Om yang Di Sana

252 33 15
                                    

Fantastic Beast  (c) J. K. Rowling

.
.
.

Newt membuka surat balasan dari temannya, si Goldstein bersaudari. Ia tersenyum dan membaca tiap kalimat. Kata Queenie, pelajaran sejarah sihir membosankan. Kata Tina, Fountaine meledakan kuali lagi, sehingga ia harus merelakan rambut klimisnya. Kata Queenie. Kata Tina. Begitu seterusnya, membuat Newt iri.

Newt tidak pernah merasakan bagaimana sekolah sihir. Ia hanya home schooling. Ayah dan ibunya tidak membolehkan ia keluar mansion. Tidak barang satu langkah pun. Ada bahaya inilah, itulah. Mereka terlalu melindungi Newt. Padahal, kakaknya sendiri diperbolehkan sekolah sihir, bahkan hingga keluar negeri, Hogwarts.

Newt ingin mencoba sekolah di Ilvermorny, tempat Tina dan Queenie belajar dan berbagi cerita maupun Hogwarts, sekolah dimana Theseus mengenyam pendidikan sihir. Mendengar Theseus, Tina dan Queenie bercerita benar-benar membuat Newt iri.

'...Sabtu ini aku ulang tahun. Aku harap kamu bisa datang ke restoran seafood kesukaanku.'

'Tina yang traktir! Kamu harus datang!'

Newt menghela napas panjang. Tidak pernah satu kali pun ia mendapat izin untuk keluar bersama teman-temannya. Tetapi, tidak ada salahnya kan kalau ia mencoba?

Pickett si bowtruckle yang menjadi teman Newt di kamar luas ini, bergelayut pada bahu Newt. "Menurutmu, apa jawaban ayah dan ibu, Pickett?" Bowtruckle itu malah mengelus pipi Newt dengan tangannya. "Tidak perlu mengasihani aku, Pickett. Aku sangat berharap mereka mengizinkan aku."

Heran deh sama ayah dan ibunya. Newt sudah jelas umur enam belas tahun! Dia bukan anak-anak! Tapi kenapa kedua orang tuanya memperlakukan dia layaknya anak-anak yang tidak bisa melakukan apapun?

Ketika Newt meminta izin untuk keluar bersama Tina dan Queenie, tidak disangka ia mendapat izin. Namun, ada syaratnya. Ia keluar hanya dua jam saja. Tidak boleh jauh-jauh, maksimal toko roti di jalan St. Michelle. Yang terakhir, ia harus ditemani dengan utusan ayahnya. Uh. Merepotkan. Memangnya Newt anak perawan yang bakal diculik apa? Kenapa harus ditemani utusan ayahanda sih.

"Newt, my son. Yusuf harus ikut. Biar ada yang jagain. Lagipula, dia mengikuti kamu dari jauh kok."

Senang, tidak senang, Newt menjalankan syarat ayahanda. Untung restoran seafood kesukaan Tina tidak melebihi toko roti di jalan St. Michelle. Yusuf juga masih bisa jaga jarak (walau sebenarnya Newt merasa risih). Jumpalah ia dengan Goldstein bersaudari. Ada Queenie dengan dress merah jambu dan Tina dengan celana jeans pendek dan kaos bergaris biru-putih.

Mereka berpelukan layaknya sahabat yang telah lama terpisah.

Tina pesan kue dan juga makanan kesukaan Queenie Dan Newt. Semua Tina yang bayar. Newt memberi Tina kado yang dibungkus rapi berwarna merah. Ini pertama kalinya Newt hang out dengan temannya.

"

Kalian tahu gak sih si Jane dari asrama Thunderbird?"

Newt tahu siapa Jane. Cewek cantik dengan rambut coklat panjang, pakaiannya selalu rok pendek  dan kemeja transparan (roknya sengaja dibuat pendek! Begitu pula kemejanya!) dan mata binal--ini kata Queenie. Dia murid pintar, sehingga mendapat beasiswa di sana-sini. Memang bukan pureblood sih, tapi nilai akademiknya benar-benar  menjanjikan ia untuk bekerja di MACUSA. Goldstein bersaudari selalu menceritakan teman-teman mereka dengan detail--sangat detail. Mereka sengaja melakukan itu, sehingga Newt bisa merasakan bagaimana 'suasana sekolah sihir beserta memiliki teman'. 

"Queenie... tidak lagi..."

"Tapi ini sungguhan, Teenie. Jane itu jalan sama om-om buat membiayai sekolah dan lain-lain."

"Se-sepertinya itu sungguhan." kemudian, semua mata memandang Newt. "Lihat di belakang kalian."

Uh, oh. Ada Jane yang dimaksud ternyata! Mata Newt memang jeli dan ia masih ingat betul seperti apa Jane pada surat Queenie. Dia sedang makan siang dengan pria tampan yang usianya jelas sekali beda jauh. Wajahnya tegas, setelannya hitam, dasinya abu-abu bergaris coklat tua dan rambutnya hitam.

"Tuh kaaaan!"

"Sst Queenie! Aku tidak bisa mendengar mereka!"

"...mau pindah supaya kita bisa mendengar mereka lebih jelas?"

Langsung saja mereka pindah ke meja terdekat dengan Jane. Newt hanya mengikuti apa kata Queenie saja. Tina sepertinya mulai tertarik. Pada dasarnya setiap wanita menyukai gosip.

Tina dan Queenie duduk membelakangi kedua pasangan itu. Mereka tidak boleh terlihat. Apalagi oleh Jane sendiri. Newt duduk berhadapan dengan Goldstein bersaudari, maka dari itu pandangannya bisa langsung bertemu Tuan Setelan Hitam--uhum, Newt tidak tahu namanya jadi, ia buat panggilan sendiri buat tuan yang gagah itu.

"Aku tidak bisa dengar mereka bilang apa."

"Sepertinya memang sengaja dishir supaya perbincangannya tidak bisa didengar."

Tanpa sengaja mata Newt bertemu dengan Tuan Setelan Hitam. Ia buru-buru pasang menu di hadapan wajahnya, pura-pura memesan makanan. Padahal mereka sudah pesan makanan. Wajahnya merah. Duh, kenapa ia harus blushing segala sih.

Makanan pesanan Tina datang. Mereka melupakan pengintaian terhadap Jane dengan sejenak. Makanan-makanan ini lebih menggiurkan. Sesekali Newt curi pandang ke arah Jane. Ia hanya melihat Jane kok! Bukan Tuan Setelan Hitam yang sedang meminum wine dengan sangat elegan.

Satu jam telah berlalu. Newt ingat tidak dibolehkan ayahanda untuk keluar lama-lama. Namun, ketika Tina akan membayar tagihannya di meja kasir, mbak-mbak kasirnya menolak uang Tina. Katanya, sudah ada yang bayar.

Siapa?

Siapa orang kebanyakan duit yang membayari mereka makan?

"Tadi ada seorang pria yang telah membayarkan tagihannya. Itu, orang yang duduk dekat jendela." Mbak-mbak kasir itu menunjuk ke arah tuan berkumis dengan setelah coklat tua yang menghembuskan asap cerutu.

Seringai tuan itu membuat bulu kuduk mereka merinding.

"Ini nomer ponselnya, buat adik rambut merah, katanya."

Ini pertama kalinya Newt keluar dari rumah.

Pertama kalinya Newt diberi nomer ponsel dari om-om berkumis dengan seringai menyeramkan.

Uh--pertama kalinya Newt melihat Yusuf beraksi dalam gerakan kungfu dan taekwondo.

Iya, si Yusuf yang diminta ayahanda untuk menjaga anak kesayangannya malah menyerang si pria bersetelan coklat tua.

Ah, coba yang kasih nomer ponsel itu om yang di sana--yang duduk sama Jane. Eh, astagfirullah. Dia mikir apa sih. Jadi ngelantur kan. Udah ah. Bersambung aja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hai, Om [Fantastic Beast Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang