Alifa-Hanan 2

19 2 0
                                    

Happy Reading 


***

Hari pertama. Aku bergegas menuju kamar mandi bersama dengan seorang kakak kelasku, Kak Rani temannya Bang Hanan. Waktuku tak sempat untuk membersihkan tubuh, hanya cukup untuk mencuci muka dan gosok gigi. Istilah kami biasanya "photocopy" karena hanya bagian terluar dan terlihat saja yang dimandikan. Aku memiliki sebab mengapa terburu-buru seperti ini. Ya, karena Bang Hanan dan kawan-kawannya tampil hari ini.

"Dek, Alifa ada apa sama si Hanan? Pacaran ya? Soalnya kalian dekat baget, Dek"

"Enggak Kak, siapa bilang tu? Alifa sama Bang Hanan emang dekat, Cuma emang nggak ada apa-apa. Makin dekat karena Bang Hanan nggak ada kawan yang dekat lain selain Alifa, Kak."

"Ah, yang bener nih? Kok Kakak tengok kayak ada sesuatu gitu? Terus kalo si Diska gimana? Mereka pacaran ya? Soalnya Kakak lihat kemarin di Facebook si Diska ngetag Hanan karna si Hanan kan sakit kemarin."

"Ohh itu, katanya kemarin sih dia emang dekat sama Bang Hanan, Kak. Nggak pacaran kok karena Diska kan ngefans sama Bang Hanan. Kenapa Kak? Cemburu ya Kakak?"

Aku sengaja mengatakannya langsung secara telak begitu. Yang kutahu dan kudengar dari teman-teman lainnya bahwa Kak Rani menaruh hati pada Bang Hanan. Memang Bang Hanan tempat penitipan barang apa, hati saja perlu ditaruh. Padahal aku sangat-sangat tahu kalau antara Bang Hanan dan Diska terjadi suatu hubungan spesial.

***

"Seratus untuk Regu A. Dengan berakhirnya soal rebutan terakhir tadi maka berakhir pula perlombaan Fahmil Quran untuk sesi pertama. Regu A memperoleh nilai 1525, Regu B 1250, Reu C 975 dan Regu D 750. Dan regu yang berhak untuk maju ke babak selanjutnya adalah Ragu A dengan perolehan nilai 1525 utusan dari kecamatan Suka Selamat." 

Suara tepuk tangan terdengar riuh menggema ke seantero ruangan, suara teriakan dari kafilahku kian membahana. Sudah pasti dan tentu karena abang kesayanganku itu dapat melanjutkan perjuangannya ke babak selanjutnya. Aku bersyukur, tak sia-sia aku terburu-buru mengejar penampilannya.

"Yuk Dek, kita pulang." 

Aku membalikkan tubuhku, suara Kak Rani menginterupsiku agar segera meninggalkan lokasi. Kulihat Bang Hanan dan Bang Fajri mendekat. Aku bersiakp biasa saja sekalipun kami memang sudah dekat, hanya saja aku melihat gelagat yang berbeda dari sikap Kak Rani. Entahah, mungkin dia salah tingkah.

"Alifa, yuk masuk dulu kita foto sama-sama, udah ditungguin tuh." Bang Hanan memandangku sembari menyuruhku masuk kembali. Kulihat Kak Rina seperti sedikit kesal karena Bang Hanan menyampaikannya hanya padaku.

"Iya Bang, Alifa masuk. Yuk Kak, kita foto dulu." Aku menarik pergelangan Kak Rani, karena kurasa dia seperti enggan menanggapinya.

Aku bergegas menaiki panggung yang terdapat beberapa kakak kelasku. Aku berdiri tepat disamping Bang Hanan, tidak berdampingan namun dekat. Aku agak sedikit segan sebenarnya, namun apa mau dikata?

"Rapat lagi Alifa ke arah Hanan, biar Rani sama Turi muat juga yaa."

Aku bergeser kearah kiri menuju Bang Hanan, Kulihat Bang Hanan seperti menyuruhku lebih mendekat ke arahnya. Aku hanya bisa mengikuti arahannya saja.

"Satu... Dua.. Tiga... Cekrek"

"Lagi lah, nggak terasa nih kalau cuma sekali." Suara Bang Hanan mencela, karena Bang Fajri yang bertugas memotret kami, maklum saja, tak ada orang lain selain kami disini. 

"Cepat, nanti gantian kita, Han. Aku mau masuk juga, bukan kamu aja."

Beberapa gambar telah terambil, Bang Hanan juga sudah menggantikan posisi Bang Fajri sebelumya. Aku hendak turun menyusul kak Turi dan Kak Rani, namun suara Bang Fajri menghentikanku.

"Bentar Alifa. Lihat kesini dulu. Cekrek."

"Yes, dapat. Hahah.."

Suara Bang Fajri lalu disusul Bang Hanan beriringan membuatku sadar, bahwa kau telah di kerjai oleh keduanya. Mereka sengaja ingin mengambi fotoku sendirian. Aku malu, sangat malu. Dengan disaksikan oleh semua peserta dan langusng disoraki. Mau taruh dimana mukaku coba.

Aku bergegas lari ke luar, tak ingin lagi menggubris panggilan dari keduanya, juga menghindari dari sorakan semua orang yang menggodaku. Aku ingin segera pulang.

"Ciee, yang dijepret sama Hanan. Kakak rasa dia suka sama kamu deh Dek. Kalo nggak yaa nggak mungkinlah sampe cari kesempatana buat fotoin kamu kan?"

"Nggak kak Rani, mana mungkin sampe suka Kak, Bang Hanan sukanya sama orang lain bukan Alifa."

"Tapi yang Kakak lihat dia nampak lho suka sama kamu."

"Kakak aja mau yang disukain Bang Hanan? Hahaha..."

"Ya nggak mungkinlah, kan dia sukanya sama Alifa bukan Kakak."

Ocehan-ocehan seperti itulah yang kudengar selama perjalanan menuju kerumah. Aku tak tahu lagi harus menanggapi seperti apa, aku hanya mengiyakan saja apa-apa yang disukai oleh Kak Rani akan ucapanya. Aku sudah bosan mendengar ucapan yang sama secara berulang-ulang, jadi ku abaikan saja.

***

13/2/2019

Revisi 14/2/2019 9:30 WIB

Cerpen - Kisah kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang