1. Sebuah Awalan

1 0 0
                                    

Salah satu bakat yang diberikan Tuhan kepadaku, dan yang paling kusyukuri, adalah kemampuanku tidur. Tidak peduli ruang dan waktu, aku tidak pernah kesulitan untuk tidur. Seperti saat ini, baru saja duduk di kursi Bus TransJakarta aku langsung mengantuk. Sangat mengantuk hingga tak lama kemudian aku tertidur. Dan yang membuat bakat ini semakin spesial adalah aku bisa begitu saja terbangun ketika halte pemberhentianku sudah dekat. Seolah, aku punya mata batin yang mengawasi sekitarku di saat aku terlelap.

Aku berjalan ke luar halte dengan gontai. ‘Masih mengumpulkan nyawa’, begitu istilah yang kugunakan untuk keadaan dimana aku baru saja terbangun dan belum sepenuhnya sadar. Sesekali aku menguap dan mengucek mataku.

Jarak antara halte bus dengan kantorku cukup jauh, sekitar 800 meter. Namun karena sudah terbiasa berjalan kaki, jarak ini terbilang dekat. Aku sangat suka berjalan kaki. Bisa dibilang itu sejenis hobiku. Karena, dengan berjalan kaki pikiran kusut di kepalaku perlahan-lahan terurai. Semakin kusut pikiranku, semakin jauh jarak yang harus kutempuh dengan berjalan kaki. Bisa dikatakan berjalan kaki adalah terapi yang paling efektif untukku.

Meskipun terkadang sesampainya di kamar kos, kedua kakiku jadi linu-linu. Tapi tak mengapa, itulah gunanya krim otot, bukan? Tinggal oles, kemudian tidur, voila, besok pagi segar kembali!

Tak terasa aku sudah tiba di lobi gedung kantorku. Aku mencari Access Card di dalam tasku, dan lalu menempelkannya pada portal yang membatasi area elevator dengan lobi. Aku melihat bayanganku di pintu lift. Terlihat sekali aku kurang tidur, tapi aku tak mau repot-repot menutupinya dengan make up.  Tak lama, pintu lift terbuka. Aku masuk, memindai access card-ku sekali lagi dan lalu menekan tombol lantai letak kantorku berada.

“Pagi Bu Anet”, resepsionis kantorku menyapa ketika aku datang.

“Siang Mbak Rani. Hehehe udah siang Mbak. Aku telat lagi”.

“Hehe iya Bu. Kemarin lembur lagi ya, Bu?”

“Iya. Lembur is Life, Mbak..”

Aku duduk di kubikelku, dan seketika pusing melihat notes berisikan daftar panjang pekerjaanku yang harus diselesaikan hari ini.

“Pulang jam berapa kemarin, Net?”, tanya Putri. Dia adalah rekan kerjaku. Meskipun dia di bagian Marketing dan aku di bagian Accounting, namun kami sangat akrab.

“Jam 12. Soalnya kalo lewat dari itu, gue berubah jadi upik abu”, candaku.

“Yaelah. Lu sehari-hari aja uda kayak upik abu, Net”, tangan Putri memegang rambutku yang lepek.

“Iiiih, apaan sih lo pegang-pegang. Bayar!”

“Buset dah, mentang-mentang orang akunting ya.. dikit-dikit duit. Eh ngomong-ngomong, gimana kabar sekolah lo? Udah pengumuman?”

“Belum Put. Padahal gue sengaja begadang sampe subuh, eh belum keluar juga pengumumannya.”

“Gila! Lo berarti ini ngga tidur?”

“Nggak.”

“Sinting lo! Entar kalo lo sakit, bisa kiamat kantor kita. Udah sana tidur dulu bentar.”

“Ya kagak lah.. Masa sampai kiamat. Tenang gue tinggal minta dopping kopi ke Mas Budi.” Mas Budi adalah Office Boy kesayangan kami sekaligus barista andalan. Kopi buatannya sangat nikmat. Bahkan beberapa tamu perusahaan selalu minta dibuatkan signature coffee a la Budi setiap rapat di kantor.

"Dasar lo! Yaudah, met kerja ya Bu Anet suri tauladan kami."

"Preeeeeet"

---

Tiga bulan terakhir aku disibukkan dengan usahaku melanjutkan sekolah postgraduate di Australia. Mengapa harus jauh-jauh ke Australia? Karena si pacar baru saja diterima di salah satu universitas di sana. Dan aku ingin berada di kampus yang sama dengannya.

Terdengar seperti overly attached girlfriend, ya? Entahlah, tapi aku merasa nyaman bila berada di dekat Dion. Dan hubungan jarak jauh seperti ini tidak menyenangkan. Kami terbiasa bersama, jadi terasa aneh bila berjauhan seperti ini. Dion juga mendukung keputusanku ini, sehingga aku semakin bersemangat dalam mengejar cita-cita.

Tidak seperti Dion, urusan pendaftaran sekolahku lebih rumit. Dion berasal dari keluarga berada, sehingga dia tidak perlu mencari sponsor dari pihak luar. Sedangkan aku tidak, aku harus mencari beasiswa agar aku bisa bersekolah di sana. Tapi syukurlah sudah banyak lembaga yang mau memberikan beasiswa. Informasi juga dapat dengan mudah dicari.  Aku hanya perlu berusaha dengan giat dan gigih.

Pukul tiga sore sebuah notifikasi email baru muncul di handphoneku. Aku mengintip isinya dan ternyata dari Monash University! Jantungku berdebar dengan cepat, dan tanganku mulai gemetar. Dengan cepat aku membuka pesannya. Dan………

AKU DITERIMA!

“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa”, tanpa sadar aku berteriak. Cukup kencang sehingga kepala-kepala menengok dari dinding kubikel.

“Hehehe.. Maaf.. Semua aman..” Kataku.

Putri mengirim chat di internal office messenger kami.

<putricantika> Kenapa lo teriak?
<anetamayendra> Coba tebaaaak…
<putricantika> Keterima ya lo di Ausie?
<anetamayendra> IYAAAAAAAAAAA
<putricantika> :”(((((((((((((((((((
<anetamayendra> Kok sedih?
<putricantika> Bakal ditinggal ama lo :”((((((((((((
<anetamayendra> Yaelah.. paling bentaran juga lo udah lupa ama gue wkwkwk
<putricantika> Kapan lo berangkat?
<anetamayendra> Kalo gue juga dapet beasiswanya berarti sekitaran Februari tahun depan
<putricantika> Yhaaaaa cepet amat
<anetamayendra> Masih lama. Doain lancar ya… Semoga dapat beasiswanya..
<putricantika> Iya.. gue doain yang terbaik buat lo.
<anetamayendra> Thanks Put!

---

Aku sudah bisa membayangkan kehidupanku nanti di Australia. Aku dan Dion bisa belajar bersama lagi seperti dulu, makan siang bareng, nonton konser, travelling ke tempat-tempat baru, dan kalau tabungannya cukup sepertinya bisa backpacker ke New Zealand! Hmmm.. Aku sudah tidak sabar. Dan yang terpenting sudah tidak perlu jauh-jauhan lagi. Tidak perlu begadang untuk bisa video call dengan dia, tidak ada lagi chat yang lupa dibalas karena kesibukan masing-masing, dan tidak ada lagi rindu yang menyakitkan!

Oh I can’t wait for my Monash Love Story!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pagi, Jakarta!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang