***
"Wanita yang ingin oppa temui di Thailand, apakah dia wanita yang sesuai?" tanya Lisa yang sekarang sudah menghabiskan secangkir kopinya. Gadis itu kini bangkit, berjalan ke kulkas kecil di bawah meja TV kemudian mengambil sebotol cola dingin di sana. Lisa tahu gelas Jiyong masih setengah terisi, sehingga ia tidak mengambilkan Jiyong minuman apapun.
"Untuk sekarang aku menyukainya, tapi kami belum lama saling kenal jadi belum saatnya untuk memutuskan dia sesuai atau tidak," jawab Jiyong, pria itu menghisap rokoknya sembari menonton langit gelap di luar jendela. Tidak satupun dari kedua orang itu yang sadar kalau tengah malam baru saja terlewat, dan sekarang jam menunjuk pukul dua dini hari.
"Sejauh ini, adakah seorang wanita yang mendekati sesuai?"
"Ada,"
"Kalian sempat berkencan berapa lama?"
"Hubungan kami tidak sampai sejauh itu,"
"Kenapa? Bagaimana kau bisa tahu kalian sesuai atau tidak kalau kalian tidak sempat berkencan?"
"Secara kepribadian kurasa kami sesuai. Pekerjaan membuatku tidak bisa terikat pada rutinitas. Selama ini itu selalu menjadi masalah dalam hubungan asmaraku. Kau tahu? Masalah-masalah seperti, jam latihanku yang terlalu larut, rekan kerja sesama idol, model di MV, dancer, jam kerjaku yang tidak rutin seperti jam kerja pegawai kantor, mengisi acara di akhir pekan atau di hari libur, reporter sampai fans. Ada terlalu banyak orang yang terlibat dalam hidupku sampai rutinitasku adalah mengganti kebiasaanku. Kalau terlalu rutin menari bersama– anggap saja dancer A– orang-orang akan berfikir aku berkencan dengan dancer A. Reporter menulis beritanya dan kekasih yang tidak mengerti rutinitasku akan mempercayainya. Begitu juga dengan restoran atau cafe, kalau aku terlalu sering datang ke restoran atau cafe, orang-orang akan berfikir aku menyukai pemilik cafenya, pelayan cafenya, atau mungkin berkencan dengan seseorang yang ada di cafe itu. Aku harus terus merubah tempat favoritku, orang-orang yang bekerja denganku, kemudian tidak bisa secara rutin menemui seseorang. Dan tidak banyak gadis yang bisa berdamai dengan itu. Seorang gadis yang tidak terlalu mengekang, cukup mandiri dan mempercayaiku kurasa akan sesuai untukku,"
"Jadi wanita itu, wanita mandiri yang tidak akan terlalu mengekangmu, dimana dia sekarang? Kenapa oppa melepaskannya?"
"Aku sudah berusaha meraihnya, tapi dia bukan untukku," jawab Jiyong yang kemudian bangkit dari duduknya dan melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Pria itu melihat jam, menyadari kalau saat itu sudah terlalu larut dan menyuruh Lisa untuk segera beristirahat di kamarnya sendiri. "Besok kita harus bersenang-senang, beristirahatlah sekarang," ucap Jiyong sembari melambaikan tangannya pada Lisa yang baru saja keluar dari kamar Jiyong, hendak melangkah kekamarnya sendiri.
Akan menyenangkan kalau malam itu mereka bisa tidur bersama, tapi Jiyong tidak ingin terlihat seperti pria berengsek yang mengajak seorang gadis bercinta di kencan pertama mereka. Ah tunggu, apa yang tadi itu bisa di sebut kencan? Jiyong tidak cukup yakin untuk menyebutnya kencan, namun ia menikmatinya. Obrolan-obrolan yang mereka bicarakan sepanjang malam, rasanya sangat menyenangkan, terlalu menyenangkan hingga Jiyong tidak dapat berhenti tersenyum sampai ia akhirnya terlelap dalam bingkai indah ingatannya.
Matahari terbit, beberapa jam setelah Jiyong terlelap. Tidak terlalu lama sejak matahari terbit, Jiyong sudah harus bangun karena kehadiran Seunghyun di kamarnya. Sementara itu, di jam 8 pagi, Lisa sudah berbincang dengan Jisoo di restoran hotel untuk sarapan.
"Makanlah yang banyak eonni, liburan ini tidak akan mudah untukmu," ucap Lisa sementara Jisoo menikmati sarapannya. Jisoo sarapan lebih dulu, karena disaat wisatawannya sarapan nanti, Jisoo harus menyiapkan kendaraan mereka. "Kau terlihat lelah, jam berapa kau tidur semalam?" tanya Lisa, kali ini sembari meraih garpu dan menaruh sepotong daging di atas sendok Jisoo.
"Kurasa aku tidur sebelum tengah malam, sebelum kau kembali, jam berapa kau kembali?"
"Mungkin lewat tengah malam? Aku tidak sadar kalau makan malamnya ternyata sangat lama..."
"Apa saja yang kalian lakukan saat makan malam? Sampai selama itu?"
"Membicarakan ini dan itu," ucap Lisa sembari memperhatikan Jisoo dengan makanannya. Jisoo terlihat manis dan cantik untuk Lisa. Membuatnya seakan tengah melihat seorang gadis kecil yang sedang menikmati sarapan paginya. "Kurasa sekarang aku bisa menyebutnya sebagai temanku?"
"Hanya teman? Setelah makan malam sampai lewat tengah malam? Dia tidak memintamu berkencan dengannya? Atau setidaknya sebuah kecupan yang membuatmu merasa hubungan kalian lebih dari sekedar teman? Tidak ada?"
"Bagaimana mungkin? Dia tahu masalahku dengan Yoongi," jawab Lisa sembari mengangkat bahunya, terlihat acuh. "Dan dia pria yang sangat sempurna, begitu kata Joonyoung. Dia memikirkan semua resiko sebelum melakukan sesuatu dan benar saja, dia tidak melakukan apapun yang akan menimbulkan sebuah masalah. Kurasa dia lebih suka berada di tempat yang aman, bukan pria yang spontan dan tergesa-gesa seperti Yoongi,"
"Kurasa dia tertarik padamu," ucap Jisoo setengah berbisik. "Aku tidak sengaja melihat pesan yang dia kirim pada Seunghyun oppa semalam. Seunghyun oppa meninggalkan handphonenya dimeja makan dan saat aku mengambilnya, untuk ku kembalikan, ada pesan baru masuk dari Jiyong oppa, kau mau tahu isi pesannya?"
"Apa?"
"Lalisa, sangat menggemaskan hyung," jawab Jisoo dengan senyum jahilnya. "Aku benar-benar membaca itu semalam... Sungguh, aku tidak mengarang cerita ini. Dan kurasa Jiyong oppa akan lebih baik dibanding Yoongi, iya kan?"
"Entahlah... Di makan malam pertamaku dengan Yoongi, Yoongi juga memperlakukanku dengan baik, seperti sikapnya semalam," jawab Lisa tidak ingin berharap terlalu banyak pada sebuah pesan yang Jisoo ceritakan. "Tapi sebenarnya... Aku juga tertarik pada Jiyong oppa... Suaranya dan caranya menghadapiku membuat darahku berdesir... Semalam aku luar biasa gugup saat dia menyentuh kepalaku. Padahal hanya usapan ringan seperti yang selalu Joonyoung lakukan padaku, tapi sentuhan itu terasa sangat memabukan. Aku sampai tidak berani menyentuh alkohol karena khawatir aku mungkin mabuk sungguhan lalu menyerangnya,"
Ditengah asiknya obrolan sesama gadis itu, dua buah suara menginterupsi mereka. Suara khas Jiyong dan suara husky milik Seunghyun memenuhi restoran yang tidak begitu luas dan ramai itu. Seunghyun masih memakai piayamanya, setelan piyama bermotif papan catur hitam-putih, dengan topi dan kacamata hitam. Sementara Jiyong dengan mantel hitamnya kemarin, sebuah celana jeans yang juga ia pakai kemarin, tanpa kaos sehingga bagian depan tubuhnya bisa dengan mudah dilihat oleh mata telanjang. Jiyong juga memakai topinya dan kacamata hitamnya. Namun siapa yang tidak bisa mengenali tattoo di tubuh pria itu? Semua orang akan langsung mengenalinya sebagai G Dragon kalau melihay tattoonya itu.
"Hyung! Hapus foto itu!" bujuk Jiyong sembari berusaha menahan Seunghyun agar berhenti berjalan. Sementara Seunghyun hanya terkekeh dan tidak mengindahkan ucapan Jiyong. "Ya! Hyung! Bagaimana kau bisa masuk dan mengambil foto itu? Hapus foto itu... Kau mau melihatku mati karena malu? Ya! Choi Seunghyun! Heish sialan! Hyung!" seru Jiyong ketika Seunghyun benar-benar mengabaiknnya.
"Ada apa dengan mereka?" gumam Jisoo, menunggu dua pria itu menyadari keberadaannya di restoran hotel itu.
"Entahlah, tapi kurasa ini mirip seperti kasus foto telanjang Seunghyun dan Seungri. Aku baru melihatnya di film dokumenter MADE saat mandi tadi," jawab Lisa.
"Bagaimana kau bisa menonton film saat mandi? Kau benar-benar multi-tasking?"
"Putar filmnya di handphone dan taruh saja handphonenya di pinggiran bath tub, apa susahnya menonton film di kamar mandi?" ucap Lisa, masih terus menonton aksi kejar-kejaran sampai aksi merengek Jiyong pada Seunghyun.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
On Air
FanfictionMereka mengudara di pukul sembilan malam setiap Sabtunya. Membicarakan ini dan itu selama seratus dua puluh menit lamanya.