( prolog; dosen baru dan hilangnya harga diri Felix. eh, gak deng. udah lama hilangnya )
Dia melihat pantulan bayangannya dari kaca, melihat badan kurusnya yang hanya dibalut kaus pendek dan celana jogging hitam kesayangannya. Namanya Lee Felix. Lelaki berumur 22 tahun yang baru saja beranjak fase dewasa.
Felix datang dari keluarga yang kaya. Ayahnya berkerja menjadi seorang produser musik yang terkenal dan ibunya adalah seorang model pensiun yang dulu aktif bekerja di Korea dan China. Kaya sih kaya, tapi nyatanya, lelaki tersebut merasa dirinya itu udah gak ada. Kosong.
Kenapa orang yang dapat banyak hal seperti Felix merasa 'kosong'? Yap, dia mengidap depresi. Sangat klise huh? Felix tidak bisa mendeskripsikannya dengan baik, dia hanya merasa sendiri. Setiap berpapasan dengan orang-orang, dia merasa bahwa orang-orang membencinya. Selalu merasa dirinya dinilai dengan cara dia berpakaian, cara dia berbicara, atau mungkin cara dia tertawa. Ugh, caranya tertawa sangat buruk. Entahlah.
Tapi itu isi pikiran Felix.
Well, dalam realita, ya, mereka biasa-biasa saja. Bahkan, Felix mempunyai teman dekat. Walaupun satu, tapi seorang Han Jisung pasti bisa ditemukan di sebelahnya, selalu setia menemaninnya kemana-mana.
Inilah salah satu hal yang menurut Felix merupakan talenta satu-satunya yang dia miliki. Dia itu adalah seorang buku tertutup. Dia jarang sekali bisa dibaca oleh orang-orang. Di balik senyumannya itu, rasa takut selalu menumpuk di dalam dirinya. Membawanya terjerumus ke dalam ekspektasi-ekspektasi buruk miliknya. Felix sudah tinggal sedikit lagi sebelum dirinya hilang dari realita, ditelan oleh sang ekspektasi. Beginilah kira-kira sinopsis perasaan Felix setiap hari.
Nah, Jisung tidak tahu Felix itu bukan seperti Felix di kuliah. Felix yang ceria, dan tidak takut untuk menyapa setiap orang di kampus besarnya itu.
Menurut Jisung, Felix itu adalah segalanya baginya. Felix adalah orang pertama yang mau mengajarinya bahasa Ingriss, menjadi pundak tempat dirinya bersandar sewaktu ia merasa patah hati untuk yang pertama kalinya, menjadikan tempat ia bisa bertukar cerita, tempat ia bisa mencurahkan keluh kesahnya, Felix adalah segalanya bagi lelaki bermarga Han tersebut.
Han Jisung bisa dengan keras menyatakan bahwa ia mencintai lelaki itu. Eits, tapi bukan cinta yang itu ya. Tapi mencintai seperti fakta bahwa lelaki berparas seperti tupai itu sangat bersyukur lelaki berasal dari Australia itu adalah teman baiknya.
Namun, seiring waktu berjalan, Jisung tersadar dirinya tidak tahu apapun tentang teman dekatnya tersebut. Ralat, sahabatnya tersebut. Felix selalu bersamanya, tapi ia setelah disadari adalah seorang buku yang tertutup.
Dari Australia, berumur 22 tahun, menyukai sosis agak sedikit berlebihan dan membenci bawang putih serta pelajaran. Hell, Jisung pun tidak tahu kenapa pria tersebut ingin berkuliah.
Dan mulai dari sini, Jisung bertekad untuk membaca buku bernama Felix Lee tersebut.
Balik lagi ke sang lelaki yang dari tadi sibuk menilai dirinya lewat kaca, Felix mendengus terhadap dirinya sendiri. Ia pun memutuskan untuk mengambil hoodie hitamnya dan tas coklat yang biasa ia pakai untuk berkuliah, ia pun berjalan keluar dari kamarnya sambil membanting pintunya dengan keras.
Dengan langkah yang bisa dibilang tergesah-gesah, Felix mengambil sekotak sereal dan susu dan kounter dapur dan mengambil mangkuk serta sendok sebelum menaruh sedikit susu dan diikuti oleh sereal. Ia pun menguyah dan menelan makan paginya dengan cepat, ingin segera meninggalkan rumahnya tersebut.
Ceklek!
Shit, ada yang pulang. Felix tidak memedulikan sarapannya yang masih banyak, dirinya dengan pelan mulai mengendap-endap dari dapur, berusaha untuk keluar dari mana saja selain pintu depan. Pintu belakang rumahnya pun menjadi opsi terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIMELESS.
Fanfiction" 𝙃𝙞𝙨 𝙚𝙭𝙞𝙨𝙩𝙚𝙣𝙘𝙚 𝙬𝙖𝙨 𝙩𝙝𝙚 𝙧𝙚𝙖𝙨𝙨𝙪𝙧𝙖𝙣𝙘𝙚 " in which their love is timeless. WRITTEN IN INDONESIAN LANGUAGE.