1. Frost Lake

318 60 82
                                    

Written by: Amandanurma

Farra menghela napas. Uap yang keluar dari celah bibir merahnya membentuk kabut putih sebelum menghilang di udara.

Dia menyumbat kedua lubang telinganya dengan headset hitam, melirik sebentar ke ruang tamu, tempat kedua orang tuanya saling berlomba melemparkan barang ke arah masing-masing lawan. Dia mendengkus pelan sebelum berlalu, melangkahkan kakinya sambil ikut mendendangkan lagu Faded, senada alunan lagu yang bersumber dari ponsel canggih di saku celana jeansnya.

"I'm breathing ... alive ... where are you now? Atlantis ~~"

Langkah kaki membawanya ke sebuah danau beku di pinggiran Kota Sherbrooke. Dia menatap iri beberapa anak kecil yang tengah berselancar riang bersama orang tua mereka, remaja saling dorong hingga jatuh dan tertawa, serta segerombol orang duduk di kursi kayu panjang yang kaki-kakinya terbenam tumpukan salju, menghadap tepi danau sambil tersenyum memakan roti dari keranjang-keranjang yang tertutup kain berenda lepek, hampir basah karena embun.

Andai kedua orang tuanya masih saling mencintai seperti dulu, mungkin saat ini dia ada di antara mereka. Bukan berdiri sendirian di bawah pohon Mapple gundul dengan bunga-bunga es runcing di tiap ranting yang siap menghujam apapun di yang ada di bawah ketika sesuatu menggoncangnya.

Dia melepaskan headset, hanya untuk menikmati suasana riang danau. Berharap dirinya ikut tertular keriangan itu.

"Farra!"

Sebuah suara membuyarkan lamunannya. Dia menoleh, mendapati seorang remaja laki-laki jangkung berjaket tebal menghampirinya sambil menenteng sepasang sepatu luncur. Farra hanya mengangkat sebelah alis, tanpa berniat menjawab sapaan remaja itu. Dia tak merasa mengenalnya.

"Aku Dexter!" Remaja itu tersenyum lebar, lalu mengernyit. "Kau tak ingat aku? Kita sekelas di kelas programming Mr. Alex!"

Farra hanya mengangguk pelan, merapatkan jaketnya, lalu mengalihkan pandangan, kembali ke arah kolam beku.

"Aku tertarik padamu, bisakah kita menikah di masa depan?" tanya remaja itu riang.

Farra mengerutkan dahi. Dia membalik badan hingga berhadapan dengan remaja itu, sambil menatapnya tajam. Tahukah remaja itu bahwa kata menikah sangat sensitif untuknya?

"Ahahaha aku hanya bercanda!" ucap remaja itu sambil tertawa sumbang. "Tapi aku serius, aku tertarik padamu! Ah! Ralat! Pada desain tiga dimensimu! Desain tata ruang yang kau bangun di dalam workspace tugas Mr. Alex. Aku sampai lupa mengedipkan mata saat kau mempresentasikannya. Sungguh! Bisakah kita berteman?"

"Tidak!" jawab Farra ketus, sebelum berjalan pergi meninggalkan remaja itu.

"Lalu, bisakah kita bekerja sama? Aku  sedang membangun sebuah virtual game, dan aku butuh seorang desaigner tata ruang! Bekerjasamalah denganku ... aku akan melakukan apapun yang kaupinta, termasuk menjadi pacarmu ... please ...."

Farra terus berjalan tanpa memedulikan rengekan remaja yang masih mengekor di belakangnya.

"Aku kaya! Kau bisa memerasku!"

Farra tetap bergeming.

"Aku tampan! Aku kuat! Aku pintar! Aku bisa melakukan apapun yang kaupinta asalkan kau mau bekerjasama denganku! Aku janji!"

Farra menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik. Dia menatap heran remaja narsis yang kini tersenyum lebar di hadapannya.

"Kau bisa melakukan apapun?"

Remaja itu mengangguk.

"Yakin, apapun?" tanyanya memastikan.

Remaja itu kembali mengangguk semangat.

"Buatlah kedua orang tuaku saling mencintai seperti dulu, jika kau bisa melakukannya, aku akan bekerjasama denganmu," ucapnya sambil tersenyum miring. Dia yakin, keinginan absurdnya akan membuat remaja itu menyerah mendekatinya.

Remaja itu mengerjapkan matanya dua kali. Lalu tersenyum lebar. "Janji?" tanyanya riang.

"Janji!" jawab Farra sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Tunggu sebentar." Remaja itu mengeluarkan ponsel canggih, lalu mengetikkan beberapa kata sebelum kembali memasukkannya ke saku jaket. "Pulanglah," ucap remaja riang sambil mengibaskan tangan kanannya.

Farra berbalik, memasang kembali headsetnya dan berjalan pulang.

Perlahan dia membuka pintu dan tertegun mendapati kedua orang tuanya duduk berhadapan di meja makan. Farra mengerjapkan mata dua kali, lalu menguceknya dan kembali memperhatikan meja makan. Ibu tengah menyuapi ayahnya sambil tertawa bahagia? Apakah ini nyata?

"Farra! Kau sudah pulang, Sayang ... sini, Mom memasak sop jagung!" Ibunya melambaikan mangkuk yang masih mengepulkan asap, sambil tersenyum lebar.

Perlahan, Farra mendekati mereka.

"Mom, Dad?" gumamnya tak percaya.

"Makanlah." Ibunya beranjak dari meja makan, mencium pelan pipi kiri ayahnya, lalu berjalan mendekati dan menarik tangan Farra, membawanya ke meja makan.

Apa yang Dexter lakukan pada mereka?

_________________________________________

Project pertama Penulis Kece 😎

Semoga lancar, dan hasilnya bagus ... aamiin.

Game MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang