Hembusan napas Tasya terdengar berat, ia menarik laci meraih bingkai yang berisi foto dirinya bersama seseorang. Keduanya terlihat bahagia, sama sekali tidak terpikir hubungannya akan kandas. Kenapa menghilangkan rasa sangatlah sulit, setiap keping kenangan bersamanya hati Tasya begitu pilu, mengingat kenyataan bahwa dirinya tidak dapat dan mungkin tidak akan pernah bisa bersama.
"Kenapa harus kita,"Tasya mengusap bingkai tersebut sembari tersenyum getir airmatanya luruh. Tasya tak sanggup ia terlalu mencintainya, namun di sisi lain Tasya juga tidak bisa menghancurkan hal berharganya. Kenapa takdir mengenalkan bersama jika pada akhirnya takdir pula yang memisahkan.
Tasya buru-buru meletakan kembali bingkai tersebut di dalam laci, begitu telinganya mendengar suara ketukan pintu dari luar. Tasya juga dengan cepat mengusap airmatanya ketika pintu tersebut mulai terbuka dan menampilkan perempuan paruh baya yang sudah berusia empat puluhan. Dia Ratna sang Mamah.
"Kamu udah siap sa ... yang. Ampun! Tasya. Kamu belum apa-apa"geram Ratna melihat putri semata wayangnya masih asik duduk di kursi belajar dengan penampilan santai.
Tasya menepuk jidat sembari meringis melihat sang Mama terlihat ingin menerkamnya, bagaimana bisa ia lupa-- saat ini Tasya harus segera bersiap-siap untuk pindahan.
"Mama tunggu di bawah! kalau kelamaan kamu Mama tinggal,"Ratna keluar sembari menggeleng kepala tak habis pikir kenapa bisa putrinya ini menjadi pelupa dan sering terlihat melamun.
Di dalam Tasya terburu-buru menyiapkan segala keperluannya, untung baju-bajunya sudah ia siapkan semalam. Jadi hanya perlu mandi dan berangkat.
---000---
Selama perjalanan Ratna tak henti-hentinya mengintrogasi Tasya tentang kenapa akhir-akhir ini Tasya sering kali melamun bahkan pernah hampir membuat seisi rumah banjir gara-gara Tasya lupa mematikan keran di dapur.
"Ma..., aku engga apa, lihat. Baik-baik ajah, lagian kapan sih aku melamun,"Tasya mengelak, sembari menghilangkan rasa gugupnya mengingat perjalanan sebentar lagi akan sampai.
Ratna meraih tangan Tasya lalu menggenggamnya,"Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita sama Mama, ok,"
Tasya mengangguk,"Hm, pasti aku bakalan cerita sama Mama,"
Ratna tersenyum lebar, mengelus pipi Tasya sayang, Tasya hanya perlu melihat Mamanya tersenyum setiap hari, itu sudah lebih dari cukup untuk kebahagiannya.
Mobil berhenti di depan pekarangan rumah yang terlihat megah, rumah yang mulai saat ini akan menjadi tempat tinggalnya. Tasya keluar dari mobil bersama Ratna dan di ikuti oleh sang supir yang membantu membawakan koper.
"Kenapa om Surya enggak jemput kita Ma?"tanya Tasya yang baru teringat akan pemilik rumah megah ini yang tidak menjemput.
"Papa, mulai sekarang panggil om Surya papa,"
Tasya meringis,"Hm, jadi kenapa, PAPA, enggak jemput kita,"tekan Tasya di bagian 'Papa'
"Tadi bil ... "
"Aduh..! Mas minta maaf Ratna, Tasya maafin Papa yah,"celetuk seseorang memotong perkataan Ratna, Tasya dan Ratna menoleh. Dia Surya datang dengan raut wajah bersalah di depan pintu.
Ratna berdecak matanya melotot melihat pakaian Surya penuh dengan noda darah,"Kamu kenapa Mas!"
Surya menggeleng,"Aku enggak apa-apa, tadi sempat ada kecelakaan, jadi aku bantu bawa ke rumah sakit,"
"Terus gimana keadaannya?"
"Lagi di tangani, anak aku yang nunggu dulu sampai keluarga korban datang,"terang Surya lalu mengajak kami masuk lebih dalam, mengenalkan kamar masing-masing.
"Nah, Tasya kamarnya sebelahan sama anak Papa yah,"
Tasya tersenyum mengangguk,"Iya O ... eh, Pah,"cangung Tasya yang belum terbiasa menyebut Om surya dengan panggilan Papa.
"Enggak apa, entar juga terbiasa manggil Papa,"maklum Surya mengingat baru dua kali ia bertemu dengan Tasya.
Ratna mengusap sayang rambut Tasya,"Yaudah, sekarang istirahat,"pintanya lalu berlalu bersama Surya ke lantai bawah.
Tasya mengangguk mengiyakan, sempat menatap lama dulu pintu kamar sebelah sebelum masuk kedalam kamar barunya,"Aku harap kita bisa kompak,"gumam Tasya sembari menarik kenop pintu.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
HALO STATUS
Teen FictionCinta pertama hanya sebuah latihan Untuk Cinta kedua ketiga dan seterusnya. Latihan untuk belajar arti sebuah rasa. Rasa bahagia, sedih, kecewa, serta rasa sakit. Ketika Cinta kedua datang kita bisa bertahan dari semua rasa itu, karena kita sudah be...