Ending Scene

315 37 6
                                    

.

.

Rintik air menghantam bumi Seoul sore ini. Suaranya semakin bising seiring dengan milyaran tetes air yang mengikuti hingga hujamannya semakin keras dan deras.

Angin pun ikut meniup kencang, masuk ke tiap-tiap jendela sehingga membuat beberapa kertas berhamburan di lantai, membuat sang empunya buru-buru beranjak untuk menutup jendela serapat mungkin. Ia tak menyangka dihari secerah ini tiba-tiba hujan turun. Apakah memang sudah memasuki musim hujan? Pikirnya sambil duduk kembali di hadapan sebuah kanvas besar yang berada di salah satu sudut ruangan.

Pria bersurai madu dengan beret coklat tua melingkupi kepalanya menghela napas pelan, kembali pada aktivitasnya mengguratkan kuas di atas kanvas putih. Jemari lentiknya dengan mahir melukis sebuah pemandangan yang ia dapat di Swiss sepekan lalu. Padang rumput yang luas dengan latar belakang pengunungan yang bergandengan kokoh. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu sangat mencintai Swiss dan berharap suatu saat bisa membawa seseorang untuk tinggal di sana.

Ya, ia hanya berharap. Tidak apa-apa, kan?

Ponselnya bergetar, tanda sebuah pesan masuk. Pria itu meletakkan kuasnya, kemudian meraih ponsel di dalam saku celana longgarnya.

Ia menggeser layar dan mendapati beberapa pesan yang masuk. Jarinya menggeser layar ke atas untuk melihat apakah ada pesan lagi yang belum ia buka.

Matanya membola kaget dengan desir aliran darahnya yang tiba-tiba mengalir deras menghujam turun sampai mata kaki. Ia buru-buru membuka isi pesan tersebut.

From : Lalisa

Taehyung-ah! Sedang apa? Kau tak merindukanku? Ah, kau ini jahat sekali
:( temui aku di caffe biasa, oke? Aku tunggu pukul 5 sore ini.

Taehyung mengecek jam kulit di pergelangan tangannya yang kotor terkena cat lukis, seketika netranya mengerjap kaget.

.

Shit, jam lima! ”

.

.

Gemuruh hujan makin riuh dari atas langit. Taehyung menutup payungnya yang basah kuyup, juga menyeka sudut bahunya yang sedikit lembab. Taehyung tak sempat mencuci tangannya yang kotor, tak sempat juga mengganti bajunya lebih layak. Wajahnya berseri-seri memasuki sebuah caffe tak jauh dari apartemennya. Caffe yang biasa ia dan teman-temannya singgahi sejak mereka di bangku kuliah.

Netranya menangkap sosok gadis dengan balutan kemeja satin putih dengan rok selutut berwarna merah muda. Surainya diikat di belakang menjuntai hingga pinggang rampingnya. Dari pakaiannya yang kering, sepertinya gadis itu sudah lumayan lama berada di caffe.

Taehyung jadi merasa bersalah.

U-uh, maaf aku baru membaca pesanmu tadi.” Suara serak dan dalam milik Taehyung membuat atensi gadis yang sedang menatap jendela beralih padanya. Ia membenarkan duduknya.

“Hai, Tae.” Gadis bernama Lisa itu mendongak dengan binar matanya yang lagi-lagi membuat jantung Taehyung hampir lompat keluar dari tulang rusuknya.

“Aku kira kau tak akan datang.” ucapnya lagi.

“Maaf, tadi aku baru saja membuka ponsel dan ternyata pesan sudah menumpuk di sana.” Taehyung terkekeh kecil sambil mengusak lembut pucuk kepala Lisa. Merasa sangat bersalah jika benar-benar ia tak membaca pesan gadis itu.

“Kopi dan camilannya biar aku saja yang bayar kalau begitu. Aku beli ice cream sunday dulu seben –“ 

“Jangan suka mengabaikan pesan, Taehyung!”

Ending SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang