satu

2 1 0
                                    

Malam ini, aku sangat sedih, benar-benar sedih, sampai aku tak tau cara mengekspresikan kesedihanku ini.

Dingin, itu yang kurasa. Tubuhku basah karena rintik hujan yang turun malam ini.

Jika kalian bertanya, dimana aku sekarang?

Akan aku jawab.
"Aku berada di atas tebing, yang benar-benar tinggi dan jika aku menatap ke bawah, dapat kulihat dalam jarak yang memusigkan itu deburan ombak pantai yang menghancurkan".

Jika, kalian bertanya lagi. Untuk apa aku ada di sana, di tempat yang menggerikan itu?

Aku akan jawab lagi, " untuk mengakhiri semuanya, karna masalah yang kulalui malam ini sudah cukup dan sangat berat".

Malam ini, hening. Hanya beberapa rintik hujan yang kudengar jatuh ketanah dan "pastinya" suara deburan ombak yang memecah keheningan malam ini.

Aku mencoba untuk berdiri lebih tegap dari sebelumnya, menghapus tetes air mata di pipiku. Sambil beberapa kali menatap ke arah ombak di bawah.

Meyakinkan diriku, agar setelah kejadian yang akan aku lakukan malam ini. Tidak akan terjadi apa-apa, tidak akan terjadi kesedihan, tidak akan terjadi kekecewaan.

Kutarik napasku panjang, benar-benar panjang. Menutup dua kelopak mataku dan kurasakan hembusan angin yang seperti mendorongku untuk menjatuhkan seluruh tubuhku.

Aku mulai menghitung angka-angka yang akan mempertaruhkan nyawaku malam itu.

1.....2...... daaan..
Pada angka ketiga, aku benar-benar yakin dengan yang akan aku lakukan, kujatuhkan seluruh tubuhku dan juga banyak harapan dari hidupku pada malam itu.

Tubuhku terhempas ke derasnya ombak pantai yang memecahkan itu, tenggelam bersama napas yang masih tersisa pada waktu itu.

"apa ini?? Akhir dari ceritaku?atauu akhir dari hidupku?!"kalimat itu yang terlintas di kepalaku sedetik sebelum aku benar-benar kehabisan napas.

Tapi, tunggu dulu..

Tidak, napasku masih bisa bertahan untuk waktu yang benar-benar singkat.
Kubuka kembali mataku yang terpejam beberapa detik yang lalu.

Seseorang menarik tanganku. "Apa ini??" "Apa ini hanya sebuah mimpi?"

Tapi, tidakk ini terlihat sangat nyata bagiku.
Ia menarik tanganku kembali ke atas. Ingin kutatap wajahny itu. Tapi takdir berkata lain.

Untuk saat ini, napasku benar-benar habis dan mataku terpejam kembali untuk yang kedua kalinya.

Dan tak ada kalimat yang cocok untuk mengakhiri bab ini.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang