"Udah aku bilang berapa kali ke kamu, jangan deket-deket sama cowok lain!" Suara Baram menggelegar, tangannya yang kekar mencengkram lengan kakak perempuannya. Celosia hanya bisa terisak, rambutnya yang semula tergerai rapi kini terlihat berantakan. Lengannya terasa sakit, namun dirinya tidak bisa apa-apa untuk menghentikan kegilaan adiknya itu.
Tatapan mata Baram benar-benar membuat Celosia merasa takut. Bukan kali ini saja tatapan itu diberikan Baram untuknya, dan sebelum-sebelumnya selalu berakhir dengan tidak baik sebab Baram akan menelanjangi Celosia pada akhirnya.
Celosia menggelengkan kepala dengan lemah, dorongan kuat dari Baram membuat gadis itu jatuh terlentang di ranjang dengan Baram di atasnya.
"Jangan begini Baram, kamu salah paham," isakan Celosia terdengar memilukan. Namun, Baram yang sudah kalap tidak memperhatikan itu. Celosia benar-benar sudah dibuat ketakutan oleh adik angkatnya. Dia ingin berteriak, namun dirasa akan sia-sia saja, kamarnya ini kedap suara.
"Salah paham kamu bilang?! Aku dengan mata kepalaku sendiri liat ada cowok pegang-pegang bahu kamu dan aku nggak suka itu!"
Celosia semakin terisak, dosa apa dirinya di masa lalu sampai dia harus seperti ini di masa sekarang. Yang awalnya dia senang-senang saja memiliki adik angkat seperti Baram, lama kelamaan keputusan yang diambil papa dan mamanya menjadi bumerang untuk dirinya. Adik angkatnya jatuh cinta pada pandangan pertama padanya dan lama kelamaan menjadi tergila-gila seperti ini.
"Jawab!" Bentak Baram lagi, membuat Celosia semakin terisak. Gadis itu hanya bisa menggeleng, pasrah, lengannya terasa remuk.
"Baram," panggil Celosia dengan suara pelan, tertelan isakan. Baram menatap Celosia tajam, dia ingin mendengar satu pengakuan dari Celosia.
"Kamu milikku Celosia. Kamu milikku, kamu denger itu?!" Teriak Baram dengan menggila. Hal itu membuat Celosia merasa takut, gadis itu hanya bisa menganggukan kepala pelan, pasrah. Dia tidak mau Baram melakukan hal-hal gila lagi, pada akhirnya dia menganggukan kepala, membuat Baram senang.
"Iya Baram, aku milikmu," Celosia tidak mampu mengangkat kepalanya, dia terlalu takut dengan mata tajam milik Baram yang seolah bisa menghancurkan dirinya begitu saja.
Dirasa Celosia, cengkraman pada lengan tangannya lepas. tangannya bebas, tidak lagi terasa sakit, hanya menyisakan bekas kemerahan di sana.
Baram tersenyum, senyum amat manis. Dirinya merebahkan diri di samping Celosia, lalu memeluk gadis yang mampu membuatnya merasa gila. Kakak perempuannya mampu membuatnya gila.
"Sayang, aku seneng kamu nurut," Baram mengusap rambut Celosia yang sedikit basah akibat keringat. Dada gadis itu naik turun dengan cepat bisa dirasakan juga oleh Baram.
Celosia diam saja, matanya perlahan terpejam. Dirinya benar-bebar merasa lelah dan mengantuk.
"Jangan tidur!" Baram mengangkat tubuh Celosia, dibawanya gadis itu ke dalam kamar mandi. Dimandikannya tubuh Celosia yang masih terasa lemas. Seperti ini saat setelah bertengkar dengan Baram, lemas tidak bertenaga, ketakutan gadis itu menguras banyak energi.
Setelah mandi bersama Baram, dua anak manusia itu kembali ke kamar tidur. Baram dan Celosia kompak bertelanjang. Direbahkan tubuh Celosia di atas ranjang, Baram tidak memperdulikan kasur akan basah oleh sisa-sisa air di tubuh mereka.
Baram mulai melancarkan aksinya, diusap pelan rambut Celosia penuh sayang. Matanya tak puas menghujani Celosia hanya dengan tatapan memuja, terlihat tatapan penuh gairah mulai muncul di mata hitam pekatnya. Baram mulai menciumi seluruh wajah Celosia, tidak lupa menjelajahi leher mulus gadis di bawahnya. Celosia hanya pasrah sambil menahan desahan yang ingin keluar dari mulutnya, dia tidak ingin membuat Baram terbang tinggi, sudah cukup dengan kepasrahannya dia tidak ingin terlihat menikmati cumbuan lelaki dua tahun lebih muda darinya itu.