Abu-Abu

19 3 3
                                    

   Tak ada yang berbeda rasanya saat pertama kali menginjakan kaki di gedung yang berlantai tiga ini. Sebagai siswa utas yang belum saja diresmikan, dengan polosnya Sasa melewati jalur 'terlarang' . Yaitu jalur yang telah dipatenkan oleh senior-senior lain.
Ia begitu bingung ketika seluruh penonton meliriknya dengan tatapan sinis seakan ia telah melanggar norma sosial di masyarakat.
Sanksi sosial apa ini?
Sesampai di kelas, ia bersandar sejenak di kursi dekat sekali dengan ambang pintu.
Wah,mungkin 'murid terajin' kali ini akan jatuh pada dirinya.
Memang banyak cerita mistis di sekolah ini,tapi Sasa seakan tidak peduli dengan semuanya,bahkan ia pun bisa dibilang menantang 'mereka'.
"Loh siapa ini yang pagi pagi udah dateng"
Sontak Sasa mengangkat kepalanya yang sedang bersandar.
'Krreeek'
"Oh"
Sasa hanya tersenyum kecil pada kedua lelaki itu.
Iya,mereka Arya dan Alvito,seperti dua sejoli yang sedang dalam mabuk asmara. Mereka berisik sekali,menganggu jam tidur pagi Sasa saat itu.
Ketika hampir terlelap tidur,seseorang berusaha mendorong kursi belakang Sasa seakan ingin mengajaknya bermain.
Tapi,ia lupa ia duduk di paling belakang.
Dan tidak seharusnya ada seseorang di belakang.
Sasa mengintip kecil,ia mulai ketakutan,karena ia sadar sedari sebelum Arya dan Alvito datang,ia menganggu 'mereka'.
Suara ketukan kuku mulai terdengar,lebih keras dan lebih keras lagi.
Aduh.
Saat itu Arya dan Alvito kemana?
Sudah pasti mereka pergi ke toilet.
Sasa masih belum berani membuka intipannya lebih luas.
Tiba-tiba sesuatu mencolek tubuh mungilnya.
"AAMPPUNNNN!!" teriaknya.
Firda yang mencoleknya pun terkaget sampai membidikkan bahu.
Sasa mulai meringis ketakutan setelah itu,ia bahkan belum berani melihat kebelakang.
Padahal,itu hanya seorang Firda yang ingin mengajaknya berbicara.
Iya,memang Sasa tidak duduk di kursi paling belakang. Minggu ini ia ada di baris ketiga dari depan.
Jika dilihat dari minggu lalu,ia memang berada di kursi paling belakang,entah ia lupa atau terbawa mimpi dalam tidur yang hampir saja terjadi pagi itu.
"Ya Allah ini gua sa" teriak Firda tetapi agak mengecilkan suaranya ketika terdengar suara laki-laki yang menuju kesini.
Firda memandang sekeliling dan melihat dua tas hitam tak berguna itu.
Iya tak berguna,buat apa membawa ransel dengan ukuran besar kalau hanya diisi dengan buku tulis kosong  dan alat tulis?
"Gua kira baru gua doang sama Sasa"ucap Firda seraya bangkit dan menghampiri Sasa.
"Lu bikin gua jantungan si!" Ucap Sasa sambil mengusap air matanya.
"Copo njs" ejek Firda.
Ini memang hari pertama mereka berada di putih abu-abu,namun bukan hari pertama mereka berkenalan bahkan bertemu.
Mereka sudah muak satu sama lain.
Dimulai dari sekolah asal yang sama,ekskul yang sama,yaitu perkusi.
Oiya Sasa ini ingin sekali mengikuti les drum,tapi sepertinya waktu di sekolah tidak pernah mengizinkannya.
Karena itu ia memanfaatkan perkusi sebagai ekskul lanjutannya di masa abu-abu ini.

THE GREAT SAILOR

Duh,hari pertama menjadi anak baru tuh sulit ya. Banyak tugas yang harus dikerjakan,banyak aturan,banyak perintah,protes sasa.
"Mana temen kelas gua keanya ga asik dah kop,cuma lu doang" begitu ia bilang.
Ngomong-ngomong nama Firda itu sangat asing bagi Sasa,ia lebih akrab memanggilnya Kopida. Entah mengapa ada embel-embel 'kopi' tapi mungkin karena Firda menyukai kopi?
"Gaboleh gitu sa,masa kelas kita gembel bat si,udah gaada yang cakep,gaada yang asik pula" kata Firda sambil memakan bekalnya.
Di masa pengenalan sekolah ini memang mereka semua diwajibkan membawa bekal,mereka sama sekali tidak boleh ke kantin,meski hanya membeli air mineral,sebelum mereka resmi menjadi utas.
'Kriiiiiing'
Wah ternyata bel sudah mengharuskan mereka menutup bekal.
Selanjutnya mereka akan berada di ruang audio visual untuk menerima materi dari para narasumber. Jangan kalian pikir audio visual adalah surga untuk para anak baru,bahkan lebih pantas disebut penjara.
Bagaimana tidak, 288 siswa dalam satu ruangan yang luasnya hanya dua kelas digabung menjadi satu.
Gerah,pengap,bau keringat pun menjadi satu di dalam sana.
Tapi tak heran,jika mereka jadi lebih kenal dan dekat satu sama lain,dan disitulah pandangan Sasa tentang mereka berubah.
Bukan hal tabu jika anak-anak yang memilih duduk dibelakang adalah anak-anak pemalas yang mudah tidur jika terkena AC,apalagi dibarengi dengan pemateri yang membosankan.
Pules sudah.
Namun tidak dengan Sasa,ia memilih duduk dibelakang karena tidak mendapatkan tempat lagi di depan,dan ada alasan lain,ia ingin mengobrol dengan Firda.
Pemateri demi pemateri telah dilalui mereka,waktunya untuk melaksanakan ibadah zuhur di masjid.
Sasa dan Firda menuju masjid sambil membawa alat sholat mereka.
Tiba-tiba saja seseorang menabrak tubuh Sasa dari belakang.
"Eh sorry ga liat" ucap seoraang lelaki yang tergesa-gesa.
Wajah Sasa spontan memerah saat itu juga.
Firda yang kebingungan pun tiap kali memalingkan wajah nya ke sosok lelaki tersebut.
Wajahnya tidak asing,Firda mengingat kembali memori-memori silam.
Namun ia tak berhasil mengingat.
"Sa!lu knp kok berenti" ucap Firda meninggikan nadanya.
Sasa yang hanya terpaku di teras masjid pun terkaget.
"Hah?"
"Ayo ih udah iqamah" ajak Firda yang tergesa-gesa.
Setelah mereka selesai sholat,mereka bergegas kembali ke ruang Audio Visual.
Sasa tiap kali merenung,tanpa sebab pasti.
Firda yang penasaran terus-terusan memandang wajah Sasa yang memerah.
Namun tak lama,seseorang menyita perhatiannya.
Ya lelaki itu.
Siapa dia?dan apa yang terjadi dengan Sasa?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Great SailorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang