1. arin dan vano (drama/romance)

21 3 4
                                    

Namanya Arienne Stacey, atau lebih akrabnya Arin. Seorang perempuan kasar dan tomboy yang barusan saja menyelesaikan liburan sekolahnya. Sekarang, ia akan memasuki masa barunya, masa SMA.

"dadah ma!" ucap arin tersenyum sambil melambaikan tanganya ke mobil yang sudah melaju itu. Ia menarik nafas yang dalam dan menginjakan ke sekolah barunya, SMA westford.

Dengan ciri khas seragam rok dan rompi berwarna krem dan logo bertulis WF yang tertempel di bagian kanan, SMA westford merupakan sebuah sma elit yang hanya bisa dimasuki anak anak pintar.

"Rin! Ayo cepet taruh tas mu terus ke lapangan, mau mulai ni MOS nya!" Teriak salah satu teman alumni smp arin. "Oke! Kamu duluan aja" ucap arin riang.

Dengan agak terburu buru, Arin berdiri di barisan X-A yaitu kelasnya di posisi tengah agak kebelakang. Selagi merapikan atribut, ia memperhatikan panitia panitia mos yang sedang bersiap di depan.

"Hai semuanyaa! Kenalin nama aku Rina, Ketua MOS tahun ini. Sebelum kita mulai acaranya, kita perkenalan dulu ya!" ucap seorang perempuan dengan rambut coklat terikat keatas.

Seluruh panitia pun memperkenalkan diri namun, fokus semua orang hanya di satu orang.

"Hai, nama gue- eh nama aku Alvano, biasa dipanggil Vano. Disini kita akrab-in aja ya, jadi ngga usah pake 'kak' " senyum laki laki tersebut. Ia merupakan cowok kelas 2 yang memiliki postur badan tinggi, mata biru gelap yang tajam, serta rambut pirang yang agak kecoklatan. Gaya rambutnya yang keren serta senyumnya yang manis membuat perempuan di sana histeris.

Beda lagi sama Arin, ia hanya diam, ntah pikiran kemana.

.

"eh eh itu Kak vano mau ngecek atribut kita!" ciut salah satu perempuan.

"eh sumpah ganteng banget woy dari deket!"

"iya woy, keren abis!"

Arin memutar bola matanya, "cih, ganteng darimana coba" ucapnya membuang muka.

Namun pada saat itu juga, tanpa ia sadari, Vano yang barusan mau lewat mendengarnya dan terhenti diam.

Srett Rambut samping arin terangkat ke belakang telinganya, membuat ia menolehkan kepala. Vano, Batinya.

"Selama mos, rambutnya diiket dulu ya" senyum vano, yang dimana matanya tertutup oleh kacamata hitam. Arin hanya dapat mengangguk dan menunduk saat Vano pergi, menghiraukan semua siulan dan cat calling dari teman temanya. Sungguh, rasanya ingin sekali pergi disini, ini terlalu memalukan, batin arin.

Sisa hari Arin dipenuhi oleh lirikan dan pertanyaan pertanyaan dari teman seangkatanya. Tidak lupa senyuman dan lirikan dari vano yang aneh.

.

Esok harinya, ia menuruti perintah Vano dan mengikat rambutnya dengan bentuk cepol.

"semuanya, untuk tugas terakhir sebelum kalian istirahat, kalian akan kami bagikan secarik kertas dan kalian harus menuliskan sebuah 'surat cinta' kepada panitia mos favorit kalian," ucap rina yang seketika disambut oleh bisikan keras anak anak,

"nah isinya boleh tentang pujian ataupun pernyatan cinta! Tapi, suratnya harus disertakan dengan nama pengirim dan juga harus bisa dibaca, jika tidak maka akan mendapat sanksi yaa" lanjutnya tersenyum.

Arin menerima secarik kertas yang anehnya berwarna abu abu gelap. Namun tanpa menghiraukan itu, ia segera menuliskan sebuah surat pujian untuk panitia mos yang bernama Aldo.

'surat-surat' itupun dikumpulkan dan seperti dugaan, Vano mendapat yang paling banyak.

"wah wah wah, ini semua buat aku?" tawa vano kecil, "makasih ya semua, tapi sayangnya aku ngga bisa baca satupun dari semua ini" Ucapnya, melukiskan sebuah senyum jahil di mukanya.

Seisi ruangan sontak berteriak 'HAH?'

"hehehe itu karena," ia pun melepaskan kacamata hitam yang ia pakai "aku colorblind shade hitam abu abu!" cengirnya, "jadi semua dapet hukuman dong ya"

Hampir ¾ orang menetap di aula sebab telah memberi vano surat.

Karena semua temannya memberi Vano surat, Arin pergi jajan sendiri di kantin. Mengambil tempat duduk yang kosong, dengan cepat ia menyantap bakso yang barusan ia beli. Memang dari tadi ia sudah sangatlah lapar.

Namun matanya menjumpai sebuah figur familiar yang berjalan menuju mejanya, Vano.

Dengan santai vano duduk disebelah arin dengan salah satu tangan menahan dagunya, "cie ga ngasih surat ke aku tadi"

"dih, ngapain coba" ucap arin mengacuhkan keberadaan vano, "lagian, gara gara kamu semua temenku dihukum sekarang. Ansos kan jadinya"

"lah kok aku?"

"ya soalnya kamu ganteng!" ucap arin kesal. 1 detik...2 detik...3 detik... Arin baru menyadari apa yang ia barusan katakan. Sontak ia menutupi wajahnya yang sudah seperti kepiting rebus.

"makasih loh. Emang si, aku ganteng." Ucap Vano dengan senyuman bodohnya itu. Kesal, arin langsung melemparkan sebuah bogem ke dagu Vano.

"aduh!" ucap vano cengengesan sambil memegangi dagunya.

"lagian, sok banget"

"iya iya dehh." Ucapnya melirik jam dinding, "eh udah jam segini, duluan yak. Bubyeee" ucapnya alay. Arin menggelengkan kepalanya sambil berusaha menutupi senyum simpul yang entah kenapa muncul di wajahnya.

.

Pulang sekolah yang ditunggu tunggu akhirnya datang. Dengan segera arin mengambil tas nya dan berjalan keluar gerbang sekolah elit itu. Seperti biasa, ia akan jalan kaki ke rumahnya.

"hai!" ucap seseorang yang tiba tiba berasa di samping arin, seseorang dengan rambut pirang yang berantakan itu. Vano.

"apasih"

"sewot banget si" ledek Vano

"idih, situnya juga sksd banget daritadi"

"Ya gapapa kann, sekarang senyum gih biar manis" ucap vano, menoel pipi arin.

Tidak kuat menahan kesal, untuk keduakalinya arin melemparkan sebuah tonjokan ke arah laki laki tersebut,

Tapi,

Kok malah gini? Batinya.

Tangan yang arin kirim kearah muka vano ditahan dan ditarik ke belakang kepala cowok itu, membuat arin yang kaget jatuh kedepan. Lebih tepatnya, ke vano.

Dengan cekatan vano menahan pinggang arin dan menarik perempuan itu ke dekat tubuhnya.

Terhenti dalam waktu, arin hanya bisa diam menatap mata biru vano dan merasakan hembusan nafas dari mulutnya yang lama lama membentuk sebuah senyuman bodoh. "lu menarik rin, bikin orang kepo dan nyaman dalam hal hal yang gajelas," ucap vano.

Seketika seluruh dada arin dipenuhi detakan kencang dan keras, perutnya seakan terisi oleh kupu kupu yang terbang ke sana sini. Tanpa ia sadari, pipinya pun mulai memanas, memberikan sedikit warna pink di kulitnya.

Seakan mengerti apa yang dirasakan arin, Vano langsung mengembalikan posisi arin seperti awal.

"yaudah gue duluan yak, sampai ketemu besok" senyum nya sambil mengusap usap rambut arin. "oh iya, nih" ucapnya, mencium jari jempolnya dan mengarahkanya ke arin, "thumb-kiss!"

Dengan memutar bola mata dan terkekeh, arin membalasnya dengan melakukan hal yang sama dan menempelnya ke jempol Vano. "bego ah" ucap arin,

Cengengesan, Vano pun pergi kearah yang berlawanan dengan arin, "dadah!"

Arin melambaikantanganya sambil melihat figur yang makin lama makin samar. Tersenyum, ia menenangkan hatinya yang daritadi berdebar. Iyasih pas awal biasa aja, tapi tambah lama, bikin kangen juga, batinya.

kumpulan cerpen// n.vTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang