|SATU |

440 54 6
                                    

"Kapan nih Abangnya nyusul?"

Sudah lima kali Itachi mendapat pertanyaan serupa. Di sela kegiatannya menyambut tamu undangan, tak pernah absen pertanyaan itu mampir padanya. Itachi hanya bisa menjawab dengan senyum sopan, berkata bahwa dia masih terlalu fokus dengan perusahaan dari pada mencari jodoh.

Ha . Ha. Ha.

Itachi ingin tertawa rasanya. Boro-boro menyusul Sasuke kawin, dirinya saja saat ini sedang menggalau. Baper. Semua sebab pengakuan cinta sepihak sang sahabat. Itachi dibuat pusing kepala hingga nyaris tidak tidur semalaman. Tentunya itu bukan pernyataan cinta dari seorang sahabat biasa. Dia lebih dari sekedar sahabat bagi Itachi. Mereka berteman sejak orok. Melewati masa remaja penuh ketololan berdua. Nonton film biru berdua dan pernah naksir dengan cewek yang sama sewaktu SMA.

Lantas bagaimana bisa dia memiliki rasa terhadap Itachi? Terlebih mereka sama-sama lelaki?

Itachi tak paham apa yang terjadi. Ia berharap ini cuma ulah iseng sang sahabat seperti yang biasa ia lakukan. Namun melihat dari ekspresi wajah serius yang sangat jarang ditunjukan malam tadi, Itachi jadi ragu jika itu semua hanya lelucon biasa.

Itachi bingung, tak tahu harus menjawab apa dan bersikap bagaimana. Pun setelah sang sahabat memintanya untuk melupakan saja pernyataan cintanya yang tentu saja mustahil Itachi lakukan. Bagaimana bisa ia melupakan kejadian yang baru saja terjadi semalam?

"Paman melamun saja, nanti keriputnya nambah loh," kata Menma, bocah gembul yang belakangan mulutnya ketularan sang Papa baru, pedas bukan main.

Itachi mendengus. Menyentil dahi si bocah hingga mengaduh. "Bodoh. Keriput tidak ada hubungannya dengan melamun, bocah."

"Ada kok. Kalau melamun tandanya banyak pikiran, kalau banyak pikiran nanti jadi seteres," kata Menma.

Itachi memutar bola matanya. "Stress Menma, bukan seteres," katanya membetulkan ucapan sang bocah. "Sok tahu, memang kau dikasih tahu siapa?"

"Papa!" Jawabnya lugas.

Dahi Itachi mengerut, membuat keriput semakin bertambah. "Papa Sasuke?"

Gelengan diberi. "Bukan. Papa Shisui."

Oh.

Itachi lalu diam saja, tidak berniat melanjutkan obrolan lebih lanjut. Entah kenapa hatinya serasa dicubit ketika nama Shisui disebut. Ngomong-ngomong Itachi tidak melihat Shisui sejak tadi. Apa pria itu tidak datang? Bisa saja sih. Mengingat ini pernikahan mantan istrinya. Meski sudah mengaku ikhlas dan tidak ada rasa pada Naruto tapi siapa yang tahu kalau ternyata dia sebenarnya masih sayang dengan wanita satu anak itu.

Duuhh ... memikirkan itu Itachi merasaka sesak pada hatinya, tidak jelas karena apa. Seingatnya ia tidak punya riwayat asma atau penyakit pernapasan lainnya.

Kenapa bisa begini?

"Pengantinnya mau lempar bunga tuh."

Beberapa tamu undangan wanita yang menjomblo pada heboh. Tangan Itachi ditarik oleh Menma, ikut menonton dari jauh, melihat betapa antusiasnya para wanita dalam memperebutkan bunga memang menjadi hiburan tersendiri bagi Itachi.

Satu ...

Dua ...

Tiga ...

Bunga dilempar. Naruto melemparnya terlalu jauh. Mungkin sengaja atau mungkin memang sudah permainan takdir, secara ajaib bunga itu mendarat di tangan Itachi. Tidak, ralat, bukan cuma tangan Itachi, ada tangan lain yang ikut menangkapnya.

Tangan Shisui.

Hening.

Dag dig dug .... jantung Itachi berdentuman tidak karuan saat tanpa sengaja tangan dinginnya bersentuhan dengan tangan hangat milik Shisui. Keduanya saling tatap. Dag dig dug ... jantung Itachi makin tidak bisa diajak kompromi.

' Anjirr, sejak kapan curut satu ini disini!' batin Itachi nelangsa. Sungguh, dia belum siap lahir batin untuk bertemu Shisui. Apalagi dalam situasi absurd begini.

"Wah! Sepertinya Itachi dan Shisui akan segera menyusul menikah!" Mikoto yang lebih dulu berkomentar. Bertepuk tangan sambil tertawa lembut.

' Ibuku sayang ... tahukah kau kalau ucapanmu terkesan ambigu?' batin Itachi makin nelangsa.

Sasuke menutup mulutnya punggun tangannya, gerak-geriknya mencurigakan. Dia membisikkan sesuatu ke telinga Naruto yang lalu disambut ekspresi terkejut yang sama sekali tidak ditutup-tutupi.

Apa-apaan itu? Jangan bilang Sasuke sudah tahu apa yang terjadi antara dirinya dengan Shisui.

"Kamu lihat, Chi, bahkan takdir saja mendukung kita," celetuk Shisui, nyaris berbisik lembut. Bisik lembut yang mendadak bikin spot jantung Itachi.

Itachi berusaha memasang pose kalem. Sok cool dia membalas, "Candaanmu tidak lucu, Shisui."

"Aku memang nggak bercanda kok." Shisui tiba-tiba meremas pundak Itachi. Bibirnya mendekat ke telinga Itachi, berat suara Shisui mendadak terdengar seksi, Itachi merasa sudah menjadi sinting saat berpikir seperti itu.

"Chi, aku berubah pikiran. Aku akan memperjuangkan perasaanku, jadi tolong ... jangan lupakan perkataanku yang semalam."

.
.
.

Shisui pergi setelah itu, meninggalkan Itachi yang masih termenung macam orang bego. Degub jantungnya menggila, bertalu-talu seperti drum di sebuah pentas musik death metal. Menma mendongak, bertanya apakah Paman sakit?  Saat melihat wajah pucat pasi Itachi.

Itachi mengusap wajahnya. Mungkin seperti pertanyaan Menma padanya, dirinya mungkin memang sedang sakit. Dan penyebab sakit itu tidak jauh-jauh dari Shisui.

.
.
.

Besoknya sebuket mawar merah hadir di meja kerja Itachi.

.
.
.

Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Order You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang