1.
"Mau pesan apa?" Nanon menunjukkan senyum terbaiknya pada pelanggan pertamanya. Ini hari pertamanya bekerja paruh waktu di gerai Starbucks dekat kampusnya demi memenuhi hobi wota-nya.
"Silakan, mau pesan apa?" ucap Nanon saat pelanggan sebelumnya telah selesai dan digantikan oleh pelanggan di belakangnya. Ia masih memasang senyum manisnya sebagai bentuk formalitas. Orang di hadapannya masih menatap menu sambil menimbang apa yang sebaiknya dipilih.
"Hari ini kami punya caramel pudding special," tawar Nanon. Pemuda di hadapannya sontak mengalihkan pandangannya ke arah Nanon. Detik itu juga senyum yang mati-matian Nanon pertahankan mendadak digantikan oleh ekspresi campuran terkejut dan terpana. Pemuda di depannya ini manis sekali, bagaikan bidadari yang baru saja jatuh dari surga.
"Aku tidak terlalu suka kopi."
"Bagaimana dengan green tea latte?" tawar Nanon sekali lagi. Senyumnya kembali muncul ketika pemuda itu mengangguk. "Baiklah, satu caramel pudding matcha latte. Atas nama siapa?"
"Chimon."
"Ada pesanan lain?" tanya Nanon yang dibalas dengan sebuah gelengan. "Baiklah, silakan menunggu di sebelah sana."
.
.
.
2.
"Hai, mau pesan apa?" sapa Nanon ketika Chimon berdiri di depan kasir. Ini minggu keduanya bekerja di sini dan ia tak menyangka bisa bertemu lagi dengan pemuda manis itu.
"Matcha latte."
"Oke. Atas nama Chimon, kan?"
"Kau ingat?"
"Tentu saja." Nanon tersenyum.
Tidak mungkin aku lupa nama orang yang manis sepertimu, tambahnya dalam hati.
.
.
.
3.
"Mau pesan matcha latte lagi?" tanya Nanon ketika Chimon berdiri di hadapannya. Ia sudah bekerja di sini selama tiga minggu dan Chimon selalu saja datang di hari yang sama setiap minggunya.
"Aku mau coba yang lain."
"Kopi?"
"Boleh. Tapi jangan yang pahit."
"Bagaimana dengan frappuccino?"
Chimon mengangguk.
Sebenarnya Chimon tak terlalu menyukai kopi karena rasanya yang pahit namun ketika ia menyesap minumannya, rasanya tidak buruk.
Manis juga, batinnya.
YOU ARE READING
Sugar in My Coffee
RomanceCerita singkat pertemuan dua insan di Starbucks. A Namon oneshot