Episode 1

31 9 8
                                    

    Aku membuka mata, menyapu setiap sudut ruangan. Putih. Aroma obat-obatan tercium sangat menyengat. Orang-orang dalam ruangan terlihat sangat panik. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam. Aku tersenyum melihat enam wajah yang amat ku kenali. Salah satu dari mereka mendekatiku dengan muka kusut, kantong mata menghitam, hidung masih terisak, terlihat sangat jelas ada sesuatu yang dia rasakan namun selalu ia pendam. Dia menggenggam tanganku.
    "Maafkan kakak, Kaa" air matanya jatuh membasahi tanganku, namun saat aku hendak mengusap air matanya, aku seperti tidak bisa menyentuhnya. Ada apa ini? Aku bahkan mencobanya berkali-kali, namun tetap saja, hasilnya nihil.
Aku beranjak duduk, hendak meminta tolong untuk mengusapkan air mata wanita di sampingku, hendak memberitahu bahwa aku baik-baik saja, namun semua orang seperti tidak ada yang perduli, bahkan wanita itu terus menangis sambil memeluk badan ku, badanku? Bukankah aku sudah duduk. Ya tuhan, lihat, bahkan sekarang aku bisa melihat badanku yang sedang di peluk wanita itu. Terkulai lemah.
Aku menghampiri seorang pria yang sejak tadi mondar mandir menelepon seseorang. Berdiri di depannya. Plash. Dia bahkan bisa menembusku. Aku terduduk, badanku lemas menerima kenyataan seperti ini, bukan akhir seperti ini yang ku harapkan. Aku merangkak, mendekati empat wanita yang sedang duduk berjejer, mukanya sama kusut dengan wanita yang menggenggam ku di ranjang. Aku mendekatkan tangan ku ke pipinya, mengamati gurat wajah yang mulai terlihat. Satu persatu 'Maafkan aku'.
    "Ayolah, akhiri saja dramanya, acara perpisahannya atau apalah namanya ini, aku bosan menunggu" Seseorang pria menghampiriku, melihat dari wajahnya mungkin 2 atau 3 tahun lebih tua dariku.
    "Kamu siapa?" Aku menjauhkan diri
    "Aku siapa?, bukankah kau yang memanggilku, 3 hari yang lalu"
    "3 hari yang lalu?" Aku menyernyitkan dahi
    "Kau lupa? Ya ampun, sudah, ayo kita pulang" pria itu menarik tanganku
    "Pulang?, tapi?" Aku melirik ke arah orang-orang di ruangan ini
    "Begitulah penyesalan, selalu datang terlambat"
Aku melihat ke arahnya, meminta penjelasan
    "Kau sudah bukan bagian dari mereka lagi, lalu ayo kita pulang" pria itu menguatkan cengkraman tangannya.
    Entahlah, mungkin benar apa yang di katakan pria ini, aku bukan lagi bagian dari mereka, atau sepertinya dari dulu aku memang bukan bagian dari mereka, aku beranjak berdiri. Mengusap paksa air mata yang sejak tadi mengalir. Sudah ku putuskan, aku memilih pulang dengannya.

***

    "Kita mau ke mana?" Aku mulai bertanya
    "Pulang"
    "Pulang ke mana?" Aku gak menyerah
    "Kemana saja yang kau mau-" Rupanya dia tidak peduli
    "Ke sana, ke sana, atau ke sana-" Dia menunjuk ke arah tempat yang 'berpenghuni'
    "Selagi tempat itu nyaman, kau boleh menetap, namun pastikan tempat itu 'kosong' atau kau akan mendapat masalah rumit"
Aku bergidig
   "Kenapa?, kau takut dengan kami? Atau kau takut tidak punya tempat?"
Aku hanya diam, tak selera menanggapi. Lagian siapa yang tidak takut diam di antara arwah-arwah gentayangan. Omong-omong, aku termasuk arwah gentayangan bukan ya?
    "Selamat datang di tempat ku" pria itu membentangkan tangannya di depan rumah mewah

-Di publish setiap hari jum'at dan minggu yya- :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang