Paris, 14 Desember 2013
Pagi hari di awal musim dingin di kota mode Paris. Matahari bersinar cukup terang di pagi hari di musim dingin, membawa kehangatan di tengah kota yang mulai terlihat sibuk beraktifitas. Cahayanya masuk menerobos ketiap jendela di sebuah apartemen sederhana yang memang berhadapan langsung dengan arah dimana sang surya mulai terbit memancarkan cahayanya.
Seorang namja masih terlelap tidur di atas ranjang single sizenya. Cahaya matahari pagi yang menelusup masuk melalui celah gordennya tidak mengusik dirinya yang masih terbuai di alam mimpi.
Drrrrttt.. Drrrrtt.. Drrrttt..
Namja berambut brunette itu terhenyak kaget, merasakan sesuatu bergetar di bawah bantalnya. Dengan mata masih setengah terpejam ia meraih ponselnya.
Gwiboon..
Nama itulah yang tertera di layar touchscreen ponselnya membuat namja itu tersenyum lebar, hingga kedua bola matanya seakan menghilang tertutup pipi chubbynya.
"Jinki oppa" sapa sebuah suara riang nan lembut di seberang sana.
Sebuah suara yang selalu berhasil membuat senyum terkebang di wajah tampan namja bermata bulan sabit itu. Bagaikan meneguk secangkir coklat hangat bilamana ia mendengar suara lembut yeojachingunya ada suatu kehangatan yang ia rasakan di pagi hari yang dingin itu.
Lee Jinki. Nama namja itu.
Kini ia sudah sepenuhnya terbangun. Ia duduk dan bersandar pada dinding kamarnya dengan ponsel yang kini beralih di salah satu telinganya. Seulas senyum masih menghiasi wajahnya.
Siapa yang tidak senang jika di pagi hari kau bisa mendengar suara lembut orang yang kau cintai menyapamu. Perasaan itulah yang Jinki rasakan pagi ini.
Kim Gwiboon, yeojachingu yang begitu dikasihinya meneleponnya pagi ini. Walaupun sudah menjadi kebiasaan bagi Gwiboon menghubunginya di pagi hari hanya untuk sekedar mengucapkan selamat pagi padanya namun hari ini nampak berbeda karena tidak biasanya Gwiboon meneleponnya sepagi ini.
Keduanya sudah lama menjalin hubungan asmara namun jarak memisahkan keduanya. Gwiboon yang berada di Korea sedangkan Jinki yang berada di Paris. Jinki pergi meninggalkan tanah kelahirannya dan pergi ke Paris untuk menuntut ilmu demi mengejar impiannya menjadi seorang arsitek yang handal. Keduanya terpaksa terpisah jarak dan waktu. Walaupun begitu keduanya tetap menjaga cinta yang sudah terjalin kuat di hati mereka. Meski kerinduan terus mengerogoti hati keduanya tapi, keduanya berusaha untuk tegar menjalani hari. Hanya dengan via suara keduanya saling mengobati rasa rindu mereka akan satu sama lain. Keduanya teguh mengengam janji untuk berjumpa kembali suatu saat nanti.
"Ne waeyo chagi? Kenapa meneleponku sepagi ini?" ujar Jinki seraya megusap mata tipisnya dan menguap tapi, kemudian ia kembali tersenyum membayangkan Gwiboon pasti tengah mengerucutkan bibirnya dengan lucu. Ya~ walaupun ia tidak dapat melihatnya namun Jinki tahu betul kebiasaan yeojachingunya itu. Gwiboon selalu cemberut jika Jinki memprotes kebiasaan paginya menelepon dirinya.
"Ya! Oppa. Apa kau tidak senang yeojachingumu menelepon,hah?!"
Jinki tertawa renyah menanggapi gerutuan Gwiboon. Yeoja itu selalu nampak manis jika sedang kesal dan ia sangat merindukan ekspresi wajahnya itu.
"Anio. Tentu saja Oppa senang, hanya saja tidak biasanya kau menelepon sepagi ini." ucapnya di sela kekehannya.
"Aku ingin bercerita sesuatu padamu Oppa" ungkap Gwiboon
Jinki lantas menegapkan posisi duduknya, ia duduk senyaman mungkin di atas kasur empuknya dan menajamkan telinganya untuk mendengar cerita yeojachingunya.