2. Langit

127 26 15
                                    

Sudah sekitar lima puluh menit ibu berambut putih bergelombang itu bercerita tentang hukum Dopler yang sedari tadi Sky hafalkan. Beberapa anak sudah mulai membuka mulutnya. Menguap karena kantuk tak tertahankan.

Sama seperti yang lain, Sky mengerjapkan kedua matanya. Mencoba menahan kantuk yang sudah menjalar menuju otak. Syaraf syaraf otak yang berdenyut itu terus memerintahkan matanya untuk menutup.

Tahan sky. Tahan. Lima beras menit lagi semua penderitaan ini bakal berakhir. Tahan sebentar lagi.

Titahnya pada sang mata yang sudah tak sanggup lagi ia perintah. Sky memejamkan matanya sejenak. Berusaha mengusir kantuk yang menjalar ke selubung otaknya.

"Rizki" suara panggilan itu membuat Sky membuka matanya.

"Kamu boleh cuci muka kalau kamu butuh" ibu Marijche melipat kedua tangannya di depan dada.

Bodoh. Harusnya ia tidak memejamkan mata. Sky menoleh ke kanan dan ke kiri. Beberapa temanya terlihat menutup mulut menahan tawa. Sky bangkit dari duduknya, dengan malu malu ia melangkahkan kaki keluar ruangan menuju toilet. Langkahnya terhenti ketika mendapati sosok tadi siang berdiri di samping pintu toilet.

"Kenapa keluar?" Sky diam, tidak menanggapinya.

"Kamu kelas sebelas MIA 1 kan?" Laki-laki itu lagi-lagi hanya mendapatkan keacuhan Sky.

"Apa harus pakai rumus biar kamu bisa bicara? Mau pakai hukum momentum inersia? Efek Doppler? Vektor?" Aqso terus saja berbicara. Ia tidak berniat sedikit pun memberi jalan lewat untuk Sky.

"Saya mau lewat"

"Boleh" Aqso melengkungkan bibirnya yang tipis.

"Permisi" sedikit penekanan pada kata permisi membuat Aqso melangkahkan kaki ke sisi kiri satu langkah.

"Kalau kamu gak mau ngomong sama aku hari ini. Aku bakal coba besok" teriakan Aqso masih bisa ia dengar dari dalam toilet yang di khususkan untuk siswi perempuan.

"Ingat Sky ! Usaha sama dengan gaya dikali Jarak. Jadi jangan salahkan aku kalau nanti banyak gaya dengan jarak berdekatan di hadapanmu"

***

Bukan MIA satu jika tidak terkenal. Kelas yang di khususkan hanya menempuh pendidikan selama dua tahun ini memiliki tingkat kepopuleran di atas rata-rata. Sky yang menutup diri dari dunia luar saja bisa sepopuler Iqbal CJR. Apa lagi kalau dia juga menjabat sebagai ketua OSIS. Jelas kepopuleran itu akan meningkat. Tapi, bagaimana mungkin Sky tidak mengenal Aqso. Sosok laki laki yang sejak tiga hari ini membuntutinya.

Beberapa kali memergoki Aqso membuntuti dirinya membuat Sky mengenal Aqso. Ketua OSIS sekaligus anggota kelas MIA 1. Bodoh memang. Mana mungkin dia tidak mengenal teman satu kelasnya sendiri. Setiap anak pasti mengenalnya, lalu dia? Selama hampir dua tahun berada dalam satu kelas malah tidak mengenalnya. Tidak pernah melihatnya bahkan.

"Kamu terlalu sibuk dengan buku buku tebal kamu itu" seru Aqso sambil mengunyah jatah makan miliknya. Ini kali pertama Sky duduk berhadapan dengan sosok yang amat di idolakan siswi satu sekolah.

"Aku tidak pernah melihat mu" sanggah Sky.

"Masa?" Aqso menaikan satu alisnya. "Kok aku ragu yah?" Mendengar perkataan itu membuat Sky mengerutkan kening.

"Kita sering loh satu tim olimpiade. Beberapa kali latihan juga sering duduk satu meja" karutan di wajah Sky semakin berlipat mendengar perkataan laki-laki dengan hidung sedikit bengkok di bagian pangkal.

"Udah habisin" Aqso mendorong piring Sky yang belum juga di makan. Sedari tadi ia sibuk mencuil cuil makanannya tanpa berniat menghabiskan makanan itu. "Jangan mengkerut begitu. Keliatan tua. Aku ga mau duduk sapa perempuan tua" mendengar ejekan itu, Sky melayangkan cubitan kecil di lengan Aqso yang sedari tadi tergeletak di atas meja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

L A N G I TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang