Kembalilah Padaku

10 0 0
                                    

Oleh : Aryanti

Aku bersembunyi diantara semak-semak kecil. Aku hanya seorang anak yang berumur sembilan tahun yang ingin bermain dengan anak kecil lainnya. Aku bersembunyi melihat sekumpulan anak kecil yang bermain dengan Ibunya. Aku tak berani keluar dari semak-semak ini untuk menampakkan diriku. Aku hanya malu jika aku menampakkan diriku, aku akan bermain dengan siapa ? apakah aku hanya akan melihat kesenangan orang ? atau aku hanya akan mencoba ikut menyenangkan diri sendiri.

“ Kau tidak ikut bermain ?" ujar seorang perempuan dewasa yang tiba-tiba duduk bersampingan denganku.

“ Anda siapa ?” aku menatap sinis padanya.

“ Perkenalkan namaku Lia. Sebuah nama yang sangat singkat bukan," ujarnya sambil tersenyum padaku.

“ Jangan tersenyum padaku, aku tak suka berbicara dengan orang yang tak ku kenal."

“ Tadi aku bertanya mengapa engkau tidak ikut bermain, tapi sepertinya sekarang aku sudah tahu jawabannya”.

“ Kau perempuan dewasa yang sok tahu."

“ Kau tidak ingin tahu jawabannya ?” ujarnya sambil menaikkan kedua alis matanya.

“ Tidak ingin tahu," ujarku dengan tegas." Ternyata kau anak kecil yang sombong, pantas saja jika kau tidak ikut bermain dengan anak kecil lainnya."

“ Hei perempuan dewasa, kau tidak mengenalku tapi kau berkata bahwa aku ini sombong. Sok tahu sekali anda!"

“ Aku memang belum mengenalmu, tetapi jika kulihat dari sikap acuhmu ini kau adalah anak kecil yang sombong."

“ Yang acuh bukan berarti sombong kan. Tidak boleh menerka sembarang sifat seseorang."

“ Kubenarkan perkataanmu."

“ Disini taman anak kecil, lalu mengapa perempuan dewasa seperti anda bisa disini ?? apa anda datang bersama anak anda ?”

“ Hahaha.... maaf jika aku tertawa. Aku belum mempunyai anak,menikah saja belum."

“ Perempuan dewasa seperti anda belum menikah ?” ujarku tak percaya.

“ Yah, aku belum menikah. Aku masih jadi jomblo."

“ Ini taman anak – anak, jika kau ingin mencari pasangan bukan disini tempatnya," ujarku meledeknya.

“ Aku tahu anak kecil. Sana bermain sama anak seusiamu."

Aku berlalu pergi dari hadapannya, perempuan dewasa itu terus saja meneriakku tapi aku tidak meresponnya dan aku ingin segera pulang.
*****

Sesampainya aku dirumah, aku duduk disalah satu kursi. Selalu saja begini, jika aku pergi ke taman aku hanya bisa bersembunyi diantara semak – semak dan tidak berani muncul bersama anak kecil lainnya.

“ Dari mana saja kau ? pagi tadi sudah menghilang," ujar nenek tua.

Aku tinggal bersama seorang nenek tua. Ibu dari ibuku, ia yang merawatku sejak kecil. Tapi anehnya ia selalu marah terhadapku, sikapku selalu dianggap tidak benar oleh dirinya. Rasanya aku ingin pergi dari rumah yang kutinggali ini tapi apa dayaku, aku juga tak tega meninggalkan dirinya. Bagaimana jika ia meninggal sendiri nanti ?

“  Aku bermain ditaman tadi."

“ Seharusnya kau mengerjakan pekerjaan rumahmu dahulu dari pada bermain ditaman tidak jelas."

"Kita ini orang miskin bukan orang kaya seperti mereka, yang bermain ditaman itu termasuk orang kaya, mereka mempunyai banyak uang jadi mereka menghamburkan waktu mereka untuk bermain," ujarnya panjang lebar.

“ Aku yakin jika ditaman itu juga ada orang miskin, tidak semuanya orang kaya."

“ Lebih baik kau memasak saja sana, aku ingin istirahat dulu."

“ Ingin masak apa ? hanya tersisa sedikit beras, dan kita tak mempunyai sayur."

“ Sedikit juga tak apa, makan nasi kosong saja."

“ Aku bosan selalu makan nasi kosong," ujarku bersedih.

“ Cari uang sana ! supaya kau bisa makan enak," ujarnya dengan nada sedikit meninggi.

“ Caranya gimana?"

"Mengamen saja sana, ini kan kota besar pasti kau bisa mendapatkan banyak uang."

“Nenek menyuruhku mengamen ??? setega itukah nenek terhadapku ?” ujarku marah.

“ Kau kan ingin makan enak, jadi pergi mengamen saja sana. Sebagai seorang manusia kita harus pandai bersyukur bukan mengeluh sepertimu."

“ Aku itu anak kecil jadi wajar saja jika aku mengeluh. Orang dewasa saja masih banyak yang mengeluh, apalagi aku yang masih anak kecil."

“ Sudah jangan banyak omong. Aku akan beristirahat lebih dulu."
*****

Aku duduk termenung sendirian. Apakah hidupku selalu begini ?? apakah Tuhan tidak berkehendak pada keluargaku ? mengapa aku selalu diberikan kesusahan ? aku ingin tertawa, bercanda, bermain, memakan makanan enak seperti yang lainnya. Kapan kesusahan ku akan berakhir ? aku selalu berharap jika suatu saat Tuhan akan memberikanku kebahagiaan yang entah kapan waktunya,aku hanya bisa menunggu karena kuyakin Tuhanku pasti adil.
“ Assalamualaikum..” ujar seorang didepan pintu. Siapakah orang itu ?

“ Walaikumsalam. Darimana anda bisa tahu rumahku ?” Ternyata seseorang itu adalah perempuan dewasa yang kutemui ditaman itu.

“ Bolehkah ku masuk ?" ujarnya.

“ Perempuan dewasa sepertimu ingin masuk dirumah yang jelek ini ?”

“ Kalau aku tidak ingin masuk, maka aku tidak akan datang kerumah ini”

“ Masuklah kedalam” ujarku mempersilahkan ia masuk.

“ Silahkan duduk." Aku menarik sebuah kursi dan mempersilahkannya duduk.

“ Dirumahku hanya ada air putih. Kalau kau ingin meminum minuman lain, maaf aku tidak bisa memberimu." Kulihat ia tersenyum manis kepadaku, dia sangat cantik.

“  Maka kau berikan saja air putih itu kepadaku," ujarnya.

“ Kau kan belum haus jadi untuk apa aku mengambilkan air untukmu," ujarku dengan acuh.

“ Aku ini seorang tamu, seharusnya kau melayaniku dengan sangat baik."

“ Siapa suruh kau bertamu di rumahku !”

“ Dasar, anak kecil yang sombong !”

“ Kau perempuan dewasa yang sok," ujarku tak mau kalah.

“ Pertanyaan macam apa itu ! aku tinggal dengan nenekku, mana mungkin seorang anak kecil sepertiku tinggal sendirian."

“ Siapa tau saja. Lalu dimana nenekmu ?” ujarnya menatapku.

“ Nenekku di dalam kamar, dia tertidur." Kulihat ia hanya menganggukan kepalanya seperti pertanda bahwa ia sudah mengerti.

“ Apakah kau sudah makan ?”

“ Kau lapar ?” ujarku yang sengaja mengalihkan pertanyaannya. Kulihat perempuan dewasa itu menatapku dengan tatapan aneh.

“ Aku bertanya bukannya dijawab malah memberikan pertanyaan."

“  Aku juga bertanya, seharusnya kau menjawab pertanyaanku. Kau sudah makan ?” ujarnya mengulang pertanyaan.

“ Belum," ujarku singkat.

“ Kau belum makan ? mengapa ?”

“ Karena aku belum lapar." ujarku terpaksa berbohong.

“ Kau tidak sedang berbohong kan ?”

“ Tidak. Apakah mukaku menunjukkan kebohongan ?”

“ Sepertinya."

HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang