnya. Aku bisa merasakan kekenyalan dagingnya. Aku juga bisa merasakan rambut-rambut yang tumbuh di sana. Benda kenyal itu semakin menggeliat dan aku prediksi ini cukup besar untuk ukuran orang Indonesia.

Tiba-tiba Bang Haji berubah posisinya sehingga aku langsung mencabut tanganku dan langsung pura-pura tidur. Dengan perasaan yang deg-degan aku mencoba tidur, aku menyesali perbuatan yang aku lakukan tadi. Bagaimana kalau Bang Haji tadi menyadarinya?

Aku mendengar Bang Haji bangun dan beranjak dari kasur. Setelah itu ada suara pintu tertutup dan terdengar suara air keran.

Tidak berapa lama Bang Haji tidur lagi di sebelahku. Aku menunggu suara dengkuran lagi, tapi 10 menit aku menunggu dengkuran itu tak jua datang. Akhirnya aku berbalik menghadap Bang Haji dan alangkah kagetnya aku ternyata Bang Haji sedang menatapku. Membuat jantungku mencelos, aku langsung menunduk tanda malu.

"Kamu suka Abang, Ji?"

Aku memberanikan menatapnya. Pertanyaan itu kontan membuat dadaku semakin berdebar. Antara takut dan malu.

"Ke-kenapa Abang bertanya seperti itu?"

"Abang tahu apa yang kamu lakukan tadi."

"Ma-maaf Bang, saya khilaf."

"Kenapa suka Abang?"

"Ya siapa yang gak suka sama Abang, orangnya ganteng, baik, kaya lagi. Aku malah beruntung banget bisa kenal dekat dengan Abang, tapi aku malah gak tahu diri."

"Jadi Abang ganteng?"

"Iya, banget malah."

"Kamu sering mikirin Abang?"

"Tiap saat, sampai tersiksa. Apalagi Abang suka tidur telanjang dada kaya gitu."

"Ya udah Abang pakai baju deh tidurnya."

"Iya nanti Abang masuk angin."

"Kamu gak nahan? Katanya suka liat Abang."

"Ya aku lebih suka abang kaya gitu tapi kasian nanti masuk angin."

"Abang udah biasa. Apa Abang perlu buka semuanya?"

"M-maksud Abang?"

***

Part Pengantarnya dicukupkan sampai di sini dulu yah. Next kalau banyak pembacanya baru lanjut.

Bang Riza, Sesempurna Itu Dirimu?Where stories live. Discover now